A. Konsep Dasar Medik
1. Pengertian
Diare adalah tinja yang lunak dan cair sebanyak tiga kali
atau lebih dalam satu hari. Berdasarkan hal tersebut, secara praktis diare pada
anak balita bisa didefinisikan sebagai meningkatnya frekuensi buang air besar
tiga kali atau lebih, tinja konsistensinya menjadi lebih lunak dari biasanya,
sehingga hal itu dianggap tidak normal oleh ibunya. Secara klinik, diare
dibedakan menjadi 3 macam yaitu, diare cair akut, disentri, dan diare
persistensi (Wahyudi, 2009)
Menurut sudoyo (2006), diare adalah buang air besar
(defekasi) dengan tinja berbentuk cair (setengah padat), kandungan air lebih
banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml / 24 jam.
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara
berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar
dengan bentuk tinja yang encer atau cair (suriadi, yuliana rita, 2010)
Menurut (Depkes RI,, DITJEN PPM PLP, 1999)Diare
adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, dengan atau tanpa darah
dan/atau lendir dalam feses. Secara epidemiologik, biasanya diare di
definisikan sebagai peningkatan frekuensi defekasi atau konsistensi feses
menjadi lunak pada anak sehingga di anggap abnormal oleh ibu tersebut. (Sodikin, 2012)
Berdasarkan
pengertian tersebut di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa diare adalah
suatu keadaan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan karena
frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali
pada anak dengan konsistensi tinja encer atau cair.
2. Etiologi
Adapun
penyebab diare menurut mansjoer dkk (2003),
dapat dibagi dalam beberapa faktor :
1.
Faktor infeksi
a.
Infeksi internal adalah infeksi pencernaan yang merupakan
penyebab diare pada anak disebabkan oleh :
a)
Bakteri ; enteropathogenic escherichia coli, salmonella,
shigella, yersinia enterocolitica
b)
Virus ; enterovirus echoviruses, adenovirus, human
retrovirua seperti agent, rotavirus
c)
Jamur ; candida enteritis
d)
Parasit ; giardia clamblia, crytosporidium
e)
protozoa
b.
Bukan faktor
infeksi
a)
Alergi makanan ; susu, protein
b)
Gangguan metabolik atau malabsorbsi ; penyakit celiac,
cystic fibrosis pada pankreas
c)
Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan
d)
Obat-obatan; antibiotik
e)
Penyakit usus; colitis ulcerative, crohn disease,
enterocolitis
f)
Emosional atau stress
g)
Obstruksi usus
2. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat;
disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa).Pada bayi dan anak yang
terpenting dan tersering intoleransi laktosa.
3.
Faktor makanan
Faktor makanan adalah seperti makanan beracun, basi dan alergi terhadap
makanan yang ia makan.
4.
Faktor psikologis
Faktor psikologis yaitu rasa takut dan cemas (jarang terjadi pada anak
namun sering terjadi)
3.
Anatomi dan
fisiologi
a.
Anatomi
Saluran gastrointestinal adalah jalur
panjang (panjang totalnya 23 – 26 kaki) yang berjalan dari mulut,melalui
esofagus lambung, dan usus sampai anus.
gambar 1.
Anatomi fisiologi sistem pencernaan
(sumber:(bartlet, 1991)
1)
Mulut
Merupakan bagian pertama dari saluran
pencernaan. Dinding dari kavum oris mempunyai struktur yang melayani fungsi mastikasi,
salivasi, menelan, dan berkecap. Mulut dibatasi pada kedua sisi pipi yang dibentuk
oleh muskulus buksinatorius. Terdapat tiga pasang glandula salivarius
mensekresikan saliva melalui duktus ke dalam mulut. Saliva mengandung air,
musin(yang beertindak sebagai lubrikan),dan ptialin.
2)
Lidah
Tunas kecap ditemukan pada papila dan
respon menhisap meningkat dengan adanya rasa bahan yang manis. Lidah menempati
kavum oris dan melekat secara langsung pada epiglotis dalam laring. Tiga ruang
mirip celah membentuk struktur dalam mulut yang memungkinkan cairan untuk
melintas ke dalam faring.
3)
Gigi
Manusia dilengkapi dengan dua set gigi
yang tampak paada masa kehidupan yang berbeda. Set pertama adalah gigi susu
yang bersifat sementara dan tumbuh melalui gusi selama tahun pertama dan kedua.
Set kedua atau sel permanen menggantikan gigi primer. Terdapat 20 gigi susu dan
32 gigi permanen.
4)
Esofagus
Terletak di mediastinum rongga
torakal, anterior terhadap tulang punggung dan posterior terhadap trakhea dan
jantung. Selang yang dapat mengempis ini, yang panjangnya ± 25 cm menjadi
distensi bila makanan melewati.
5)
Lambung
Berada di bagian atas abdomen sebelah
kiri dan garis tengah tubuh, tepat di bawah diafragma kiri, lambung merupakan
kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas orang dewasa kira-kira 1000 ml.
6) Usus halus
Usus halus
terbagi menjaadi duodenum, jejunum, dan ileum. Panjang usus halus saat lahir
300 – 350 cm, meningkat sekitar 50% selama tahun pertama kehidupan.saat dewasa,
panjang usus halus mencapai ± 6 meter. Dinding usus halus terbagi menjadi empat
lapisan,yaitu lapisan mukosa, submukosa, muskular, dan serosa (peritoneal).
Lapisan mukosa tersusun atas vili usus dan lipatan sirkular. Vili usus
merupakan tonjolan yang mirip jari dan menonjol ke permukaan dalam usus.pertemuan
antara usus halus dan usus besar terletak di bagian bawah kanan duodenum
disebut sekum.
7) Usus besar
Usus besar
berfungsi mengeluarkan fraksi zat yang tidak terserap, seperti zat besi,
kalsium, dan fosfat yang ditelan, serta menyekresi mukus, yang mempermudah
perjalanan feses. Usus besar berjalan dari katup ileosikal ke anus. Panjang
usus besar bervariasi ±180 cm. Bagian ujung dari usus besar terdiri dari kolon
sigmoid dan rektum berlanjut pada anus.
b.
Fisiologi saluran pencernaan
Fisiologi saluran cerna terdiri atas rangkaian proses
memakan atau ingesti makanan dan sekresi getah pencernaan kedalam sistem
pencernaan. Getah pencernaan membantu pencernaan atau digesti makanan. Hasil
pencernaan akan di absorbsi ke dalam tubuh, berupa zat gizi.
Proses sekresi, digesti, dan absorbsi terjadi secara
bersinambungan pada saluran cerna, mulai dari mulut sampai rektum. Secara
bertahap, massa hasil campuran hasil makanan dan getah pencernaan (bolus) yang
telah dicerna didorong ke arah anus (motilitas). Sisa dari massa yang tidak
diabsorbsi dikeluarkan melalui anus (defekasi) berupa feses.
Proses ingesti secara otonom diatur oleh pusat saraf di
batang otak, tetapi untuk jumlah makanan yang dimakan dipengaruhi oleh rasa
lapar dan haus berada dibagian lateral hipotalamus, sedangkan pusat kenyang
berada dibagian ventromedial hipotalamus. Rangsangan rasa haus didasarkan pada
perubahan konsentrasi elektrolik darah. Rasa kenyang ataupun lapar dipengaruhi
oleh berbagai mekanisme,terutama gabungan volume bolus dalam lambung dan jenis
makanan yang dimakan.(sodikin, 2011)
4. Insiden
a.
Gastroenteritis akut adalah penyakit utama kedua yang
paling sering menyerang anak – anak.
b.
Bayi yang mendapat
ASI lebih jarang menderita gastroentestinal akut daripada bayi yang
mendapat susu formula, antibodi maternal terhadap sejumlah patogen enterik
dipindahkan melalui ASI.
5. Patofisiologi
a.
Meningkatnya motiltas dan cepatnya pengosongan pada
intetinal merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskrresi cairan dan
elektrolit yang berlebihan.
b.
Cairan, sodium, potasium dan bikarbonat berpindah dari
rongga ekstraseluler ke dalam tinja, sehingga mengakibatkan dehidrasi
kekurangan elektrolit, dan dapat terjadi asidosis metabolik
Diare yang
terjadi merupakan proses dari;
a.
Transport aktif akibat rangsangan toksin bakteri terhadap
elektrolit ke dalam usus halus. Sel mukosa intestinal mengalami iritasi dan
meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit. Mokroorganisme yang masuk akan
merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area permukaan intestinal,
perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorbsi cairan dan
elektrolit
b.
Peradangan akan menurunkan kemanpuan intestinal untuk
mengabsorbsi cairan dan elektrolit dan bahan bahan makanan. Ini terjadi pada
sindrom malabsorbsi
c.
Meningkatnya motilitas intestinal dapat mengakibatkan
gangguan absorbsi intestinal(Suriadi,
yuliana rita, 2006)
Gambar 2 patofisiologi
Munurunnya
pemasuka n atau hilangnya cairan akibat muntah, diare, demam, hiperventilasi
Cairan ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang
Ketidakseimbangan elektrolit
Hilangnya cairan dalam intraseluler
Disfungsi seluler
Syok hipovolemik
Kematian
Sumber dari aswhill and droske (1997). Nursing care of
child principles and practice.philadelphia;W.B Saunders company
6. Manifestasi klinik
Mula-mula balita menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja
cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama
berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu, karena seringnya
defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat
banyaknya asam laktat, yang berasal ddari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh
usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan atau sesudah diare.
(Ngastiyah, 2007, Mansjoer dkk, 2006, Asnil dkk, 2003). Anak-anak yang tidak
mendapatkan perawatan yang baik selama diare akan jatuh pada keadaan-keadaan
seperti dehidrasi, gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemia, gangguan
gizi, gangguan sirkulasi. (Asnil dkk,
2003)
Menurun atau tidak ada pengeluaran urin (Suriadi, yuliana rita, 2006)
Bila dilihat dari banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan
kehilangan berat badan dan skor Maurice King (Noerrasid, Suraatmadja &
Asnil, 1988):
a.
Kehilangan
berat badan
1)
Dehidrasi
ringan, bila terjadi penurunan berat badan 2,5 – 5 %.
2)
Dehidrasi
sedang, bila terjadi penurunan berat bada> 5 – 10 %.
3)
Dehidrasi
berat, bila terjadi penurunan berat badan > 10%.
b.
Skor
Maurice King
Tabel.1. skor dehidrasi
Bagian tubuh yang diperiksa
|
Nilai untuk gejala yang ditemukan
|
||
0
|
1
|
2
|
|
Keadaan umum
Kekenyalan kulit
Mata
Ubun-ubun besar
Mulut
Denyut nadi
|
Sehat
Normal
Normal
Normal
Normal
< 120 x/menit
|
Gelisah, apatis, rewel, ngantuk
Sedikit (-)
Sedikit cekung
Sedikit cekung
Kering
120 – 140 x/m
|
Mengingau, koma atau syok
Sangat kurang
Cekung
Cekung
Kering
< 140 x/m
|
1)
Dehidrasi
ringan 0 – 2
2)
Dehidrasi
sedang 3 – 6
3)
Dehidrasi
berat 7 – 12
Sumber :(sodikin,
2011),keperawatan anak , hal 120 -121
Tabel.2.
Gejala klinis
Gejala klinis
|
Ringan
|
Sedang
|
Berat
|
Keadaan umum
-
Kesadaran
-
Rasa
haus
Sirkulasi
-
Nadi
Respirasi
-
Pernafasan
Kulit
-
Ubun-ubun
besar
-
Mata
-
Turgor
dan tonus
-
Diuresis
-
Selaput
lendir
|
Baik
(composmentis)
+
Normal
Biasa
Agak
cekung
Agak
cekung
Biasa
Normal
Normal
|
Gelisah
++
Cepat
Agak cepat
Cekung
Cekung
Agak kurang
Oliguri
Agak kering
|
Apatis – coma
+++
Cepat sekali
Kusmaul
(Cepat dan dalam)
Cekung sekali
Cekung sekali
Kurang sekali
Anuria
Kering
|
Sumber :(sodikin, 2011)keperawatan anak,
hal 121- 122
Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit
perut dijepit antara ibu jari dan telunjuk selama 30 – 60 detik, kemudian
dilepas. Jika kulit kembali normal dalam waktu :
a.
1
detik : turgor agak kurang
(dehidrasi ringan).
b.
1 –
2 detik : turgor kurang (dehidrasi
sedang).
c.
2
detik : turgor sangat kurang
(dehidrasi berat).
Pada
anak – anak dengan ubun – ubun besar sudah menutup, nilai untuk ubun-ubun besar diganti dengan banyaknya/frekuensi
kencing
7. Komplikasi
Sebagai
akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai
macam komplikasi seperti :
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat,
hipotonik, isotonik, hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia (hipotoni otot, lemah,
bradikardi, perubahan EKG).
d. Hipoglikemia.
e. Intolerance sekunder akibat kerusakan
vili mukosa usus dan defesiensi enzim laktase.
f. Kejang terjadi pada dehidrasi
hipertonik.
g. Malnutrisi energi protein akibat muntah
dan diare jika lama atau kronik.
8. Pencegahan
Upaya
pencegahan diare pada balita dapat dilakukan oleh ibu-ibu dengan beberapa cara
antara lain (Depkes RI, 2003)
a.
Memberikan ASI
ASI adalah
makanan yang paling baik untuk bayi, komponen zat makanan tersedia dalam bantuk
yang ideal seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI
saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan dari umur 4 sampai 6 bulan
b.
Memberikan makanan pendamping ASI
Makanan
pendamping ASI diberikan pada bayi secara bertahap harus dibiasakan dengan
makanan orang dewasa yang dihaluskan, karena masa tersebut merupakan masa
berbahaya yaitu meningkatnya resiko terkena diare atau penyakit lain yang dapat
menyebabkan kematian
c.
Menggunakan air bersih yang cukup
Kuman
infeksi penyebab diare ditularkan melalui jalur pekal oral, mereka dapat
ditulari dengan memasukkan kedalam mulut cairan atau benda yang tercemar dengan
tinja, misalnya air minum, tangan atau jari-jari, makanan-makanan yang
disiapkan dalam panci yang telah dicuci dengan air tercemar dan lain-lain
d.
Mencuci tangan
Biasakan
mencuci tangan dengan sabun terutama sesudah membuang air besar, membuang tinja
anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak, dan sebelum
makan.
e.
Menggunakan jambang / WC
Keluarga
harus membuang air besar di WC yang berfungsi dengan baik yang dapat dipakai
seluruh anggota keluarga dan harus dibersihkan secara teratur, bila tidak ada
jamban sebaiknya buang air besar jauh dari rumah, jalan setapak, dan tempat
anak bermain yang jaraknya lebih kurang10 meter dari air serta menghindari
buang air besar tanpa alas kaki.
f.
Membuang tinja
balita yang benar
Dalam
membuang tinja balita harus secara bersih dan benar, hal-hal yang harus
diperhatikan oleh keluarga antara lain;tinja bayi atau anak kecil dibuang di
WC, bantu anak buang air besar ditempat yang bersih dan mudah dijangkau, bila
tidak ada jamban pilih tempat untuk membuang tinja seperti didalam lobang atau
kebun dan kemudian ditimbung, beersihkan tempat dengan benar setelah buang air
besar dan cuci tangan dengan sabun.
g.
Pemberian imunisasi campak
Diare
sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat
mencegah diare. Beri anak imunisasi campak segera setelah umur 9 bulan.
9. Penanganan
Dasar
pengobatan diare :
a.
Pemberian
cairan : jenis cairan, cairan peroral, cairan parenteral.
b.
Dietetik
(cara pemberian makanan).
c.
Pemberian
obat-obatan.
1)
Pemberian
cairan pada pasien diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan
umum klien.
a)
Cairan
peroral : Diare dengan dehidrasi ringan, sedang.
Pada pasien
dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan
NaCl dan NaHCO3, KCl dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada
anak diatas umur 6 bulan kadar natrium 90 mEq/L. pada anak dibawah umur 6 bulan
dengan dehidrasi ringan/sedang kadar natrium 50 –60 mEq/L. formula lengkap
sering disebut oralit. Cairan sederhana yang dapat dibuat sendiri (Formula
tidak lengkap) hanya mengandung garam dan gula (NaCl dan sukrosa), atau air
tajin yang diberi garam dan gula, untuk pengobatan sementara dirumah sebelum
dibawa berobat ke rumah sakit/pelayanan kesehatan untuk mencegah dehidrasi
lebih jauh.
b)
Cairan
parenteral
Sebenarnya
ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan pasien
misalnya untuk bayi atau pasien yang MEP.
Tetapi
semuanya itu tergantung tersedianya cairan setempat.Pada umumnya cairan Ringer
Laktat selalu tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja.Mengenai pemberian
cairan seberapa banyak yang diberikan bergantung dari berat ringannya dehidrasi
yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat
badannya.
Cara memberikan
cairan :
(1) Belum ada dehidrasi
Peroral
sampai anak masih mau minum atau 1 gelas setiap defekasi.
(2) Dehidrasi ringan
(a) 1 jam pertama : 25-50 ml/kg BB peroral
(b) selanjutnya : 125 ml/kg BB/hari ad. Libitum.
(3) Dehidrasi sedang
(a) 1 jam pertama : 50-100 ml/kg peroral/intra gastric (sonde).
(b) Selanjutnya : 125 ml/kg BB/hari ad. Libitum.
(4) Dehidrasi berat
(a) Untuk anak berumur 1 bulan sampai 2
tahun, BB : 3-10 kg 1 jam pertama : 40 ml/kg BB/jam = 10 tetes/kg BB/menit.
(set infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13 tetes//kg BB/menit (set infus 1
ml = 20 tetes).
7
jam berikutnya : ml/kg BB/jam = 3 tetes/kg BB/menit (set infus 1 ml = 15 tetes)
atau 4 tetes/kg/menit (set infus 1 ml = 20 tetes). 16 jam berikutnya : 125
ml/kg BB oralit peroral atau intragastrik.
(b) Untuk anak umur 2-5 tahun dengan berat
badan 10-15 kg.
1
jam pertama : 30 ml/kg BB/jam atau 18 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau
10 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes). 7 jam berikut : 10 ml/kg BB/jam atau 3
tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/kg BB/menit (1 ml=20 tetes).
16
jam berikutnya 125 ml/kg BB oralit peroral atau intragastrik.
(c) Untuk anak umur 5-10 tahun dengan berat
badan 15-25 kg.
1
jam pertama : 20 ml /kg BB/jam atau 5 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau
7 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes).
7
jam berikut : 10 ml/kg BB/ jam atau 2 ½ tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes)
atau 3 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes).
16
jam berikutnya 105 ml/kg BB oralit peroral atau bila anak tidak mau minum dapat
diberikan DG aa intravena 1 tetes/kg BB/menit.(1 ml = 15 tetes) atau 1 ½
tetes/kg BB/menit ( 1 ml = 20 tetes).
(d) Untuk bayi yang baru lahir neonatus
dengan BB : 2-3 kg.
Kebutuhan
cairan : 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg BB/24 jam.
Jenis
cairan, cairan 4 : 1 (4 bagian gukosa 5 % + 1 bagian NaHCO3 1 ½ %)
Kecepatan
:
4
jam pertama : 25 ml/kg BB/jam atau 6 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 8
tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes).
20
jam berikutnya 150 ml/kg BB/20 jam atau 2 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes)
atau 2 ½ tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes).
(e) Untuk BBLR dengan berat badan kurang 2
kg kebutuhan cairan : 250 ml/kg BB/24 jam. Jenis cairan : 4 : 1
(f) Kecepatan cairan : sama dengan pada bayi
baru lahir.
(g) Cairan untuk MEP sedang dan berat dengan
diare dehidrasi berat.
Misalnya
anak umur 1 bulan - 2 tahun dengan berat badan 3–10 kg.
Jenis
cairan DG aa dan jumlah cairan 250 ml/kg BB/24 jam.
Kecepatan
:
4
jam pertama : 60 ml/kg BB/jam atau 15 ml/kg BB/jam atau 4 tetes/kg BB/menit (1
ml = 15 tetes) atau 5 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes).
2)
Penanganan
dietatik ( makanan )
Untuk anak
di bawah satu tahun dan anak di atas satu tahun dengan berat badan kurang dari
7 kg jenis makanannya :
a)
Susu
(ASI atau susu formula yang rendah laktosa, dan rendah asam lemak tidak jenuh,
misalnya LLM, Almiron).
b)
Makanan
setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak mau minum
susu.
c)
Susu
khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu rendah
laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh.
3)
Prinsip
pengobatan diare
Pemeriksan spesifik terhadap etiologi diare yang secara rutin dilakukan
dilaboratorium tidak praktis. Disamping itu, gejala klinis diare juga tidak
spesifik, sehingga pengobatan yang diberikan kepada penderita diare juga harus
berdasarkan gejala utama penyakit dan pengertian dasar tentang mekanisme
patogenesisnya. Prinsip pengobatan diare adalah:
1. Diare cair
membutuhkan penggantiancairan dan elektrolit tanpa menimbang etiologinya
2. Makanan
harus diberikan,bahkan bahkan harus ditingkatkan selama diare untuk
menhindarkan efek buruk pada status gizi.
3. Antibiotik
dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin karena tidak bermanfaat pada
kebanyakan kasus, termasuk dalam hal ini paada diare berat dan diare dengan
panas, kecuali pada:
a.
Disentri harus diobati dengan antimokroba yang efektif
untuk shigella. Penderita yang tidak berespon terhadap pengobatan ini harus
dikaji lebih lanjut atau diobati untuk kemungkinan amoebiasis
b.
Suspek kolore dengan dehidrasi berat
c.
Diare persisten, jika ditemukan tropozoit atau kista
G,lamblia atau cairan usus, atau bila bakteri patogen usus ditemukan
dalamkultur feses.
10. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Asuhan
keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan untuk
meningkatkan, mencegah, dan memulihkan kesehatan.
Proses
keperawatan adalah susunan metode pemecahan masalah yang meliputi pengkajian
keperawatan, identifikasi/analisa masalah (diagnosa keperawatan), perencanaan,
implementasi, dan evaluasi (Doenges, Marilynn E, 2000) yang masing-masing berkesinambungan
serta memerlukan kecakapan keterampilan profesional tenaga keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan
merupakan dasar proses keperawatan, dimana diperlukan pengkajian yang cermat
untuk masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan
ketelitian dalam tahap pengkajian.
Data yang lazim ditemukan pada pengkajian klien dengan
diare meliputi :
a. Sering defekasi :
1) Warna kuning kehijauan.
2) Mungkin mukoid.
3) Mungkin mengandung darah.
b. Penurunan berat badan atau kegagalan
untuk meningkatkan berat badan.
c. Penurunan nafsu makan.
d. Nyeri dan/atau kram abdomen.
e. Distensi abdomen.
f. Hyperaktif bising usus.
g. Muntah.
h. Demam.
i. Peka rangsang.
j. Letargi meningkat.
k. Dehidrasi :
1)
Depresi
fontanel anterior.
2)
Mata
cekung.
3)
Turgor
kulit buruk.
4)
Selaput
lendir kering.
5)
Tak
ada air mata saat menangis.
6)
Berat
jenis urine tinggi.
7)
Oliguria.
l. Ketidakseimbangan elektrolit.
m. Hiponatremia atau hipernatremia.
n. Hipokalemia atau hiperkalemia.
o. Asidosis metabolik.
p. Pemeriksaan penunjang
Untuk kasus diare biasanya
dilakukan pemeriksaan :
1)
Usapan
dubur untuk biakan kuman, biasanya ditemukan E. coli, Shygella, selain sebagai
biakan kuman juga berfungsi untuk mendeteksi apakah klien intoleransi terhadap
makanan lemak atau karbohidrat.
2)
Pemeriksaan
darah rutin : Hb, leukosit, eritrosit, trombosit, biasanya terjadi leukositosis
bila diare disebabkan kuman.
3)
Analisa
gas darah, untuk mengetahui tingkat asidosis akibat dehidrasi.
4)
Kimia
darah, untuk mengetahui tingkat elektrolit dalam darah, biasanya kalium dan
natrium di bawah normal.
5)
Pemeriksaan
urinalisa : kepekatan dan berat jenis urine.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian
klinis terhadap respon aktual dan potensial dari individu, keluarga atau
masyarakat terhadap masalah kesehatan/ proses kehidupan (Doenges, Marilyn E ,
1998). Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien diare, baik aktual
maupun potensial adalah sebagai berikut :
a.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan muntah atau diare.
b.
Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah atau diare.
c.
Diare
berhubungan dengan iritasi usus, proses infeksi, atau malabsorbsi usus.
d.
Perubahan
intergitas kulit berhubungan dengan seringnya defekasi dengan iritasi pada
daerah anal dan bokong.
e.
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai perawatan di rumah.
f.
Kecemasaan orang tua berhubungan dengan kondisi anaknya
3. Perencanaan
Adapun rencana
tindakan keperawan pada klien dengan diare, adalah sebagai berikut :
a.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan muntah atau diare
Tujuan : Status volume cairan kembali normal, dengan
kriteria membran mukosa lembab, turgor kulit normal, penambahan berat badan, haluaran urine sesuai
usia.
Intervensi :
1)
Monitor
intake dan output
Rasional : Catatan mengenai intake dan output dapat
mendeteksi dini adanya ketidakseimbangan cairan.
2)
Timbang
BB tiap hari
Rasional : Penimbangan berat badan harian yang tepat
dapat mendeteksi kehilangan cairan.
3)
Pantau
tanda dan gejala dehidrasi seperti ; turgor kulit, warna kulit, keadaan
ubun-ubun, membran mukosa, haus.
Rasional : Adanya turgor kulit yang jelek, ubun-ubun
yang cekung, membran mukosa kering mengindikasikan adanya dehidrasi.
4)
Beri
cairan parenteral dengan pemberian cairan elektolit sesuai pesanan.
Rasional : Pemberian cairan parenteral sangat dibutuhkan
jika klien telah mengalami dehidrasi atau resiko terjadinya dehidrasi.
5)
Beikan
cairan peroral kepada klien
Rasional : Pemberian cairan peroral dapat mengembalikan
cairan dan elektrolit yang hilang melalui muntah dan defekasi.
b.
Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah atau diare.
Tujuan : Nutrisi dapat terpenuhi melalui intake yang
adekuat dengan kriteria adanya penambahan berat badan.
Intervensi :
1)
Timbang
berat badan tiap hari.
Rasional : Dengan menimbang berat badan tiap hari dapat
diketahui status nutrisi klien.
2)
Pantau
intake dan output
Rasional : Untuk mengetahui apakah sudah terjadi
keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran.
3)
Beri
makan sedikit-sedikit dan makanan tambahan yang tepat
Rasional : Dilatasi gaster akan terjadi bila pemberian
makanan terlalu cepat setelah periode puasa.
4)
Beri
HE tentang manfaat gizi seimbang
Rasional : Gizi seimbang dapat mempercepat proses
penyembuhan dan sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan.
5)
Kolaborasi
pemberian diet yang tepat sesuai dengan program pengobatan dan indikasi.
Rasional : Pemberian diet yang tepat dapat memenuhi
kebutuhan klien akan nutrisi serta mencegah terjadinya malnutrisi.
c.
Diare
berhubungan dengan iritasi usus, proses infeksi atau malabsorbsi usus.
Tujuan : Pola defekasi klien dapat kembali normal
seperti sebelum dirawat di rumah sakit.
Intervensi :
1)
Pertahankan
status puasa sampai frekuensi dan volume difekasi menurun.
Rasional : Untuk mencegah terjadinya iritasi gastrik
lebih lanjut.
2)
Kaji
fekuensi, karakteristik dan warna faeces
Rasional : Agar dapat diketahui secara dini adanya
perubahan yang terjadi pada pola defekasi..
3)
Berikan
cairan dalam porsi sedikit tapi sering.
Rasional : Dapat menggantikan cairan yang hilang pada
diare dan muntah.
4)
Tingkatkan
diet dari cair menjadi lebih padat.
Rasional : Agar kebutuhan diet klien dapat terpenuhi dan
untuk memantau volume defekasi.
d.
Perubahan
integritas kulit berhubungan dengan seringnya defekasi dengan iritasi pada
daerah anal dan bokong.
Tujuan :
Klien dapat menunjukkan tidak terjadi kerusakan integritas kulit, dengan
kriteria warna kulit daerah anal dan bokong sama dengan daerah sekitarnya dan
tidak terjadi lecet serta kemerahan.
Intervensi :
1)
Jaga
daerah pemasangan popok agar tetap bersih dan kering
Rasional : Agar daerah perineal tidak lembab yang
memudahkan terjadinya lecet.
2)
Bersihkan
daerah perineal setiap kali selesai defekasi, bilas dengan air dan keringkan
dengan tissue.
Rasional : Daerah perineal yang bersih mencegah
terjadinya lecet dan iritasi pada daerah perianal.
3)
Ganti
popok / alat tenun setiap kali basah
Rasional : Menghindari pertumbuhan dan perkembangan
mikoorganisme.
4)
Berikan
salep pelindung setiap mengganti popok / pakaian.
Rasional : Salep pelindung kulit mengurangi kontak kulit
perineal dengan asam dan cairan faeces.
5)
Cuci
tangan sebelum dan setelah mengganti popok / pakaian.
Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi silang dari
keluarga kepada klien.
e.
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai perawatan di rumah.
Tujuan :
Orang tua / keluarga dapat memahami tentang perawatan di rumah serta diet yang
harus dijalankan .
Intervensi
:
1)
Ajarkan
tehnik cuci tangan yang baik sebelum dan setelah mengganti popok / pakaian.
Rasional : Agar orang tua / keluarga dapat mengetahui
tehnik mencuci tangan yang baik sehingga dapat diterapkan di rumah.
2)
Jelaskan
kepada orang tua untuk selalu memonitor adanya muntah atau diare pada anak dan
denyut nadi yang tidak teratur serta langsung melaporkan kepada dokter.
Rasional : Adanya tanda-tanda muntah dan diare merupakan
gejala ketidakseimbangan cairan.
3)
Ajarkan
kepada orang tua bagaimana penanganan diare di rumah
Rasional : Dengan mengetahui cara penanganan diare di
rumah memudahkan orang tua memberi tindakan sebelum membawa klien ke rumah
sakit.
4)
Diskusikan
pentingnya masukan ciaran yang adekuat serta kebutuhan diet.
Rasional : Mempercepat penyembuhan dan normalisasi
fungsi usus.
f.
Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi anaknya
Tujuan :
menurunkan rasa takut dan cemas orang tua terhadap kondisi anaknya
Intervensi
:
1) Berikan
informasi tentang proses penyakitnya dan antisipasi tindakan
Rasional :
mengetahui apa yang di harapkan dapaat menurunkan ansietas.
2) Kaji ulang
proses penyakit dasar dan harapan untuk sembuh
Rasional :
memberikan dasar pengetahuan bagi pasien yang memunkingkan membuat pilihan
berdasarakan informasi.
3) Dorong
menyatakan perasaan berikan umpan balik
Rasional : membuat
hubungan terapeutik. Membantu pasien/orang terdekat dalam mengidentifikasi
masalah yang menyebabkan stress.
4) Akui bahwa
ansietas dan mirip dengan yang di ekspresikan orang lain. Tingkatkan perhatian
mendengar pasien.
Rasional : validasi
bahwa perasaan normal dan dapat membantu menurunkan stress.
5) Berikan
informasi yang akurat dan nyata tentang apa yang dilakukan.
Rasional :
keterlibatan klien atau keluarga dalam perencanaan perawatan memberiakn rasa
kontrol dan membantu menurunkan ansietas.
6) Bantu untuk
mengidentifikasi atau memerlukan perilaku koping yang digunakan pada masa lalu.
Rasional : perilaku
yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah atau stress saat ini.
4. Pelaksanaan
/ implementasi
Implementasi
keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan .Untuk
memperoleh pelaksanaan yang efektif, dituntut pengetahuan dan keterampilan yang
luas dari tenaga perawat untuk memberikan pelayanan perawatan yang baik dan
bermutu yang telah ditentukan dan direncanakan.
a.
Melaksanakan
rencana keperawatan
Segala informasi yang
tercakup dalam rencana keperawatan merupakan dasar atau pedoman dalam
intervensi perawatan.
b.
Mengidentifikasikan
reaksi / tanggapan klien
Dalam mengidentifikasikan
reaksi / tanggapan klien dituntut upaya yang tidak tergesa-gesa, cermat dan
teliti, agar menemukan reaksi klien sebagai akibat tindakan perawatan yang
diberikan. Dengan melihat akan sangat membantu perawat dalam
mengidentifikasikan reaksi klien yang mungkin menunjukkan adanya penyimpangan –
penyimpangan.
c.
Mengevaluasi
tanggapan / reaksi klien
Dengan cara membandingkan
terhadap syarat-syarat dengan hasil yang diharapkan. Langkah ini merupakan
syarat yang pertama yang dipenuhi bila perawat telah mencapai tujuan.Syarat
yang kedua adalah intervensi perawatan dapat di terima oleh klien.
5. Evaluasi
Merupakan
proses yang kontinyu untuk menjamin kualitas dan ketepatan perawatan yang
diberikan, dilakukan dengan meninjau respons pasien untuk menentukan
keefektifan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Yang perlu
dievaluasi adalah sebagai berikut :
a.
Apakah
tujuan pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum.
b.
Apakah
masalah yang ada sudah terpecahkan atau belum.
c.
Apakah
perlu pengkajian kembali.
DAFTAR
PUSTAKA
Sodikin.(2011). Keperawatan
Anak Gangguan
Pencernaan. Jakarta : EGC.
Suriadi & Rita yuliani.(2010) Asuhan Keperawatan Pada Anak.
Jakarta:CV,Sagung Seto
Andra saferi wijaya & yessie mariza putri (2013). Teori
dan Contoh askep.yogyakarta : Nuha Medika
Depkes RI.(2009). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005 – 2025. Jakarta: Depkes RI
Dongoes Marilyn E. 2000. Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. EGC.
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar