Selasa, 20 Juni 2017

STRUMA



A.   Konsep Dasar Medis
1)    Pengertian Struma
Struma didefenisikan sebagai pembesaran kelenjar tiroid sebagai akibat pertambahan ukuran sel/jaringan. (M. Clevo dkk, 2006. hal. 198. Struma juga dipahami sebagai pembesaran kelenjar tiroid dengan penyebab apapun. Sebagaimana dalam menurut Pierce A. Grance dkk dalam At Glance Ilmu Bedah” dinyatakan struma (goitre) adalah pembesaran tiroid dengan penyebab apapun).
Struma merupakan pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar – debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease). Ada juga struma yang tidak menimbulkan gejala seperti itu bahkan tidak ada gejala sama sekali sehingga pasien datang berobat hanya karena keluhan merasa takut atau risih karena gondoknya membesar, hal ini bisa disebabkan oleh cairan tiroid (kista tiroid) dan kanker kelenjar tiroid.
Struma juga bisa disebakan oleh asupan mineral iodium yang kurang dalam waktu yang lama (gondok endemik). Pemeriksaan yang dilakukan adalah mengetahui dulu status horman tiroid dengan pemeriksaan FT4 dan TSH, USG kelenjar tiroid dan scanning kelenjar tiroid. Pengobatan dari struma ini tergantung dari status horman tiroid (hipertiroid, eutiroid atau hipotiroid), dari USG apakah mengandung cairan
            Kelenjar tiroid terletak tepat di bawah laring pada kedua sisi dan sebelah anterior trakea. Tiroid menyekresikan dua hormon utama, tiroksin (T4), dan triiodotironin (T3), serta hormon kalsitonin yang mengatur metabolisme kalsium bersama dengan parathormon yang dihasilkan oleh kelenjar paratiroid (Guyton and Hall, 2010).
            Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilk



2)    Anatomi Fisiologi Kelenjar Tiroid
                        (Gambar. 1 Anatomi Kelenjar Tiroid)
Description: Description: Description: Description: Description: GAMBAR 1 BAB II.jpg
            Pada manusia,kelenjar tiroid terletak di leher bagian anterior dan fungsinya adalah sintesis dan sekeresi hormon tiroid tirosksin (T4) dan tri-iodotiton (T3).Hormon-hormon ini bersifat esensial untuk tubuh kembang normal homeostatis tubuh dengan meregulasikan produksi hormon paratirod tertanam dalam kelenjar tiroid,dan sel parafolikular yang tersebar antara folikel tiroid memproduksi kalsitonin.Kelenjar tiroid manusia mulai berkembang sekitar 4 minggu setelah konsepsi dan bergerak turun ke leher sejalan dengan pembentukan struktur bilobular  yang khas. Proses ini  selesai pada trimester ketiga.
            Pada orang dewasa normal,kelenjar ini memiiki 2 lobus dengan berat sekitar 25 g dan terletak dekat dengan trakea .Kelenjar ini terdiri dari lebih dari satu juta kelompok sel,atau folikel.Struktur ini tersusun sferis dan terdiri dari sel-sel yang mengelilingi rongga sentral yang mengandung zat seperti jeli yang disebut koloid, yang fungsinya menyimpan hormon tiroid sebelum disekresikan. Setiap sel tiroid meiliki tiga fungsi ; (1) eksokrin ,karena mensekresikan zat ke dalam koloid,(2) absorptif, karena mengambil zat dari koloid dengan pinositosis; dan  (3) endokrin, karena mensekresikan hormon langsung ke dalam aliran darah. (At a Glance, 2012)
3)    Etiologi
            Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-selnya bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang bertambah dengan pembentukan struktur morfologi baru. Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama:
1.         Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau jaringan tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid lingual).
2.         Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit tiroiditis Hashimoto.
3.         Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada struma koloid dan struma endemik.
4.         Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi adenoma – sejenis tumor jinak – dan adenokarsinoma, suatu tumor ganas.
5.         Defisiensi iodium
6.         Konsumsi goitrogenik glikosida agent secara berlebihan (memakan sekresi hormon tiroid).
7.         Mengkonsumsi obat-obatan anti tiroid jangka panjang
8.         Anomali
9.         Peradangan atau tumor/neoplasma 
4)    Klasifikasi Struma
1.    Berdasarkan Fisiologisnya :
a)    Eutiroid          : aktivitas kelenjar tiroid normal
b)    Hipotiroid       : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal
c)    Hipertiroid      : aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan
2.    Berdasarkan Klinisnya :
a)    Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
1.    Difusa      :  endemik goiter, gravid
2.    Nodusa    :  neoplasma
b)     Toksik (Hipertiroid)
1.    Difus        :  grave, tirotoksikosis primer
2.    Nodusa    :  tirotoksikosis skunder
3.    Berdasarkan Morfologinya :
a)    Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun relatif). Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas.  Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau kelenjar akan menjadi fase istirahat.
b)    Struma Colloides Diffusa
Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid dan ukuran kelenjar membesar.


c)    Struma Nodular
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi pada masing-masing periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan). Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid yang hiperinvolusi.
             Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk memberikan mengalami hiperinvolusi (involusi yang berlebihan/mengecil). kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular, kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya.




5)    Patofisiologi
Berbagai faktor diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertrofi kelenjar tiroid termasuk didalamnya defisiensi iodium, goitrogenik glikosida agent ( zat atau bahan ini dapat memakan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak, kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan atau tumor atau neoplasma. Sedangkan secara fisiologis menurut Benhard (2011) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai akibat peningkatan aktivitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan. Bahkan dikatakan pada kondisi stress sekalipun kebutuhan tubuh akan hormon ini cenderung meningkat. Laju metabolisme tubuh pada kondisi-kondisi diatas meningkat.
Berdasarkan kejadian atau penyebarannya ada yang disebut Struma Endemis dan Sporadis. secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini dijumpai menyebar diberbagai tempat atau daerah. Bila dihubungkan dengan penyebab, maka struma sporadis banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis dimana kasus-kasus ini struma ini dijumpai pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi iodium.
Bahan dasar pembentukan hormon-hormon kelenjar tiroid adalah iodium yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung iodium. Ion iodium (iodida) darah masuk kedalam kelenjar tiroid secara transport aktif dengan ATP sebagain sumber energi. selanjutnya sel-sel folikel kelenjar tiroid akan mensintesis Tiroglobulin (sejenis glikoprotein) dan selanjutnya mengalami iodinisasi sehingga akan terbentuk iodotironin (DIT) dan mono iodotironin (MIT). Proses ini memerlukan enzim peroksida sebagai katalisator. Proses akhir adalah berupa reaksi penggabungan. Penggabungan dua molekul DIT akan membentuk tetra iodotironin tiroxin (T4) dan molekul DIT bergabung dengan MIT menjadi tri iodotironin (T3) untuk selanjutnya masuk kedalam plasma dan berikatan dengan protein binding iodine. Reaksi penggabungan ini dirangsang oleh hormon TSH dan dihambat oleh tiourasil, Tiourea, sulfonamid dan metilkaptoimidazol.
Melihat proses singkat terbentuknya hormon tiroid maka pemasukan iodium yang berkurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, bahan atau zat yang mengandung tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan metilkaptoimidazol, glukosil goitrogenik, gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta faktor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormon tiroid. bila kadar hormon-hormon tiroid kurang makan akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktivitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertropi). Dengan kompensasi ini kadar hormon seimbang kembali.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ disekitarya. Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esofagus. Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong trakea, esofagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. penekanan pada pitasuara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau. Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. tentu dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri.




6)    Manifestasi Klinis Struma
1)          Berdebar-debar/meningkatnya denyut nadi
Berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja perangsangan jantung, sehingga curah jantung dan tekanan darah sistolik akan meningkat. Bila akhirnya penyakit ini menghebat, bias timbul fibrilasi atrial dan akhirnya gagal jantung kongestif. Tekanan nadi hampir selalu dijumpai meningkat (pulsus celer) Pulsus celer biasanya terdapat pada peyakit 3A, 3B dan IN (anemia gravis, arterioveneus shunt, aorta insufficiency, botali persisten, beri-beri, basedow dan nervositas. Pembuluh darah di perifer akan mengalami dilatasi. Laju filtrasi glomerulus, aliran plasma ginjal, serta traspor tubulus akan meningkat di ginjal, sedangkan di hati pemecahan hormone steroid dan obat akan dipercepat.
2)           Keringat
  Metabolisme energi tubuh akan meningkat sehingga meningkatkan metabolisme panas, proteolisis, lipolisis, dan penggunaan oksigen oleh tubuh. Metabolisme basal hampir mendekati dua kalinya menyebabkan pasien tidak tahan terhadap hawa panas lalu akan mudah berkeringat.

3)          Konstipasi     
  pada penderita kurang asupan nutrisi dan cairan, yang mengakibat kurangnya atau tidak adanya nutrisi dan cairan yang bisa diserap oleh usus. Maka dari itu system eliminasi pada penderita struma terganggung.
4)         Gemetar          
  Kadang-kadang pasien menggerakkan tangannya tanpa tujuan tertentu, timbul tremor halus pada tangan
5)         Gelisah
  Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan hiperrefleksia saraf tepi oleh karena hiperaktifitas dari saraf dan pembuluh darah akibat aktifitas T3 dan T4. Gangguan sirkulasi ceberal juga terjadi oleh karena hipervaskularisasi ke otak, menyebabkan pasien lebih mudah terangsang. Nervous, gelisah depresi dan mencemaskan hal-hal yang sepele.
6)         Berat badan menurun
  Lipolisis (proses pemecahan lemak yang tersimpan dalam sel lemak tubuh) menyebabkan berat badan menurun, asam lemak bebas dihasilkan menuju aliran darah dan bersirkulasi ke tubuh. Lipolisis juga menyebabkan hiperlipidasidemia dan meningkatnya enzim proteolitik sehingga menyebabkan proteolisis yang berlebihan dengan peningkatan pembentukan dan ekresi urea.
7)         Mata Membesar
  Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis yang sekunder, gejala mata tidak selalu ada dan kalaupun ada tidak seberapa jelas. Pada hipertiroidisme imunogenik (morbus Graves) eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi akibat retensi cairan abnormal di belakang bola mata; penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan reseptor TSH. Akibatnya, terjadi inflamasi retrobulbar dengan pembengkakan bola mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat retrobulbar.
8)         Nyeri pada Tenggorokan ( Karena area trakea tertekan )
9)         Kesulitan bernapas dan menelan ( Karena area trakea             tertekan )
              Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong  trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen.
10)      Suara serak
  Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
7)    Komplikasi
1)    Suara menjadi serak/parau
      Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
2)    Perubahan bentuk leher
      Jika terjadi pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak.
3)    Disfagia
      Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong eshopagus sehingga terjadi disfagia yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit.
4)    Sulit bernapas
      Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong  trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen.
5)    Penyakit jantung hipertiroid
      Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung.
6)    Oftalmopati Graves
      Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup pasien sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu.


7)    Dermopati Graves
      Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian bawah (miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans. Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit.
8)    Pemeriksaan Diagnostik
1)            Palpasi
            Palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal. Jika di auskultasi terdengar bunyi seperti pluit.
2)            Termografi
            Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat. Alatnya adalah Dynamic Tele-Thermography. Hasilnya disebut n panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9°C dan dingin apabila <0,9°C.  Pada penelitian Alves didapatkan bahwa yang ganas semua  hasilnya panas. Dibandingkan dengan cara pemeriksaan yang lain ternyata termografi ini adalah paling sensitif dan spesifik.
Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin) dalam batas normal.
Nilai normal :
3.1       T4 serum                     : 4.9 – 12.0 µg/dL
3.2       Tiroksin bebas             : 0.5 – 2.8 µg/dL
3.3       T3 serum                     : 115 - 190 µg/dL
3.4       TSH serum                  : 0.5 – 4 µg/dL
3.5       FT1 serum                   : 6.4 - 10 %                                    
3)            Pada Pemeriksaan USG (ultrasonografi)
            Dapat menentukan apakah lesi tersebut kistik ataukah padat. Kebanyakan karsinoma adalah padat, kebanyakan lesi yang kistik atau campuran adalah jinak. Teknik ultasonografi digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid, baik yang teraba pada palpasi maupun yang tidak, merupakan nodul tunggal atau multiple padat atau kistik. Pemeriksaan ultasonografi ini terbatas nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan keganasan tapi hanya dapat mendeteksi nodul yang berpenampang lebih dari setengah centimeter.
            Kelainan- kelainan yang dapat didiagnosis secar USG ialah:
a.    Kista; kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis.
b.    Adenoma/ nodul padat; iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai hal yaitu suatu lingkaran hipoekoik disekelilingnya.
c.    Kemungkinan karsinoma; nodul padat, biasanya tanpa halo.
Tiroditis; hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.
d.    USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:
a)    Dapat menentukan jumlah nodul.
b)    Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.
c)    Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.
d)    Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.
e)    Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid.
f)     Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi terarah.
g)    Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
4)            Pemeriksaan sidik tiroid.
            Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Na peroral dan setelah 24 jam secara foto grafik ditentukan konsentrasi yadium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.
            Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu :
a.    Nodul dingin bila penangkapan iodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
b.    Nodul panas bila penangkapan iodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c.    Nodul hangat bila penangkapan iodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah nodul itu ganas atau jinak.

5)            Dilakukan foto thorak posterior anterior.
            Memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal, untuk evaluasi kondisi jalan nafas.
6)            Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode             soft tissu technig.
7)            Biopsy dan Sitologi Tiroid
            Biopsy ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsy aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan dengan cara ini adalah dapat memberikan hasil negative palsu karena lokasi biopsy kurang tepat, teknik biopsy kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi aleh ahli sitologi:
a.    Jarum yang diletakan ke spuid dan ditahan dalam penahan dimasukan ke dalam pembengkakan tiroid yang akan menjalani biopsy.
b.    Pengisap ditarik pada tangkai spuid.
c.    Dengan mempertahankan pengisapan, jarum digerakkan maju mundur pada pembengkakan dalam berbagai arah.
d.    Pengisap dilepaskan dari spuid.
e.    Jarum dan spuid lalu ditarik dari pembengkakan tiroid.
      Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan biopsy aspirasi jarum halus ( fine needle aspioration biopsy, FNA ). Cara pemeriksaan ini cukup akurat untuk mendiagnosis karsinoma tiroid, tiroiditis, atau limfoma. Biopsy aspirasi tidak mempunyai batasan dalam hal ukuran tumor, asalkan lesi ini dapat dipalpasi. Saat dilakukan penusukan tidak perlu dilakukan anastesi lokal:
a)    Jarum diambil dari spuid.
b)    Udara ditarik ke dalam spuid.
c)    Jarum dan spuid disambung lagi.
d)    Penghisap spuid didorong lembut ke bawah, yang mengeluarkan sel ke atas gelas objek mikroskop
9)    Penatalaksanaan
1)     Struma Difus Toksik (Grave's Disease)
      Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (iodium radioaktif, tiroidektomi subtotal):

a.    Obat antitiroid
Indikasi :
            Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
b.    Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat iodium aktif.
c.    Persiapan tiroidektomi
d.    Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.
e.    Pasien dengan krisis tiroid.
Obat antitiroid yang sering digunakan :
            Table 1  Obat Antitiroid

Obat

Dosis awal (mg/hari)

Pemeliharaan (mg/hari)

Karbimazol

30-60

5-20

Metimazol

30-60

5-20

Propiltourasil

300-600

5-200

Pengobatan dengan iodium radioaktif
Indikasi :
a.       Pasien umur 35 tahun atau lebih
b.      Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian          dioperasi
c.      Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
d.      Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
            Yodium radioaktif diberikan melalui mulut, dalam bentuk cairan 1-2 ml, tidak berasa dan berbau, dan dengan cepat diserap melalui saluran cerna. Iodium radioaktif ini akan masuk ke kelenjar tiroid melalui aliran darah dan merusak kelenjar tiroid. Walaupun radioaktivitas ini menetap selama beberapa waktu dalam kelenjar tiroid, iodium radioaktif ini akan dikeluarkan melalui bagian tubuh dalam beberapa hari.
            Efek pada kelenjar tiroid akan terjadi dalam 1-3 bulan dan efek maksimal terjadi antara 3-6 bulan. Pada sebagian kasus pengobatan iodium radioaktif cukup satu kali saja, akan tetapi pada keadaan dengan kelenjar gondok yang besar, diperlukan dosis iodium radioaktif yang kedua untuk mengablasi/mematikan kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid yang diablasi lama kelamaan produksi hormon tiroid akan berkurang bahkan tidak ada sama sekali dan dalam jangka panjang dapat terjadi hipotiroid (kebalikan dari hipertiroid).
            Oleh karena itu setelah mendapat pengobatan iodium radioaktif secara berkala setiap 6-12 bulan diperiksa fungsi tiroid dan bila terjadi hipotiroid, harus diberikan pengganti/substitusi hormon tiroid yang diberikan seumur hidup (karena kelenjar tiroid sudah tidak berfungsi lagi) dengan dosis sesuai kebutuhan. Pasien cukup minum tablet hormon tiroid secara teratur seperti halnya minum vitamin.






E. Tiroidektomi
      Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan semua atau sebagian dari kelenjar tiroid. Klasifikasi dari tiroidektomi adalah total tiroidektomi dan nyaris total tiroidektomi. Indikasi dilakukan tiroidektomi adalah gondok, kanker tiroid, hipertiroidisme, gejala obstruksi, kosmetik.
      Tiroidektomi parsial atau total dapat dilaksanakan sebagai terapi primer terhadap karsinoma tiroid, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme:
a.    Tiroidektomi total : kelenjar tiroid diangkata seluruhnya
b.    Tiroidektomi parsial : mengangkat sebagian kelenjar tiroid
c.    Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.
Indikasi :
a.    Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
b.    Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
c.    Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima iodium radioaktif
d.    Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
      Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau            lebih nodul:
2)    Struma Nodular Toksik
      Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 2011)
3)    Struma Non Toksis
      Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al,2011)
Operasi
                        Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah:
a.    Keganasan
b.    Penekanan
c.    Kosmetik
      Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher fungsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.
Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :
a.    Inoperabel
b.    Kontraindikasi operasi
c.    Ada residu tumor setelah operasi
d.    Metastase yang non resektabel
      Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik (TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.
B.   Konsep Asuhan Keperawatan
         Suatu bentuk pelayanan keperawatan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiatnya, dimana pelayanan keperawatan mengacu pada pelayanan bio, psiko, sosial, spiritual yang komprehensif ditujukan kepada pasien, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat. Langkah proses keperawatan itu sendiri meliputi :
1.    Pengkajian.
Pengumpulan data yang berhubungan dengan pasien secara sistematis (Marilynn E Doenges edisi 3). Pengumpulan data dan sumber data dapat dilakukan melalui observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik yang meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pengkajian data pasien meliputi:
1)      Aktifitas \ Istirahat  : Insomnia, sensitifitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi kelelahan berat, atrofi otot.
2)    Eliminasi  : Urine dalam jumlah banyak perubahan dalam faeses diare.
3)    Integritas ego  : Mengalami stres yang berat baik fisik maupun emosional.
4)    Makanan \ cairan  :  Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan yang meningkat, makan banyak, makannya sering kehausan, mual muntah pembesaran tyroid.
5)    Rasa nyeri \ Kenyamanan  : Nyeri orbital, fotofobia.
6)    Pernafasan  : Frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea.
7)    Keamanan  :
Tidak toleransi terhadap panas keringat yang         berlebihan, suhu meningkat di atas 370 C, kulit halus, hangat         dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus.
8)    Eksoftalmus   :   retraksi, iritasi pada kongjungtiva dan berair.
9)    Seksualitas  : penurunan libido, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotens.



2.    Diagnosa keperawatan pada pre operasi
            Yang lazim terjadi pada struma pre operasi :
1)    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hyperplasia kelenjar tyroid.
2)    Gangguan body image berhubungan dengan involusi kelenjar tyroid.
3)    Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan pada esofagus, kesulitan menelan.
4)    Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.

3.    Perencanaan Tindakan Keperawatan sesuai Prioritas Masalah
1)         Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hyperplasia kelenjar tyroid.
Tujuan : mengatasi nyeri pasien.
              Table 2 Rencana Asuhan Keperawatan
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Kaji tingkat nyeri pasien


2.  
2.    Anjurkan pasien untuk makanan lunak.  
3.    Menganjurkan pasien supaya makan sedikit-sedikit tapi sering.
4.    Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
1.   Mengetahui tingkat nyeri pasien dan sebagai dasar untuk menentu-kan rencana tindakan selanjutnya.
2.   Mengurangi resiko nyeri saat     menelan.
3.   Dengan makan sedikit-sedikit tidak akan memperberat rasa sakit saat menelan.
4.   Analgetik dapat menekan pusat nyeri sehingga impuls nyeri tidak diteruskan ke otak

2)         Gangguan body image berhubungan dengan involusi kelenjar tyroid.
Tujuan  :  Pasien mengerti tentang adanya perubahan bentuk tubuh dan mau menerima keadaannya serta mengembangkan mekanisme pemecahan masalah dan beradaptasi dengan baik.
              Table 3 Rencana Asuhan Keperawatan
INTERVENSI
RASIONAL
1.  Diskusi dengan pasien bagaimana proses penyakitnya pengaruhnya.

2.  Kaji kesulitan yang dialami pasien




3 

3.   Berikan suport pada pasien dalam melakukan pengobatan dan beri pengertian.
1.   Sebagai informasi tambahan untuk memulai proses metode pemecahan masalah.

2.  Perasaan pasien terhadap kondisi fisiknya merupakan hal yang nyata dimana perawat harus bisa meyakinkan pasien bahwa dengan kemajuan teknologi masalah pasien bisa diatasi.

3.  Pasien tidak menganggap peruba-han yang dialaminya sebagai suatu masalah
        
3)         Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan pada esofagus, kesulitan menelan.
Tujuan     :        Pasien mengatakan berat badannya stabil dan bebas dari tanda-tanda malnutrisi.
                  Table 4 Rencana Asuhan Keperawatan
INTERVENSI
RASIONAL
1.       Monitor intake tiap hari
2.     
2.     Anjuran pasien untuk makan makanan yang tinggi kalori dan kaya akan gizi.
3.    Kontrol faktor lingkungan seperti bau yang tidak sedap dan hindari makanan yang pedas dan berminyak.
1.    Nutrisi merupakan kebutuhan  yang harus tetap terpenuhi setiap hari untuk mencegah terjadinya mal-nutrisi.
2.    Suplemen makanan tersebut akan mempertahankan jumlah kalori dan protein dalam tubuh tetap dalam keadaan stabil.
3.    Lingkungan yang buruk akan memperburuk keadaan mual dan menyebabkan muntah, efektifitas diet merupakan hal yang individual untuk dapat mengatasi adanya mual.













4)         Perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Bantuan pasien dalam melaku-kan perawatan diri.
2.    Anjuran keluarga pasien untk berpartisipasi dalam perawa-tan diri pasien.
3.    Anjuran pasien untuk melaku-kan perawatan diri secara bertahap.
4.    Bantu pasien untuk melaku-kan perawatan diri secara bertahap.
5.    HE kepada pasien dan keluarganya tentang penting-nya kebersihan.
1.    Membantu dalam mempertahankan personal hygiene pasien.
2.    Pasien tidak merasa terbebani dalam melakukan perawatan diri.
3.    Mempersiapkan diri pasien untuk tidak tergantung pada orang lain karena adanya kelemahan fisik.
4.    Mempermudah pasien dalam melakukan perawatan diri.
5.    Pasien dan keluarganya bisa termotifasi untuk tetap menjaga personal hygiene pasien.
Tujuan        :  Pasien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuannya dan dapat mendemonstrasikan teknik perawatan














5)         Anxietas berhubungan dengan interpretasi yang salah dan prosedur pembedahan
Tujuan  :  Pasien dapat mengungkapkan bahwa kecemasannya sudah berkurang atau sudah tidak cemas lagi.
                     Table 6 Rencana Asuhan Keperawatan
INTERVENSI
RASIONAL
1.  1. Kaji tingkat kecemasan pasien.

2 2.    Berikan dorongan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaannya.


3.   3. Berikan penjelasan singkat tentang penyakitnya dan prosedur pembedahannya.
4.  
B4.  Beri support positif kepada pasien.
5.  
A 5. Anjurkan kepada pasien untuk selalu melakukan pendekatan spritual.
1.  1.  Sebagai dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya.
2.   
D  2.Dukungan perawat akan membawa pasien untuk mengenal sedini mungkin perasaannya dan membagi kepada orang lain untuk mengurangi gangguan perasaannya
.
3.  3.  Penyelesaian singkat dan benar akan menghilangkan persepsi yang salah tentang penyakitnya.
4.   
S4.  Suport positif dapat membantu pasien untuk melakukan koping untuk mengatasi masalah.
5.   
P5.   pendekatan spritual membantu pasien untuk tetap tabah dalam menghadapi penyakitnya. 



4.         Diagnosa keperawatan post operasi (Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan, 2010).
1)    Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
2)    Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
3)    Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
4)    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
5.         Perencanaan Keperawatan / Intervensi.
          Penjelasan:
1)    Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
Tujuan     : Mempertahankan jalan napas paten dengan mencegah aspirasi.



                   Table 7 Rencana Asuhan Keperawatan
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja perna-fasan

2.    Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi



3.    Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara

4.    Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher, menyokog kepala dengan bantal.

5.    Bantu dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau batuk efektif sesuai indikasi

6.    Lakukan pengisapan lendir pada mulut dan trakea sesuai indikasi, catat warna dan karakteristik sputum

7.    Lakukan penilaian ulang terhadap balutan secara teratur, terutama pada bagian posterior

8.    Selidiki kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral


9.    Pertahankan alat trakeosnomi di dekat pasien Pembedahan tulang
1.    Pernafasan secara normal ka-dang-kadang cepat, tetapi ber-kembangnya distres pada perna-fasan merupakan indikasi kom-presi trakea karena edema atau perdarahan
2.    Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme lari-ngeal yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat
3.    Indikator obstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi dan intervensi segera
4.    Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan

5.    Mempertahankan
kebersihan jalan nafas dan evaluasi. Namun batuk tidak dianjurkan dan dapat menimbulkan nyeri yang berat, tetapi hal itu perlu untuk membersihkan jalan nafas
6.    Edema atau nyeri dapat mengganggu kemampuan pasien untuk mengeluarkan dan membersihkan jalan nafas sendiri
7.    Jika terjadi perdarahan, balutan bagian anterior mungkin akan tampak kering karena darah tertampung/terkumpul pada daerah yang tergantung
8.    Merupakan indikasi edema/per-darahan yang membeku pada jaringan sekitar daerah operasi
9.    Terkenanya jalan nafas dapat menciptakan suasana yang mengancam kehidupan yang memerlukan tindakan yang darurat
10. Mungkin sangat diperlukan untuk penyambungan/perbaikan pem-buluh darah yang mengalami perdarahan yang terus menerus

2)    Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
                   Tujuan    :           Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.
                                                       Table 8 Rencana Asuhan Keperawatan
INTERVENSI
RASIONAL
1.   1.   Kaji fungsi bicara secara periodik


2.  2.    Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban ya atau tidak
3.     3. Memberikan metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis, kertas tulis/papan gambar
4.     4. Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien secara teratur

5.     5. Beritahu pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan jawablah bel panggilan dengan segera
6.    

 6. Pertahankan lingkungan yang tenang
1. 1.     Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena pembedahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa hari kerusakan saraf menetap dapat terjadi kelumpuhan pita suara atau penekanan pada trakea
2.  2.    Menurunkan kebutuhan beres-pon, mengurangi bicara

3.   3. Memfasilitasi ekspresi yang dibutuhkan

4.  4.    Menurunnya ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunikasi.

5. Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang diketahui/me-merlukan bantuan

6.   6.   Meningkatkan kemampuan men-dengarkan komunikasi perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang harus diucapkan pasien untuk dapat didengarkan

3)    Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
                 Tujuan       :           Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi                       terpenuhi/terkontrol.
                                    Table 9 Rencana Asuhan Keperawatan
INTERVENSI
RASIONAL
1.     1. Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140 – 200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru)
2.    2.  Evaluasi refleksi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan tersentak, adanya kejang, prestesia





3.   3.   Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang rendah
4.     4. Memantau kadar kalsium dalam serum

5.     5. (Kolaborasi) Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat)
1.   1.   Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibat-kan peningkatan pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tyroid

2.     2. Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat ter-jadi 1 – 7 hari pasca operasi dan merupakan indikasi hypopara-tiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid selama pembedahan
3.    
     3.  Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang


4.   4.   Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti
5.  5.    Memperbaiki kekurangan kal-sium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi permanen

4)    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
                    Tujuan    :  Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan mengadakan relaksasi dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi.



                                                       Table 10 Rencana Asuhan Keperawatan
INTERVENSI
RASIONAL


1.   1.   Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya
2.   2.   Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/ leher dengan bantal pasir/bantal kecil
3.     3. Pertahankan leher/kepala dalam posisi netral dan sokong selama perubahan posisi. Instruksikan pasien menggunakan tangannya untuk menyokong leher selama pergerakan dan untuk menghindari hiperekstensi leher
4.   Letakkan bel dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah

5.  Berikan minuman yang sejuk/ makanan yang lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan

6.    Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, musik yang lembut, relaksasi progresif
7.    (Kolaborasi) Beri obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai kebutuhannya
8.
1.    1.  Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan in-tervensi, menentukan efektivitas terapi
2.    2.  Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas garis jahitan

3.    3.  Mencegah stress pada garis jahitan dan menurunkan tegangan otot,Membatasi ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi

5.     
    4.  Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan
6. 5. Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif
7.  6.    Beri obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai kebutuhannya
8.   
    7. Menurunnya edema jaringan dan menurunkan persepsi terhadap nyeri






6.    Pelaksanaan
            Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling ketergantungan/kolaborasi, dan tindakan rujukan/ ketergantungan.
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata sering implementasi jauh berbeda dengan rencana. Hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan  rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang biasa adalah rencana tidak tertulis yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal ini sangat membahayakan klien dan perawat jika berakibat fatal, dan juga tidak memenuhi aspek legal.
Sebelum melakasanakan tindakan yang suda direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai kondisi saat ini. Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyain kemampuan interpersonal, intelektual, teknik sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan (Barara, 2013)
7.    Evaluasi
            Menurut Alvaro-Levevre, evaluasi mengacu pada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal. Hal-hal yang diperhatikan dalam evaluasi adalah :
1)    Perawat menemukan reaksi klien terhadap intevensi keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat diterimah.
2)    Perencanaan merupakan dasar yang mendukung suatu evaluasi.
3)    Menetapkan kembali informasi baru yang diberikan kepada klien untuk mengganti atau menghapus diagnosa keperawatan, tujuan, atau intervensi keperawatan.
4)    Menentukan target dari suatu hasil yang ingin dicapai adalah keputusan bersama antara perawata dan klien.
5)    Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu sendiri. Proses evaluasi memerlukan beberapa keterampilan dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan, pengetahuan mengenai standar asuhan keperawatan, respon klien normal terhadap tindakan keperawatan, dan pengetahuan konsep teladan dari keperawatan (Barara, 2013).




(Gambar 2 Penyimpangan KDM)

Description: Description: Description: Description: Description: Description: http://1.bp.blogspot.com/-LyKv0tKv1lQ/U3kcvP6J-4I/AAAAAAAAArc/58b-ajXuMTg/s1600/WOC+STRAUMA.jpg


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.   Konsep Dasar Medis
1)    Pengertian Struma
Struma didefenisikan sebagai pembesaran kelenjar tiroid sebagai akibat pertambahan ukuran sel/jaringan. (M. Clevo dkk, 2006. hal. 198. Struma juga dipahami sebagai pembesaran kelenjar tiroid dengan penyebab apapun. Sebagaimana dalam menurut Pierce A. Grance dkk dalam At Glance Ilmu Bedah” dinyatakan struma (goitre) adalah pembesaran tiroid dengan penyebab apapun).
Struma merupakan pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar – debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease). Ada juga struma yang tidak menimbulkan gejala seperti itu bahkan tidak ada gejala sama sekali sehingga pasien datang berobat hanya karena keluhan merasa takut atau risih karena gondoknya membesar, hal ini bisa disebabkan oleh cairan tiroid (kista tiroid) dan kanker kelenjar tiroid.
Struma juga bisa disebakan oleh asupan mineral iodium yang kurang dalam waktu yang lama (gondok endemik). Pemeriksaan yang dilakukan adalah mengetahui dulu status horman tiroid dengan pemeriksaan FT4 dan TSH, USG kelenjar tiroid dan scanning kelenjar tiroid. Pengobatan dari struma ini tergantung dari status horman tiroid (hipertiroid, eutiroid atau hipotiroid), dari USG apakah mengandung cairan
            Kelenjar tiroid terletak tepat di bawah laring pada kedua sisi dan sebelah anterior trakea. Tiroid menyekresikan dua hormon utama, tiroksin (T4), dan triiodotironin (T3), serta hormon kalsitonin yang mengatur metabolisme kalsium bersama dengan parathormon yang dihasilkan oleh kelenjar paratiroid (Guyton and Hall, 2010).
            Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilk



2)    Anatomi Fisiologi Kelenjar Tiroid
                        (Gambar. 1 Anatomi Kelenjar Tiroid)
Description: Description: Description: Description: Description: GAMBAR 1 BAB II.jpg
            Pada manusia,kelenjar tiroid terletak di leher bagian anterior dan fungsinya adalah sintesis dan sekeresi hormon tiroid tirosksin (T4) dan tri-iodotiton (T3).Hormon-hormon ini bersifat esensial untuk tubuh kembang normal homeostatis tubuh dengan meregulasikan produksi hormon paratirod tertanam dalam kelenjar tiroid,dan sel parafolikular yang tersebar antara folikel tiroid memproduksi kalsitonin.Kelenjar tiroid manusia mulai berkembang sekitar 4 minggu setelah konsepsi dan bergerak turun ke leher sejalan dengan pembentukan struktur bilobular  yang khas. Proses ini  selesai pada trimester ketiga.
            Pada orang dewasa normal,kelenjar ini memiiki 2 lobus dengan berat sekitar 25 g dan terletak dekat dengan trakea .Kelenjar ini terdiri dari lebih dari satu juta kelompok sel,atau folikel.Struktur ini tersusun sferis dan terdiri dari sel-sel yang mengelilingi rongga sentral yang mengandung zat seperti jeli yang disebut koloid, yang fungsinya menyimpan hormon tiroid sebelum disekresikan. Setiap sel tiroid meiliki tiga fungsi ; (1) eksokrin ,karena mensekresikan zat ke dalam koloid,(2) absorptif, karena mengambil zat dari koloid dengan pinositosis; dan  (3) endokrin, karena mensekresikan hormon langsung ke dalam aliran darah. (At a Glance, 2012)
3)    Etiologi
            Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-selnya bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang bertambah dengan pembentukan struktur morfologi baru. Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama:
1.         Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau jaringan tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid lingual).
2.         Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit tiroiditis Hashimoto.
3.         Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada struma koloid dan struma endemik.
4.         Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi adenoma – sejenis tumor jinak – dan adenokarsinoma, suatu tumor ganas.
5.         Defisiensi iodium
6.         Konsumsi goitrogenik glikosida agent secara berlebihan (memakan sekresi hormon tiroid).
7.         Mengkonsumsi obat-obatan anti tiroid jangka panjang
8.         Anomali
9.         Peradangan atau tumor/neoplasma 
4)    Klasifikasi Struma
1.    Berdasarkan Fisiologisnya :
a)    Eutiroid          : aktivitas kelenjar tiroid normal
b)    Hipotiroid       : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal
c)    Hipertiroid      : aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan
2.    Berdasarkan Klinisnya :
a)    Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
1.    Difusa      :  endemik goiter, gravid
2.    Nodusa    :  neoplasma
b)     Toksik (Hipertiroid)
1.    Difus        :  grave, tirotoksikosis primer
2.    Nodusa    :  tirotoksikosis skunder
3.    Berdasarkan Morfologinya :
a)    Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun relatif). Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas.  Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau kelenjar akan menjadi fase istirahat.
b)    Struma Colloides Diffusa
Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid dan ukuran kelenjar membesar.


c)    Struma Nodular
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi pada masing-masing periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan). Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid yang hiperinvolusi.
             Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk memberikan mengalami hiperinvolusi (involusi yang berlebihan/mengecil). kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular, kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya.




5)    Patofisiologi
Berbagai faktor diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertrofi kelenjar tiroid termasuk didalamnya defisiensi iodium, goitrogenik glikosida agent ( zat atau bahan ini dapat memakan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak, kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan atau tumor atau neoplasma. Sedangkan secara fisiologis menurut Benhard (2011) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai akibat peningkatan aktivitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan. Bahkan dikatakan pada kondisi stress sekalipun kebutuhan tubuh akan hormon ini cenderung meningkat. Laju metabolisme tubuh pada kondisi-kondisi diatas meningkat.
Berdasarkan kejadian atau penyebarannya ada yang disebut Struma Endemis dan Sporadis. secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini dijumpai menyebar diberbagai tempat atau daerah. Bila dihubungkan dengan penyebab, maka struma sporadis banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis dimana kasus-kasus ini struma ini dijumpai pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi iodium.
Bahan dasar pembentukan hormon-hormon kelenjar tiroid adalah iodium yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung iodium. Ion iodium (iodida) darah masuk kedalam kelenjar tiroid secara transport aktif dengan ATP sebagain sumber energi. selanjutnya sel-sel folikel kelenjar tiroid akan mensintesis Tiroglobulin (sejenis glikoprotein) dan selanjutnya mengalami iodinisasi sehingga akan terbentuk iodotironin (DIT) dan mono iodotironin (MIT). Proses ini memerlukan enzim peroksida sebagai katalisator. Proses akhir adalah berupa reaksi penggabungan. Penggabungan dua molekul DIT akan membentuk tetra iodotironin tiroxin (T4) dan molekul DIT bergabung dengan MIT menjadi tri iodotironin (T3) untuk selanjutnya masuk kedalam plasma dan berikatan dengan protein binding iodine. Reaksi penggabungan ini dirangsang oleh hormon TSH dan dihambat oleh tiourasil, Tiourea, sulfonamid dan metilkaptoimidazol.
Melihat proses singkat terbentuknya hormon tiroid maka pemasukan iodium yang berkurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, bahan atau zat yang mengandung tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan metilkaptoimidazol, glukosil goitrogenik, gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta faktor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormon tiroid. bila kadar hormon-hormon tiroid kurang makan akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktivitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertropi). Dengan kompensasi ini kadar hormon seimbang kembali.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ disekitarya. Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esofagus. Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong trakea, esofagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. penekanan pada pitasuara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau. Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. tentu dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri.




6)    Manifestasi Klinis Struma
1)          Berdebar-debar/meningkatnya denyut nadi
Berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja perangsangan jantung, sehingga curah jantung dan tekanan darah sistolik akan meningkat. Bila akhirnya penyakit ini menghebat, bias timbul fibrilasi atrial dan akhirnya gagal jantung kongestif. Tekanan nadi hampir selalu dijumpai meningkat (pulsus celer) Pulsus celer biasanya terdapat pada peyakit 3A, 3B dan IN (anemia gravis, arterioveneus shunt, aorta insufficiency, botali persisten, beri-beri, basedow dan nervositas. Pembuluh darah di perifer akan mengalami dilatasi. Laju filtrasi glomerulus, aliran plasma ginjal, serta traspor tubulus akan meningkat di ginjal, sedangkan di hati pemecahan hormone steroid dan obat akan dipercepat.
2)           Keringat
  Metabolisme energi tubuh akan meningkat sehingga meningkatkan metabolisme panas, proteolisis, lipolisis, dan penggunaan oksigen oleh tubuh. Metabolisme basal hampir mendekati dua kalinya menyebabkan pasien tidak tahan terhadap hawa panas lalu akan mudah berkeringat.

3)          Konstipasi     
  pada penderita kurang asupan nutrisi dan cairan, yang mengakibat kurangnya atau tidak adanya nutrisi dan cairan yang bisa diserap oleh usus. Maka dari itu system eliminasi pada penderita struma terganggung.
4)         Gemetar          
  Kadang-kadang pasien menggerakkan tangannya tanpa tujuan tertentu, timbul tremor halus pada tangan
5)         Gelisah
  Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan hiperrefleksia saraf tepi oleh karena hiperaktifitas dari saraf dan pembuluh darah akibat aktifitas T3 dan T4. Gangguan sirkulasi ceberal juga terjadi oleh karena hipervaskularisasi ke otak, menyebabkan pasien lebih mudah terangsang. Nervous, gelisah depresi dan mencemaskan hal-hal yang sepele.
6)         Berat badan menurun
  Lipolisis (proses pemecahan lemak yang tersimpan dalam sel lemak tubuh) menyebabkan berat badan menurun, asam lemak bebas dihasilkan menuju aliran darah dan bersirkulasi ke tubuh. Lipolisis juga menyebabkan hiperlipidasidemia dan meningkatnya enzim proteolitik sehingga menyebabkan proteolisis yang berlebihan dengan peningkatan pembentukan dan ekresi urea.
7)         Mata Membesar
  Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis yang sekunder, gejala mata tidak selalu ada dan kalaupun ada tidak seberapa jelas. Pada hipertiroidisme imunogenik (morbus Graves) eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi akibat retensi cairan abnormal di belakang bola mata; penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan reseptor TSH. Akibatnya, terjadi inflamasi retrobulbar dengan pembengkakan bola mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat retrobulbar.
8)         Nyeri pada Tenggorokan ( Karena area trakea tertekan )
9)         Kesulitan bernapas dan menelan ( Karena area trakea             tertekan )
              Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong  trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen.
10)      Suara serak
  Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
7)    Komplikasi
1)    Suara menjadi serak/parau
      Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
2)    Perubahan bentuk leher
      Jika terjadi pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak.
3)    Disfagia
      Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong eshopagus sehingga terjadi disfagia yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit.
4)    Sulit bernapas
      Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong  trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen.
5)    Penyakit jantung hipertiroid
      Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung.
6)    Oftalmopati Graves
      Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup pasien sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu.


7)    Dermopati Graves
      Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian bawah (miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans. Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit.
8)    Pemeriksaan Diagnostik
1)            Palpasi
            Palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal. Jika di auskultasi terdengar bunyi seperti pluit.
2)            Termografi
            Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat. Alatnya adalah Dynamic Tele-Thermography. Hasilnya disebut n panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9°C dan dingin apabila <0,9°C.  Pada penelitian Alves didapatkan bahwa yang ganas semua  hasilnya panas. Dibandingkan dengan cara pemeriksaan yang lain ternyata termografi ini adalah paling sensitif dan spesifik.
Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin) dalam batas normal.
Nilai normal :
3.1       T4 serum                     : 4.9 – 12.0 µg/dL
3.2       Tiroksin bebas             : 0.5 – 2.8 µg/dL
3.3       T3 serum                     : 115 - 190 µg/dL
3.4       TSH serum                  : 0.5 – 4 µg/dL
3.5       FT1 serum                   : 6.4 - 10 %                                    
3)            Pada Pemeriksaan USG (ultrasonografi)
            Dapat menentukan apakah lesi tersebut kistik ataukah padat. Kebanyakan karsinoma adalah padat, kebanyakan lesi yang kistik atau campuran adalah jinak. Teknik ultasonografi digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid, baik yang teraba pada palpasi maupun yang tidak, merupakan nodul tunggal atau multiple padat atau kistik. Pemeriksaan ultasonografi ini terbatas nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan keganasan tapi hanya dapat mendeteksi nodul yang berpenampang lebih dari setengah centimeter.
            Kelainan- kelainan yang dapat didiagnosis secar USG ialah:
a.    Kista; kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis.
b.    Adenoma/ nodul padat; iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai hal yaitu suatu lingkaran hipoekoik disekelilingnya.
c.    Kemungkinan karsinoma; nodul padat, biasanya tanpa halo.
Tiroditis; hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.
d.    USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:
a)    Dapat menentukan jumlah nodul.
b)    Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.
c)    Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.
d)    Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.
e)    Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid.
f)     Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi terarah.
g)    Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
4)            Pemeriksaan sidik tiroid.
            Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Na peroral dan setelah 24 jam secara foto grafik ditentukan konsentrasi yadium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.
            Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu :
a.    Nodul dingin bila penangkapan iodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
b.    Nodul panas bila penangkapan iodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c.    Nodul hangat bila penangkapan iodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah nodul itu ganas atau jinak.

5)            Dilakukan foto thorak posterior anterior.
            Memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal, untuk evaluasi kondisi jalan nafas.
6)            Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode             soft tissu technig.
7)            Biopsy dan Sitologi Tiroid
            Biopsy ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsy aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan dengan cara ini adalah dapat memberikan hasil negative palsu karena lokasi biopsy kurang tepat, teknik biopsy kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi aleh ahli sitologi:
a.    Jarum yang diletakan ke spuid dan ditahan dalam penahan dimasukan ke dalam pembengkakan tiroid yang akan menjalani biopsy.
b.    Pengisap ditarik pada tangkai spuid.
c.    Dengan mempertahankan pengisapan, jarum digerakkan maju mundur pada pembengkakan dalam berbagai arah.
d.    Pengisap dilepaskan dari spuid.
e.    Jarum dan spuid lalu ditarik dari pembengkakan tiroid.
      Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan biopsy aspirasi jarum halus ( fine needle aspioration biopsy, FNA ). Cara pemeriksaan ini cukup akurat untuk mendiagnosis karsinoma tiroid, tiroiditis, atau limfoma. Biopsy aspirasi tidak mempunyai batasan dalam hal ukuran tumor, asalkan lesi ini dapat dipalpasi. Saat dilakukan penusukan tidak perlu dilakukan anastesi lokal:
a)    Jarum diambil dari spuid.
b)    Udara ditarik ke dalam spuid.
c)    Jarum dan spuid disambung lagi.
d)    Penghisap spuid didorong lembut ke bawah, yang mengeluarkan sel ke atas gelas objek mikroskop
9)    Penatalaksanaan
1)     Struma Difus Toksik (Grave's Disease)
      Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (iodium radioaktif, tiroidektomi subtotal):

a.    Obat antitiroid
Indikasi :
            Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
b.    Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat iodium aktif.
c.    Persiapan tiroidektomi
d.    Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.
e.    Pasien dengan krisis tiroid.
Obat antitiroid yang sering digunakan :
            Table 1  Obat Antitiroid

Obat

Dosis awal (mg/hari)

Pemeliharaan (mg/hari)

Karbimazol

30-60

5-20

Metimazol

30-60

5-20

Propiltourasil

300-600

5-200

Pengobatan dengan iodium radioaktif
Indikasi :
a.       Pasien umur 35 tahun atau lebih
b.      Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian          dioperasi
c.      Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
d.      Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
            Yodium radioaktif diberikan melalui mulut, dalam bentuk cairan 1-2 ml, tidak berasa dan berbau, dan dengan cepat diserap melalui saluran cerna. Iodium radioaktif ini akan masuk ke kelenjar tiroid melalui aliran darah dan merusak kelenjar tiroid. Walaupun radioaktivitas ini menetap selama beberapa waktu dalam kelenjar tiroid, iodium radioaktif ini akan dikeluarkan melalui bagian tubuh dalam beberapa hari.
            Efek pada kelenjar tiroid akan terjadi dalam 1-3 bulan dan efek maksimal terjadi antara 3-6 bulan. Pada sebagian kasus pengobatan iodium radioaktif cukup satu kali saja, akan tetapi pada keadaan dengan kelenjar gondok yang besar, diperlukan dosis iodium radioaktif yang kedua untuk mengablasi/mematikan kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid yang diablasi lama kelamaan produksi hormon tiroid akan berkurang bahkan tidak ada sama sekali dan dalam jangka panjang dapat terjadi hipotiroid (kebalikan dari hipertiroid).
            Oleh karena itu setelah mendapat pengobatan iodium radioaktif secara berkala setiap 6-12 bulan diperiksa fungsi tiroid dan bila terjadi hipotiroid, harus diberikan pengganti/substitusi hormon tiroid yang diberikan seumur hidup (karena kelenjar tiroid sudah tidak berfungsi lagi) dengan dosis sesuai kebutuhan. Pasien cukup minum tablet hormon tiroid secara teratur seperti halnya minum vitamin.






E. Tiroidektomi
      Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan semua atau sebagian dari kelenjar tiroid. Klasifikasi dari tiroidektomi adalah total tiroidektomi dan nyaris total tiroidektomi. Indikasi dilakukan tiroidektomi adalah gondok, kanker tiroid, hipertiroidisme, gejala obstruksi, kosmetik.
      Tiroidektomi parsial atau total dapat dilaksanakan sebagai terapi primer terhadap karsinoma tiroid, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme:
a.    Tiroidektomi total : kelenjar tiroid diangkata seluruhnya
b.    Tiroidektomi parsial : mengangkat sebagian kelenjar tiroid
c.    Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.
Indikasi :
a.    Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
b.    Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
c.    Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima iodium radioaktif
d.    Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
      Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau            lebih nodul:
2)    Struma Nodular Toksik
      Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 2011)
3)    Struma Non Toksis
      Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al,2011)
Operasi
                        Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah:
a.    Keganasan
b.    Penekanan
c.    Kosmetik
      Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher fungsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.
Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :
a.    Inoperabel
b.    Kontraindikasi operasi
c.    Ada residu tumor setelah operasi
d.    Metastase yang non resektabel
      Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik (TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.
B.   Konsep Asuhan Keperawatan
         Suatu bentuk pelayanan keperawatan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiatnya, dimana pelayanan keperawatan mengacu pada pelayanan bio, psiko, sosial, spiritual yang komprehensif ditujukan kepada pasien, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat. Langkah proses keperawatan itu sendiri meliputi :
1.    Pengkajian.
Pengumpulan data yang berhubungan dengan pasien secara sistematis (Marilynn E Doenges edisi 3). Pengumpulan data dan sumber data dapat dilakukan melalui observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik yang meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pengkajian data pasien meliputi:
1)      Aktifitas \ Istirahat  : Insomnia, sensitifitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi kelelahan berat, atrofi otot.
2)    Eliminasi  : Urine dalam jumlah banyak perubahan dalam faeses diare.
3)    Integritas ego  : Mengalami stres yang berat baik fisik maupun emosional.
4)    Makanan \ cairan  :  Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan yang meningkat, makan banyak, makannya sering kehausan, mual muntah pembesaran tyroid.
5)    Rasa nyeri \ Kenyamanan  : Nyeri orbital, fotofobia.
6)    Pernafasan  : Frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea.
7)    Keamanan  :
Tidak toleransi terhadap panas keringat yang         berlebihan, suhu meningkat di atas 370 C, kulit halus, hangat         dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus.
8)    Eksoftalmus   :   retraksi, iritasi pada kongjungtiva dan berair.
9)    Seksualitas  : penurunan libido, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotens.



2.    Diagnosa keperawatan pada pre operasi
            Yang lazim terjadi pada struma pre operasi :
1)    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hyperplasia kelenjar tyroid.
2)    Gangguan body image berhubungan dengan involusi kelenjar tyroid.
3)    Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan pada esofagus, kesulitan menelan.
4)    Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.

3.    Perencanaan Tindakan Keperawatan sesuai Prioritas Masalah
1)         Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hyperplasia kelenjar tyroid.
Tujuan : mengatasi nyeri pasien.
              Table 2 Rencana Asuhan Keperawatan
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Kaji tingkat nyeri pasien


2.  
2.    Anjurkan pasien untuk makanan lunak.  
3.    Menganjurkan pasien supaya makan sedikit-sedikit tapi sering.
4.    Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
1.   Mengetahui tingkat nyeri pasien dan sebagai dasar untuk menentu-kan rencana tindakan selanjutnya.
2.   Mengurangi resiko nyeri saat     menelan.
3.   Dengan makan sedikit-sedikit tidak akan memperberat rasa sakit saat menelan.
4.   Analgetik dapat menekan pusat nyeri sehingga impuls nyeri tidak diteruskan ke otak

2)         Gangguan body image berhubungan dengan involusi kelenjar tyroid.
Tujuan  :  Pasien mengerti tentang adanya perubahan bentuk tubuh dan mau menerima keadaannya serta mengembangkan mekanisme pemecahan masalah dan beradaptasi dengan baik.
              Table 3 Rencana Asuhan Keperawatan
INTERVENSI
RASIONAL
1.  Diskusi dengan pasien bagaimana proses penyakitnya pengaruhnya.

2.  Kaji kesulitan yang dialami pasien




3 

3.   Berikan suport pada pasien dalam melakukan pengobatan dan beri pengertian.
1.   Sebagai informasi tambahan untuk memulai proses metode pemecahan masalah.

2.  Perasaan pasien terhadap kondisi fisiknya merupakan hal yang nyata dimana perawat harus bisa meyakinkan pasien bahwa dengan kemajuan teknologi masalah pasien bisa diatasi.

3.  Pasien tidak menganggap peruba-han yang dialaminya sebagai suatu masalah
        
3)         Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan pada esofagus, kesulitan menelan.
Tujuan     :        Pasien mengatakan berat badannya stabil dan bebas dari tanda-tanda malnutrisi.
                  Table 4 Rencana Asuhan Keperawatan
INTERVENSI
RASIONAL
1.       Monitor intake tiap hari
2.     
2.     Anjuran pasien untuk makan makanan yang tinggi kalori dan kaya akan gizi.
3.    Kontrol faktor lingkungan seperti bau yang tidak sedap dan hindari makanan yang pedas dan berminyak.
1.    Nutrisi merupakan kebutuhan  yang harus tetap terpenuhi setiap hari untuk mencegah terjadinya mal-nutrisi.
2.    Suplemen makanan tersebut akan mempertahankan jumlah kalori dan protein dalam tubuh tetap dalam keadaan stabil.
3.    Lingkungan yang buruk akan memperburuk keadaan mual dan menyebabkan muntah, efektifitas diet merupakan hal yang individual untuk dapat mengatasi adanya mual.













4)         Perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Bantuan pasien dalam melaku-kan perawatan diri.
2.    Anjuran keluarga pasien untk berpartisipasi dalam perawa-tan diri pasien.
3.    Anjuran pasien untuk melaku-kan perawatan diri secara bertahap.
4.    Bantu pasien untuk melaku-kan perawatan diri secara bertahap.
5.    HE kepada pasien dan keluarganya tentang penting-nya kebersihan.
1.    Membantu dalam mempertahankan personal hygiene pasien.
2.    Pasien tidak merasa terbebani dalam melakukan perawatan diri.
3.    Mempersiapkan diri pasien untuk tidak tergantung pada orang lain karena adanya kelemahan fisik.
4.    Mempermudah pasien dalam melakukan perawatan diri.
5.    Pasien dan keluarganya bisa termotifasi untuk tetap menjaga personal hygiene pasien.
Tujuan        :  Pasien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuannya dan dapat mendemonstrasikan teknik perawatan














5)         Anxietas berhubungan dengan interpretasi yang salah dan prosedur pembedahan
Tujuan  :  Pasien dapat mengungkapkan bahwa kecemasannya sudah berkurang atau sudah tidak cemas lagi.
                     Table 6 Rencana Asuhan Keperawatan
INTERVENSI
RASIONAL
1.  1. Kaji tingkat kecemasan pasien.

2 2.    Berikan dorongan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaannya.


3.   3. Berikan penjelasan singkat tentang penyakitnya dan prosedur pembedahannya.
4.  
B4.  Beri support positif kepada pasien.
5.  
A 5. Anjurkan kepada pasien untuk selalu melakukan pendekatan spritual.
1.  1.  Sebagai dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya.
2.   
D  2.Dukungan perawat akan membawa pasien untuk mengenal sedini mungkin perasaannya dan membagi kepada orang lain untuk mengurangi gangguan perasaannya
.
3.  3.  Penyelesaian singkat dan benar akan menghilangkan persepsi yang salah tentang penyakitnya.
4.   
S4.  Suport positif dapat membantu pasien untuk melakukan koping untuk mengatasi masalah.
5.   
P5.   pendekatan spritual membantu pasien untuk tetap tabah dalam menghadapi penyakitnya. 



4.         Diagnosa keperawatan post operasi (Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan, 2010).
1)    Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
2)    Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
3)    Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
4)    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
5.         Perencanaan Keperawatan / Intervensi.
          Penjelasan:
1)    Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
Tujuan     : Mempertahankan jalan napas paten dengan mencegah aspirasi.



                   Table 7 Rencana Asuhan Keperawatan
INTERVENSI
RASIONAL
1.    Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja perna-fasan

2.    Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi



3.    Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara

4.    Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher, menyokog kepala dengan bantal.

5.    Bantu dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau batuk efektif sesuai indikasi

6.    Lakukan pengisapan lendir pada mulut dan trakea sesuai indikasi, catat warna dan karakteristik sputum

7.    Lakukan penilaian ulang terhadap balutan secara teratur, terutama pada bagian posterior

8.    Selidiki kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral


9.    Pertahankan alat trakeosnomi di dekat pasien Pembedahan tulang
1.    Pernafasan secara normal ka-dang-kadang cepat, tetapi ber-kembangnya distres pada perna-fasan merupakan indikasi kom-presi trakea karena edema atau perdarahan
2.    Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme lari-ngeal yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat
3.    Indikator obstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi dan intervensi segera
4.    Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan

5.    Mempertahankan
kebersihan jalan nafas dan evaluasi. Namun batuk tidak dianjurkan dan dapat menimbulkan nyeri yang berat, tetapi hal itu perlu untuk membersihkan jalan nafas
6.    Edema atau nyeri dapat mengganggu kemampuan pasien untuk mengeluarkan dan membersihkan jalan nafas sendiri
7.    Jika terjadi perdarahan, balutan bagian anterior mungkin akan tampak kering karena darah tertampung/terkumpul pada daerah yang tergantung
8.    Merupakan indikasi edema/per-darahan yang membeku pada jaringan sekitar daerah operasi
9.    Terkenanya jalan nafas dapat menciptakan suasana yang mengancam kehidupan yang memerlukan tindakan yang darurat
10. Mungkin sangat diperlukan untuk penyambungan/perbaikan pem-buluh darah yang mengalami perdarahan yang terus menerus

2)    Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
                   Tujuan    :           Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.
                                                       Table 8 Rencana Asuhan Keperawatan
INTERVENSI
RASIONAL
1.   1.   Kaji fungsi bicara secara periodik


2.  2.    Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban ya atau tidak
3.     3. Memberikan metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis, kertas tulis/papan gambar
4.     4. Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien secara teratur

5.     5. Beritahu pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan jawablah bel panggilan dengan segera
6.    

 6. Pertahankan lingkungan yang tenang
1. 1.     Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena pembedahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa hari kerusakan saraf menetap dapat terjadi kelumpuhan pita suara atau penekanan pada trakea
2.  2.    Menurunkan kebutuhan beres-pon, mengurangi bicara

3.   3. Memfasilitasi ekspresi yang dibutuhkan

4.  4.    Menurunnya ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunikasi.

5. Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang diketahui/me-merlukan bantuan

6.   6.   Meningkatkan kemampuan men-dengarkan komunikasi perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang harus diucapkan pasien untuk dapat didengarkan

3)    Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
                 Tujuan       :           Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi                       terpenuhi/terkontrol.
                                    Table 9 Rencana Asuhan Keperawatan
INTERVENSI
RASIONAL
1.     1. Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140 – 200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru)
2.    2.  Evaluasi refleksi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan tersentak, adanya kejang, prestesia





3.   3.   Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang rendah
4.     4. Memantau kadar kalsium dalam serum

5.     5. (Kolaborasi) Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat)
1.   1.   Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibat-kan peningkatan pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tyroid

2.     2. Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat ter-jadi 1 – 7 hari pasca operasi dan merupakan indikasi hypopara-tiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid selama pembedahan
3.    
     3.  Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang


4.   4.   Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti
5.  5.    Memperbaiki kekurangan kal-sium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi permanen

4)    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
                    Tujuan    :  Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan mengadakan relaksasi dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi.



                                                       Table 10 Rencana Asuhan Keperawatan
INTERVENSI
RASIONAL


1.   1.   Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya
2.   2.   Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/ leher dengan bantal pasir/bantal kecil
3.     3. Pertahankan leher/kepala dalam posisi netral dan sokong selama perubahan posisi. Instruksikan pasien menggunakan tangannya untuk menyokong leher selama pergerakan dan untuk menghindari hiperekstensi leher
4.   Letakkan bel dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah

5.  Berikan minuman yang sejuk/ makanan yang lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan

6.    Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, musik yang lembut, relaksasi progresif
7.    (Kolaborasi) Beri obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai kebutuhannya
8.
1.    1.  Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan in-tervensi, menentukan efektivitas terapi
2.    2.  Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas garis jahitan

3.    3.  Mencegah stress pada garis jahitan dan menurunkan tegangan otot,Membatasi ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi

5.     
    4.  Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan
6. 5. Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif
7.  6.    Beri obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai kebutuhannya
8.   
    7. Menurunnya edema jaringan dan menurunkan persepsi terhadap nyeri






6.    Pelaksanaan
            Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling ketergantungan/kolaborasi, dan tindakan rujukan/ ketergantungan.
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata sering implementasi jauh berbeda dengan rencana. Hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan  rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang biasa adalah rencana tidak tertulis yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal ini sangat membahayakan klien dan perawat jika berakibat fatal, dan juga tidak memenuhi aspek legal.
Sebelum melakasanakan tindakan yang suda direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai kondisi saat ini. Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyain kemampuan interpersonal, intelektual, teknik sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan (Barara, 2013)
7.    Evaluasi
            Menurut Alvaro-Levevre, evaluasi mengacu pada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal. Hal-hal yang diperhatikan dalam evaluasi adalah :
1)    Perawat menemukan reaksi klien terhadap intevensi keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat diterimah.
2)    Perencanaan merupakan dasar yang mendukung suatu evaluasi.
3)    Menetapkan kembali informasi baru yang diberikan kepada klien untuk mengganti atau menghapus diagnosa keperawatan, tujuan, atau intervensi keperawatan.
4)    Menentukan target dari suatu hasil yang ingin dicapai adalah keputusan bersama antara perawata dan klien.
5)    Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu sendiri. Proses evaluasi memerlukan beberapa keterampilan dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan, pengetahuan mengenai standar asuhan keperawatan, respon klien normal terhadap tindakan keperawatan, dan pengetahuan konsep teladan dari keperawatan (Barara, 2013).




(Gambar 2 Penyimpangan KDM)

Description: Description: Description: Description: Description: Description: http://1.bp.blogspot.com/-LyKv0tKv1lQ/U3kcvP6J-4I/AAAAAAAAArc/58b-ajXuMTg/s1600/WOC+STRAUMA.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar