A.
KONSEP
DASAR MEDIS
1. PENGERTIAN
Benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering
terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat (Yuliana
Elin, 2011 dikutip oleh Nurarif & Kusuma, 2013).
Benigna
Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit pembesaran atau hipertrofi dari
prostat. Kata-kata hipertrofi seringkali menimbulkan kontroversi di kalangan
klinik karena sering rancu dengan hyperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari
segi kualitas terjadi pembesaran sel, namun tidak diikuti oleh jumlah
(kuantitas). Sedangkan hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel (kualitas)
dan diikuti oleh penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH seringkali menyebabkan
gangguan dalam eliminasi urine karena pembesaran prostat yang cenderung kearah
depan / menekan vesika urinaria (Baugman, 2000 dikutip oleh Prabowo & Eka,
2014).
|
Dari
beberapa pendapat para ahli di atas mengenai Benigna Prostat Hiperplasia, maka dari
itu dapat disimpulkan bahwa Benigna Prostat Hiperplasia merupakan keadaan
dimana terjadi pembesaran prostat ke arah depan / menekan vesika urinaria sehingga
terjadi obstruksi dan ritriksi pada jalan urine (uretra).
2.
ANATOMI
FISIOLOGI


Gambar 2.1. Sistem Perkemihan (NIDDK, 2008)
Sistem perkemihan atau sistem
urinaria adalah suatu sistem tubuh tempat terjadinya proses filtrasi atau
penyaringan darah sehingga darah terbebas dari zat-zat yang tidak digunakan
lagi oleh tubuh. Selain itu pada sistem ini juga terjadi proses penyerapan
zat-zat yang masih dipergunakan lagi oleh tubuh.
Kelenjar
prostat terletak tepat dibawah leher kandung kemih. Kelenjar ini mengelilingi
uretra dan dipotong melintang oleh duktus ejakulatorius, yang merupakan
kelanjutan dari vas deferen. Kelenjar ini berbentuk seperti buah kenari. Normal
berat ± 20 gram, didalamnya berjalan uretra posterior ± 2,5 cm. pada bagian
anterior difiksasi oleh ligamentum pubroprostatikum dan sebelah inferior oleh
diafragma urogenital. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus
ejakulatorius yang berjalan miring dan berakhir pada verumentarum pada dasar
uretra prostatika tepat proksimal dan sfingter uretra eksternal. Secara
embriologi, prostat berasal dari lima evaginasi epitel uretra posterior. Suplai
darah prostat diperdarahi oleh arteri vesikalis inferior dan masuk pada posisi
postero lateralis leher vesika drinase vena.
Prostat
bersifat difus dan bermuara kedalam pleksus santorini. Persarafan prostat
terutama berasal dari simpatik pleksus hipogastrikus dan serabut yang berasal
dari nervus sakralis ketiga dan keempat melalui pleksus sakralis. Drainase
limfe prostat ke nadi limfatisi obturatoria, iliaka eksterna dan presakralis,
serta sangat penting dalam mengevaluasi luas penyebaran penyakit dari prostat.
Fungsi
prostat adalah menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang berguna untuk
melindungi spermatozoa terhadap sifat asam yang terdapat pada uretra dan
vagina. Di bawah kelenjar ini terdapat kelenjar bulbo uretralis yang memiliki
panjang 2-5 cm. fungsi hampir sama dengan kelenjar prostat. Kelenjar ini
menghasilkan sekresi yang penyalurannya dari testis secara kimiawi dan
fisiologis sesuai kebutuhan spermatozoa. Sewaktu perangsangan seksual, prostat
mengeluarkan cairan yang encer seperti susu yang mengandung berbagai enzim dan
ion ke dalam duktus ejakulatorius. Cairan ini menambah volume cairan vesikula
seminalis dan sperma. Cairan prostat bersifat basa (alkalis). Sewaktu mengendap
di cairan wanita, bersama ejakulat yang lain cairan ini dibutuhkan karena
motilitas sperma akan berkurang dalam lingkungan dengan pH rendah (Elizabeth J. C, 2009 dikutip oleh Wijaya & Mariza,
2013).
3.
ETIOLOGI
Penyebab
belum diketahui secara pasti dari hyperplasia prostat, namun faktor usia dan
hormonal menjadi faktor predisposisi terjadinya BPH.
Beberapa
hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat sangat erat kaitannya dengan (Purnomo, 2007 dikutip oleh Prabowo & Eka, 2014) :
a. Peningkatan
DHT (dehidrotestosteron)
Peningkatan 5 alfa reduktase
dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat
mengalami hiperplasia.
b. Ketidakseimbangan
estrogen-testosteron
Ketidakseimbangan ini terjadi
karena proses degeneratif. Pada proses penuaan, pada pria terjadi peningkatan
hormon estrogen dan penurunan hormone testosteron. Hal ini memicu terjadinya
hiperplasia stroma pada prostat.
c. Interaksi
antar sel stroma dan sel epitel prostat
Peningkatan kadar epidermal
growth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan
epitel, sehingga akan terjadi BPH.
d. Berkurangnya
kematian sel (apoptosis)
Estrogen yang meningkat akan
menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori
stem sel
Sel
stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan memicu
terjadi Benigna prostat hiperplasia.
4. INSIDEN
Menurut
usia, insidensi BPH pada usia 40-an kemungkinan seseorang menderita penyakit
ini sebesar 40%, dan seiring meningkatnya usia, dalam rentang usia 60-70 tahun,
persentasenya meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun bisa mencapai 90%. Akan
tetapi, jika di lihat secara histology penyakit BPH, secara umum sejumlah 20%
pria pada usia 40-an, dan meningkat pada pria berusia 60-an, dan 90% pada usia
70.
Di
Indonesia, BPH menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan
secara umumn, diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang berusia di atas 50
tahun ditemukan menderita BPH ini. Oleh karena itu, jika dilihat, dari 200 juta
lebih rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan yang
berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira sejumlah 5 juta, maka dapat
dinyatakan kira-kira 2,5 juta pria Indonesia menderita penyakit (UGM, 2011).
5.
MANIFESTASI
KLINIK
Manifestasi klinik
Benigna Prostat Hiperplasia yaitu :
a.
Kalau
miksi merasa tidak puas.
b.
Urine
keluar menetes dan pancaran lemah.
c.
Pada malam hari miksi harus mengejan
d.
Bila miksi terasa panas.
e.
Dysuria, nocturia bertambah berat.
f.
Tidak bisa buang air kecil (kemih tidak puas).
g. Bisa terjadi infeksi karena sisa air kemih.
h. Terjadi panas tinggi dan bisa menggigil.
i. Nyeri pada daerah pinggang (menjalar ke ginjal).
j. Penderita merasa kesakitan.
k. Air
kemih menetes secara periodik (Wijaya & Mariza, 2013).
Manifestasi
klinik Post Op Benigna Prostat Hiperplasia :
a.
Ekspresi
wajah nampak meringis, Nyeri
b.
Susah
tidur, gelisah
c. Nampak adanya luka post Op
d. Hematuria, penurunan tekanan darah
e. Kelemahan otot
f. Akral
dingin, mukosa bibir nampak pucat
g. Terjadi kecemasan terhadap pembedahan
h. Kurang pajanan informasi (Harna, 2008).
6.
PATOFISIOLOGI
Prostat sebagai kelenjar ejakulat memiliki hubungan
fisiologis yang sangat erat dengan dihidrotestosteron (DHT). Hormon ini
merupakan hormon yang memacu pertumbuhan prostat sebagai kelenjar ejakulat yang
nantinya akan mengoptimalkan fungsinya. Hormon ini disintesis dalam kelenjar
prostat dari hormon testosteron dalam darah. Proses sintesis ini dibantu oleh
enzim reduktase tipe 2.
Selain DHT yang sebagai prekursor,
estrogen juga memiliki pengaruh terhadap pembesaran kelenjar prostat. Seiring
dengan penambahan usia, maka prostat akan lebih sensitif dengan stimulasi
androgen, sedangkan estrogen mampu memberikan proteksi terhadap BPH. Dengan
pembesaran yang sudah melebihi normal, maka akan terjadi desakan pada traktus
urinarius. Pada tahap awal, obstruksi traktus urinarius jarang manimbulkan
keluhan, karena dengan dorongan mengejan dan kontraksi yang kuat dari m.
Detrusor mampu mengeluarkan urine secara spontan. Namun, obstruksi yang sudah
kronis membuat dekompensasi dari Detrusor untuk berkontraksi yang akhirnya
menimbulkan obstruksi saluran kemih (Mitchell 2009 dikutip oleh
Prabowo & Eka, 2014).
7.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan
Laboratorium
1.) Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit
dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
2.) Pemeriksaan urine lengkap dan kulturnya juga diperlukan.
3.) PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa
sebagai kewaspadaan adanya keganasan.
b. Pemeriksaan
Uroflowmetri
Pemeriksaan ini untuk mengetahui kelemahan pancaran
urine. Secara objektif pancaran urine dapat dilihat dengan penilaian
1.) Flow
rate maksimal > 15 ml / detik = non obstruktif
2.) Flow rate maksimal 10-15 ml / detik
= border line
3.) Flow rate maksimal < 10 ml / detik = obstruktif
c.
Pemeriksaan
Imaging dan Rontgenologik
1.) BOF (Buik Overzich) : untuk mengetahui adanya batu dan
metastase pada tulang.
2.) USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa
konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual
urine. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral, dan supra
pubik.
3.) IVP (Pyelografi Intravena), digunakan untuk melihat
fungsi eksresi ginjal dan adanya hidronefrosis. Dengan IVP, buli-uli dilihat
sebelum, sementara dan sesudah isinya dikosongkan. Sebelum yaitu untuk melihat
adanya intravesikal tumor dan divertikel, sementara yaitu untuk melihat adanya
refluks urine, dan sesudah (Post evacuation), untuk melihat residual urine.
4.) Pemeriksaan panendoskop untuk mengetahui keadaan uretra
dan buli-buli (Padila, 2012).
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dari BPH (benigna prostat hiperplasia) adalah:
a. Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan
kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien.
b. Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan,
sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari:
phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, serenoa repens, dll), gelombang alfa
blocker dan golongan supresor androgen.
c. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah:
1.) Pasien yang mengalami retensi urine akut atau pernah
retensi urine akut.
2.)
Pasien
dengan residual urine >100 ml.
3.)
Pasien
dengan penyulit.
4.)
Terapi
medikamentosa tidak berhasil.
5.)
Flowmetri
menunjukkan pola obstruktif.
Pembedahan dapat dilakukan
dengan:
1.) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat) → 90 – 95%
2.) Retropubic atau Extravesical Prostatectomy
3.) Perianal Prostatectomy
4.) Suprapubic atau Tranvesical Prostatectomy (Padila, 2012).
9. KOMPLIKASI
a. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks
vesiko-ureter, Hydroneprosis, gagal ginjal
b. Obstruksi dengan dilatasi uretra
c. Sistitis dan pielonefritis
d. Infeksi
Saluran Kemih, hemoroid
e. Hematuria (Wijaya & Mariza, 2013)
B.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
a. Sirkulasi
Tanda : Peningkatan
tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
b. Eliminasi
Gejala :
1.)
Penurunan kekuatan / dorongan
aliran urine; tetesan lemah
2.)
Keragu-raguan pada berkemih awal
3.)
Ketidakmampuan untuk mengosongkan
kandung kemih dengan lengkap: dorongan dan frekuensi berkemih
4.)
Nokturia, disuria, hematuria
5.)
ISK berulang, riwayat batu (statis
urinaria)
6.)
Konstipasi (prostrusi prostat
kedalam rektum)
Tanda :
1.) Massa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri tekan kandung kemih
Gejala :
1.)
Anoreksia ; mual, muntah
2.)
Penurunan berat badan
c. Nyeri/Kenyamanan
Gejala :
1.) Nyeri supra pubis, panggul
2.)
Nyeri punggung
d. Keamanan
Gejala :
1.)
Demam
e. Seksualitas
Gejala :
1.) Masalah tentang efek / terapi pada kemampuan seksual
2.)
Takut inkontinensia / menetes selama hubungan intim
Tanda :
1.) Pembesaran, nyeri tekan prostat.
f.
Penyuluhan / Pendidikan Kesehatan (HE)
Gejala :
1.) Riwayat keluarga BPH, penyakit ginjal
2.)
Penggunaan antianalgetik,
antibiotik, obat yang dijual bebas
3.) Risiko infeksi
g. Aktifitas / istirahat
1.) Riwayat pekerjaan
2.) Lamanya istirahat
3.) Aktivitas sehari-hari
4.) Pengaruh penyakit terhadap
aktivitas
5.) Pengaruh penyakit terhadap
istirahat
h.
Hygiene
1.) Penampilan umum
2.) Aktifitas sehari-hari
3.) Kebersihan tubuh
4.) Frekuensi mandi
i. Integritas ego
1.)Pengaruh penyakit
terhadap stress
2.)Gaya hidup
3.)Masalah finansial
j. Neurosensori
1.) Apakah ada sakit kepala
2.) Status mental
3.) Ketajaman penglihatan
k. Pernapasan
1.) Apakah
ada sesak napas
2.) Riwayat merokok
3.) Frekwensi pernapasan
4.) Bentuk
dada
5.) Auskultasi
l.
Interaksi sosial
1.) Status
perkawinan
2.) Hubungan dalam masyarakat (Wijaya & Mariza, 2013).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berikut ini adalah Diagnosa Keperawatan yang bisa muncul pada pasien
dengan Post Op benigna prostat hyperplasia (BPH) :
a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
b.
Gangguan pola tidur berhubungan
dengan nyeri sebagai efek pembedahan.
c.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis,
dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
d.
Ansietas berhubungan dengan
perubahan dalam status kesehatan.
e.
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan umum.
f.
Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan prosedur invasif : alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung
kemih.
g.
Resiko perdarahan berhubungan dengan post
prostatektomi (Nurarif & Kusuma, 2013)
3. PERENCANAAN (INTERVENSI)
a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Nursing Outcome Classification
(NOC) :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam, pasien
akan :
- Nyeri terkontrol
-
Nyeri berkurang
Dengan kriteria hasil :
-
Tidak ada laporan nyeri
-
Ekspresi wajah tidak meringis,
menangis, gerakan melindungi area nyeri
-
Tidak terjadi gangguan istirahat
tidur
-
Tanda-tanda vital dalam rentang
normal
-
Melaporkan perubahan nyeri (skala,
intenisitas, karakteristik )
-
Mampu menggunakan teknik pencegahan
nyeri secara farmakologis dan non farmakologis
-
Melaporkan pengendalian nyeri yang dialami
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Kaji tingkat nyeri secara
komprehensif
2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
3.
Ajarkan teknik nonfarmako-
logis secara kontinyu dalam mengatasi nyer (tekhik relaksasi dan distraksi).
4. Kaji dan monitoring tanda-tanda vital sebelum dan sesudah memberi
analgetik.
5. Tingkatkan istirahat pasien.
6. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
|
1.
Peradangan dapat menimbulkan nyeri.
2.
Ketidaknyamanan akan membuat klien gelisah
3.
Teknik relaksasi akan meminimalkan nyeri.
4.
Untuk menentukan intervensi selanjutnya.
5.
Mengurangi sensasi nyeri.
6.
Obat analgetik dapat mengurangi nyeri
|
b.
Gangguan pola tidur berhubungan
dengan nyeri sebagai efek pembedahan
Nursing
Outcome Classification (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam, pasien
akan :
-
Penurunan kecemasan
-
Ceria
-
Nyeri berkurang
-
Tidur : kualitas dan kuantitas baik
Dengan
kriteria hasil :
-
Jumlah jam tidur dalam batas normal mencapai
6-8 jam/ hari
-
Pola tidur, Kualitas dalam batas normal
-
Pasien nampak segar sesudah tidur atau
istirahat
-
Pasien mengungkapkan sudah bisa tidur
-
Mampu mengidentifikasi hal-hal yang
meningkatkan tidur
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Kaji pola tidur pasien.
2. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat.
3. Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang teknik tidur pasien.
4. Anjurkan pasien untuk minum air hangat atau susu.
5. Anjurkan pasien untuk menghindari minuman yang mengandung kafein
menjelang tidur.
|
1.
Mengidentifikasi intervensi yang tepat.
2.
Agar pasien termotivasi untuk tidur lebih awal.
3.
Untuk memperoleh tidur yang maksimal/adekuat.
4.Meningkatkan
efek relaksasi.
5.
Efek kafein 2-4 jam setelah dikonsumsi.
|
c.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
informasi.
Nursing
Outcome Classification (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam, pasien
akan :
-
Mengetahui penyakitnya, pengobatan dan
sebagainya.
-
mengetahui tentang penyakit BPH, dibuktikan
dengan indicator (1: tidak tahu, 2: pengetahuan terbatas, 3: pengetahuan cukup
baik, 4: pengetahuan baik, 5: pengetahuan sangat baik).
Dengan
kriteria hasil :
-
Mampu menjelaskan faktor penyebab penyakit dan
proses penyakit
-
Mampu menyebutkan tanda dan gejala dari
penyakitnya
-
Mampu menjelaskan strategi dalam mengatasi
nyeri
-
Mengikuti perintah diet sesuai anjuran
-
Mampu melaksanakan terapi medis dengan benar
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Nilai tingkat
pengetahuan pasien tentang penyakitnya.
2. Terangkan kepada
pasien tentang proses terjadinya penyakit pada dirinya dengan bahasa yang
mudah dimengerti.
3. Evaluasi tingkat pengetahuan pasien dengan
menanyakan kembali seputar penyakitnya
4.
Lakukan informed consent dengan
benar kapada pasien
5.
Libatkan keluarga pasien (jika
dibutuhkan) selama prosedur berlangsung.
|
1. Untuk memudahkan
menentukan intervensi selanjutnya
2. menambah
pengetahuan pasien.
3.
Mengetahui tingkat pengetahuan pasien
4.
Untuk membina hubungan saling percaya
5.
Untuk membantu mengingatkan pasien mengenai intervensi
yang akan diberikan.
|
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.
Nursing Outcome Classification (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam, pasien akan :
-
Tingkat kecemasan
-
Mampu mengotrol kecemasan
-
Coping yang dibuktikan dengan
indicator (1: Tidak pernah: 2: Jarang, 3: kadang-kadang, 4: sering, 5: selalu)
Dengan kriteria hasil :
-
Tidak adanya gangguan istirahat,
gemetar, gelisah, wajah tegang, iritabilitas meningkat dan marah
-
Tanda-tanda vital dalam rentang
normal
-
Mampu memonitoring intensitas
kecemasan
-
Mampu mencari informasi untuk
mengurangi cemas
-
Menggunakan koping yang efektif dan
teknik relaksasi untuk menurunkan ansietas.
-
Mampu merubah gaya hidup untuk
mengurangi ansietas dan adaptasi dengan segala bentuk perubahan.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Catat perubahan tingkat kecemasan.
2.
Lakukan masase punggung/
leher.
3. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan
teknik relaksasi.
5. Gunakan pendekatan yang tenang dan lembut saat bersama pasien.
6. Ciptakan suasana yang menyenangkan.
|
1. Untuk mangetahui
sejauh mana kecemasan yang dialami pasien.
2. Menurunkan
kecemasan.
3.
Mengatasi kecemasan.
4.
Teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan otot.
5.
Pendekatan yang baik akan menenangkan pasien.
6. Mengurangi tingkat
kecemasan.
|
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Nursing
Outcome Classification (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam, pasien
akan :
-
Berenergi
-
Toleransi aktivitas
-
Mandiri
Dengan kriteria hasil :
-
Berpartisipasi dalam aktivitas
fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR.
-
Mampu melakukan aktivitas
sehari-hari (ADLs) secara mandiri
-
Tanda-tanda vital normal
-
Mampu berpindah: dengan atau tanpa
bantuan alat
-
Status kardiopulmonary adekuat
-
Status respirasi: pertukaran gas
dan ventilasi adekuat
-
Melaporkan pengendalian nyeri yang dialami
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Bantu klien
mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.
2.
Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik.
3.
Bantu untuk mendapatkan
alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, brangkar.
4.
Bantu untuk mengidentifikasi
aktifitas yang disukai pasien.
5.
Kolaborasi dengan tenaga
rehabilitasi medik dalam merencanakan program terapi.
|
1.
Untuk menghindari risiko cedera
2.
Menghindari kelemahan fisik.
3.
Untuk memudahkan mobilisasi fisik
4.
Memotiifasi pasien untuk melakakun aktivitas dan memenuhi
kebutuhan secara mandiri.
5.
Membantu proses penyembuhan.
6.
|
f. Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan prosedur invasif : alat selama pembedahan, kateter, irigasi
kandung kemih.
Nursing Outcome Classification
(NOC) :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam, pasien
akan :
-
Status Imun
-
Infeksi terkontrol
-
Mengontrol risiko
Dengan kriteria hasil :
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
-
Mendeskripsikan proses penularan penyakit,
factor yang mempengaruhi penularan,
serta penatalaksanaannya
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
-
Menunjukkan
perilaku hidup sehat
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Bersihkan lingkungan
yang sudah dipakai oleh pasien lain.
2.
Batasi pengunjung bila
perlu.
3.
Intruksikan pada
pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien.
4.
Gunakan sabun antimikroba
untuk mencuci tangan.
5.
Cuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan keperawatan
6.
Pertahankan lingkungan
aseptik dan antiseptik selama pemasangan alat
7.
Berikan terapi
antibiotik
|
1.
Untuk mencegah terjadi- nya infeksi nosokimial
2.
Meminimalkan terjadinya infeksi.
3.
Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
4. Mencegah infeksi.
5.
Mencegah terjadinya infeksi
nosokomial.
6. Meminimalkan
terjadinya infeksi oleh pathogen.
7. Mencegah
penyebaran mikroorganisme ke dalam tubuh.
|
g. Risiko
perdarahan berhubungan dengan post prostatektomi
Nursing Outcome Classification (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
x 24 jam, pasien akan :
-
Mengatasi perdarahan
-
Pembekuan darah yang dibuktikan dengan indikator
(1: Sangat Berat, 2: Berat, 3: Sedang, 4: Ringan, 5: Tidak ada gangguan)
Dengan kriteria hasil :
-
Tidak ada hematuria, hemaptoe, hematemesis
-
Tidak ada penurunan tekan darah sistolik dan
diastolik
-
Tidak ada peningkatan denyut nadi
-
Kulit dan membrane mukosa tidak pucat
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Pantau tanda-tanda penurunan trombosityang disertai dengan tanda klinis
2.
Berikan penjelasan
tentang pengaruh trombosit pada pasien.
3.
Menganjurkan pasien
untuk banyak istirahat.
4.
Berikan penjelasan pasien
dan keluarga untuk melaporkan bila terjadi perdarahan.
5.
Kolaborasi pemberian
obat-obatan, berikan penjelasan tentang manfaat obat.
|
1. Penurunan jumlah trombo- sit merupakan
tanda adanya kebocoran plasma yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan
tanda berupa perdarahan nyata.
2. Pengetahuan yang baik dapat membantu
mengan- tisipasi terjadinya perdarahan.
3. Mengurangi resiko terjadinya perdarahan.
4. Keterlibatan keluarga
akan membantu penanganan sedini mungkin.
5.
Membantu proses penyembuhan.
|
6. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan
tindakan keperawatan pada pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan : Benigna
Prostat Hiperplasia “BPH” disesuaikan dengan intervensi yang telah
direncanakan.
7. EVALUASI
Evaluasi adalah bagian terakhir dari
proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan (diagnosa, tujuan,
intervensi) harus dievaluasi.
Hasil asuhan keperawatan pada pasien dengan
Gangguan
Sistem Perkemihan : Post Op Benigna
Prostat Hiperplasia “BPH” sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang
diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien.
Adapun
sasaran evaluasi pada pasien Post Operasi Benigna Prostat Hiperplasia sebagai
berikut :
a. Nyeri terkontrol
b. Mampu menjelaskan faktor penyebab penyakit dan
proses penyakit
c. Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
d. Risiko infeksi tidak terjadi.
e.
Kecemasan
pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya.
f.
Melaporkan
adanya peningkatan kualitas tidur.
g. Tidak terjadi perdarahan (Nurarif &
Kusuma, 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar