Sabtu, 17 Juni 2017

DIARE


 

A.   Konsep Dasar Medik

1.    Pengertian
Diare adalah tinja yang lunak dan cair sebanyak tiga kali atau lebih dalam satu hari. Berdasarkan hal tersebut, secara praktis diare pada anak balita bisa didefinisikan sebagai meningkatnya frekuensi buang air besar tiga kali atau lebih, tinja konsistensinya menjadi lebih lunak dari biasanya, sehingga hal itu dianggap tidak normal oleh ibunya. Secara klinik, diare dibedakan menjadi 3 macam yaitu, diare cair akut, disentri, dan diare persistensi (Wahyudi, 2009)
Menurut sudoyo (2006), diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair (setengah padat), kandungan air lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml / 24 jam.
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair (suriadi, yuliana rita, 2010)

Menurut (Depkes RI,, DITJEN PPM PLP, 1999)Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, dengan atau tanpa darah dan/atau lendir dalam feses. Secara epidemiologik, biasanya diare di definisikan sebagai peningkatan frekuensi defekasi atau konsistensi feses menjadi lunak pada anak sehingga di anggap abnormal oleh ibu tersebut. (Sodikin, 2012)
Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa diare adalah suatu keadaan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan karena frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi tinja encer atau cair.
2.    Etiologi
Adapun penyebab diare menurut mansjoer dkk (2003), dapat dibagi dalam beberapa faktor :
1.  Faktor infeksi
a.  Infeksi internal adalah infeksi pencernaan yang merupakan penyebab diare pada anak disebabkan oleh :
a)    Bakteri ; enteropathogenic escherichia coli, salmonella, shigella, yersinia enterocolitica
b)    Virus ; enterovirus echoviruses, adenovirus, human retrovirua seperti agent, rotavirus
c)    Jamur ; candida enteritis
d)    Parasit ; giardia clamblia, crytosporidium
e)    protozoa
b.   Bukan faktor infeksi
a)    Alergi makanan ; susu, protein
b)    Gangguan metabolik atau malabsorbsi ; penyakit celiac, cystic fibrosis pada pankreas
c)    Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan
d)    Obat-obatan; antibiotik
e)    Penyakit usus; colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis
f)     Emosional atau stress
g)    Obstruksi usus
2.  Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat; disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa).Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa.
3.  Faktor makanan
Faktor makanan adalah seperti makanan beracun, basi dan alergi terhadap makanan yang ia makan.
4.  Faktor psikologis
Faktor psikologis yaitu rasa takut dan cemas (jarang terjadi pada anak namun sering terjadi)

3.  Anatomi dan fisiologi
a.    Anatomi
Saluran gastrointestinal adalah jalur panjang (panjang totalnya 23 – 26 kaki) yang berjalan dari mulut,melalui esofagus lambung, dan usus sampai anus.

gambar 1. Anatomi fisiologi sistem pencernaan
 











(sumber:(bartlet, 1991)
1)     Mulut
Merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan. Dinding dari kavum oris mempunyai struktur yang melayani fungsi mastikasi, salivasi, menelan, dan berkecap. Mulut dibatasi pada kedua sisi pipi yang dibentuk oleh muskulus buksinatorius. Terdapat tiga pasang glandula salivarius mensekresikan saliva melalui duktus ke dalam mulut. Saliva mengandung air, musin(yang beertindak sebagai lubrikan),dan ptialin.
2)     Lidah
Tunas kecap ditemukan pada papila dan respon menhisap meningkat dengan adanya rasa bahan yang manis. Lidah menempati kavum oris dan melekat secara langsung pada epiglotis dalam laring. Tiga ruang mirip celah membentuk struktur dalam mulut yang memungkinkan cairan untuk melintas ke dalam faring.
3)     Gigi
Manusia dilengkapi dengan dua set gigi yang tampak paada masa kehidupan yang berbeda. Set pertama adalah gigi susu yang bersifat sementara dan tumbuh melalui gusi selama tahun pertama dan kedua. Set kedua atau sel permanen menggantikan gigi primer. Terdapat 20 gigi susu dan 32 gigi permanen.
4)     Esofagus
Terletak di mediastinum rongga torakal, anterior terhadap tulang punggung dan posterior terhadap trakhea dan jantung. Selang yang dapat mengempis ini, yang panjangnya ± 25 cm menjadi distensi bila makanan melewati.
5)     Lambung
Berada di bagian atas abdomen sebelah kiri dan garis tengah tubuh, tepat di bawah diafragma kiri, lambung merupakan kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas orang dewasa kira-kira 1000 ml.
6)     Usus halus
Usus halus terbagi menjaadi duodenum, jejunum, dan ileum. Panjang usus halus saat lahir 300 – 350 cm, meningkat sekitar 50% selama tahun pertama kehidupan.saat dewasa, panjang usus halus mencapai ± 6 meter. Dinding usus halus terbagi menjadi empat lapisan,yaitu lapisan mukosa, submukosa, muskular, dan serosa (peritoneal). Lapisan mukosa tersusun atas vili usus dan lipatan sirkular. Vili usus merupakan tonjolan yang mirip jari dan menonjol ke permukaan dalam usus.pertemuan antara usus halus dan usus besar terletak di bagian bawah kanan duodenum disebut sekum.
7)     Usus besar
Usus besar berfungsi mengeluarkan fraksi zat yang tidak terserap, seperti zat besi, kalsium, dan fosfat yang ditelan, serta menyekresi mukus, yang mempermudah perjalanan feses. Usus besar berjalan dari katup ileosikal ke anus. Panjang usus besar bervariasi ±180 cm. Bagian ujung dari usus besar terdiri dari kolon sigmoid dan rektum berlanjut pada anus.
b.    Fisiologi saluran pencernaan
Fisiologi saluran cerna terdiri atas rangkaian proses memakan atau ingesti makanan dan sekresi getah pencernaan kedalam sistem pencernaan. Getah pencernaan membantu pencernaan atau digesti makanan. Hasil pencernaan akan di absorbsi ke dalam tubuh, berupa zat gizi.
Proses sekresi, digesti, dan absorbsi terjadi secara bersinambungan pada saluran cerna, mulai dari mulut sampai rektum. Secara bertahap, massa hasil campuran hasil makanan dan getah pencernaan (bolus) yang telah dicerna didorong ke arah anus (motilitas). Sisa dari massa yang tidak diabsorbsi dikeluarkan melalui anus (defekasi) berupa feses.
Proses ingesti secara otonom diatur oleh pusat saraf di batang otak, tetapi untuk jumlah makanan yang dimakan dipengaruhi oleh rasa lapar dan haus berada dibagian lateral hipotalamus, sedangkan pusat kenyang berada dibagian ventromedial hipotalamus. Rangsangan rasa haus didasarkan pada perubahan konsentrasi elektrolik darah. Rasa kenyang ataupun lapar dipengaruhi oleh berbagai mekanisme,terutama gabungan volume bolus dalam lambung dan jenis makanan yang dimakan.(sodikin, 2011)
4.  Insiden
a.  Gastroenteritis akut adalah penyakit utama kedua yang paling sering menyerang anak – anak.
b.  Bayi yang mendapat  ASI lebih jarang menderita gastroentestinal akut daripada bayi yang mendapat susu formula, antibodi maternal terhadap sejumlah patogen enterik dipindahkan melalui ASI.
5.    Patofisiologi
a.    Meningkatnya motiltas dan cepatnya pengosongan pada intetinal merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskrresi cairan dan elektrolit yang berlebihan.
b.    Cairan, sodium, potasium dan bikarbonat berpindah dari rongga ekstraseluler ke dalam tinja, sehingga mengakibatkan dehidrasi kekurangan elektrolit, dan dapat terjadi asidosis metabolik
Diare yang terjadi merupakan proses dari;
a.    Transport aktif akibat rangsangan toksin bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus halus. Sel mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit. Mokroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area permukaan intestinal, perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit
b.     Peradangan akan menurunkan kemanpuan intestinal untuk mengabsorbsi cairan dan elektrolit dan bahan bahan makanan. Ini terjadi pada sindrom malabsorbsi
c.      Meningkatnya motilitas intestinal dapat mengakibatkan gangguan absorbsi intestinal(Suriadi, yuliana rita, 2006)
Gambar 2 patofisiologi
Munurunnya pemasuka n atau hilangnya cairan akibat muntah, diare, demam, hiperventilasi
 

Cairan ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang
 

Ketidakseimbangan elektrolit
 

Hilangnya cairan dalam intraseluler
 

Disfungsi seluler
 

Syok hipovolemik
 

Kematian
Sumber dari aswhill and droske (1997). Nursing care of child principles and practice.philadelphia;W.B Saunders company
6.    Manifestasi klinik
Mula-mula balita menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu, karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat banyaknya asam laktat, yang berasal ddari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan atau sesudah diare. (Ngastiyah, 2007, Mansjoer dkk, 2006, Asnil dkk, 2003). Anak-anak yang tidak mendapatkan perawatan yang baik selama diare akan jatuh pada keadaan-keadaan seperti dehidrasi, gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemia, gangguan gizi, gangguan sirkulasi. (Asnil dkk, 2003)
Menurun atau tidak ada pengeluaran urin (Suriadi, yuliana rita, 2006)
Bila dilihat dari banyaknya cairan yang hilang,  derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan kehilangan berat badan dan skor Maurice King (Noerrasid, Suraatmadja & Asnil, 1988):
a.    Kehilangan berat badan
1)    Dehidrasi ringan, bila terjadi penurunan berat badan 2,5 – 5 %.
2)    Dehidrasi sedang, bila terjadi penurunan berat bada> 5 – 10 %.
3)    Dehidrasi berat, bila terjadi penurunan berat badan > 10%.
b.    Skor Maurice King
                                Tabel.1. skor dehidrasi
Bagian tubuh yang diperiksa
Nilai untuk gejala yang ditemukan
0
1
2
Keadaan umum

Kekenyalan kulit
Mata
Ubun-ubun besar
Mulut
Denyut nadi
Sehat

Normal
Normal
Normal
Normal
< 120 x/menit
Gelisah, apatis, rewel, ngantuk
Sedikit (-)
Sedikit cekung
Sedikit cekung
Kering
120 – 140 x/m
Mengingau, koma atau syok
Sangat kurang
Cekung
Cekung
Kering
< 140 x/m

1)    Dehidrasi ringan 0 – 2
2)    Dehidrasi sedang 3 – 6
3)    Dehidrasi berat 7 – 12
Sumber :(sodikin, 2011),keperawatan anak , hal 120 -121
                                       Tabel.2. Gejala klinis
Gejala klinis
Ringan
Sedang
Berat
Keadaan umum
-      Kesadaran
-      Rasa haus
Sirkulasi
-      Nadi
Respirasi
-      Pernafasan
Kulit
-      Ubun-ubun besar
-      Mata
-      Turgor dan tonus
-      Diuresis
-      Selaput lendir

Baik (composmentis)
+

Normal

Biasa

Agak cekung
Agak cekung
Biasa
Normal
Normal

Gelisah
++

Cepat

Agak cepat

Cekung
Cekung
Agak kurang
Oliguri
Agak kering

Apatis – coma
+++

Cepat sekali

Kusmaul
 (Cepat dan dalam)
Cekung sekali
Cekung sekali
Kurang sekali
Anuria
Kering
Sumber :(sodikin, 2011)keperawatan anak, hal 121- 122
Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dijepit antara ibu jari dan telunjuk selama 30 – 60 detik, kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal dalam waktu :
a.    1 detik              : turgor agak kurang (dehidrasi ringan).
b.    1 – 2 detik        : turgor kurang (dehidrasi sedang).
c.    2 detik              : turgor sangat kurang (dehidrasi berat).
Pada anak – anak dengan ubun – ubun besar sudah menutup, nilai untuk ubun-ubun  besar diganti dengan banyaknya/frekuensi kencing
7.    Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti :
a.    Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, hipertonik).
b.    Renjatan hipovolemik.
c.    Hipokalemia (hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan EKG).
d.    Hipoglikemia.
e.    Intolerance sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defesiensi enzim laktase.
f.     Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik.
g.    Malnutrisi energi protein akibat muntah dan diare jika lama atau kronik.
8.    Pencegahan
Upaya pencegahan diare pada balita dapat dilakukan oleh ibu-ibu dengan beberapa cara antara lain (Depkes RI, 2003)
a.    Memberikan ASI
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi, komponen zat makanan tersedia dalam bantuk yang ideal seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan dari umur 4 sampai 6 bulan
b.    Memberikan makanan pendamping ASI
Makanan pendamping ASI diberikan pada bayi secara bertahap harus dibiasakan dengan makanan orang dewasa yang dihaluskan, karena masa tersebut merupakan masa berbahaya yaitu meningkatnya resiko terkena diare atau penyakit lain yang dapat menyebabkan kematian
c.    Menggunakan air bersih yang cukup
Kuman infeksi penyebab diare ditularkan melalui jalur pekal oral, mereka dapat ditulari dengan memasukkan kedalam mulut cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, tangan atau jari-jari, makanan-makanan yang disiapkan dalam panci yang telah dicuci dengan air tercemar dan lain-lain
d.    Mencuci tangan
Biasakan mencuci tangan dengan sabun terutama sesudah membuang air besar, membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak, dan sebelum makan.
e.    Menggunakan jambang / WC
Keluarga harus membuang air besar di WC yang berfungsi dengan baik yang dapat dipakai seluruh anggota keluarga dan harus dibersihkan secara teratur, bila tidak ada jamban sebaiknya buang air besar jauh dari rumah, jalan setapak, dan tempat anak bermain yang jaraknya lebih kurang10 meter dari air serta menghindari buang air besar tanpa alas kaki.
f.     Membuang tinja balita yang benar
Dalam membuang tinja balita harus secara bersih dan benar, hal-hal yang harus diperhatikan oleh keluarga antara lain;tinja bayi atau anak kecil dibuang di WC, bantu anak buang air besar ditempat yang bersih dan mudah dijangkau, bila tidak ada jamban pilih tempat untuk membuang tinja seperti didalam lobang atau kebun dan kemudian ditimbung, beersihkan tempat dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.
g.    Pemberian imunisasi campak
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Beri anak imunisasi campak segera setelah umur 9 bulan.
9.    Penanganan
Dasar pengobatan diare :
a.    Pemberian cairan : jenis cairan, cairan peroral, cairan parenteral.
b.    Dietetik (cara pemberian makanan).
c.    Pemberian obat-obatan.
1)    Pemberian cairan pada pasien diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum klien.
a)    Cairan peroral : Diare dengan dehidrasi ringan, sedang.
Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3, KCl dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas umur 6 bulan kadar natrium 90 mEq/L. pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan/sedang kadar natrium 50 –60 mEq/L. formula lengkap sering disebut oralit. Cairan sederhana yang dapat dibuat sendiri (Formula tidak lengkap) hanya mengandung garam dan gula (NaCl dan sukrosa), atau air tajin yang diberi garam dan gula, untuk pengobatan sementara dirumah sebelum dibawa berobat ke rumah sakit/pelayanan kesehatan untuk mencegah dehidrasi lebih jauh.
b)    Cairan parenteral
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan pasien misalnya untuk bayi atau pasien yang MEP.
Tetapi semuanya itu tergantung tersedianya cairan setempat.Pada umumnya cairan Ringer Laktat selalu tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja.Mengenai pemberian cairan seberapa banyak yang diberikan bergantung dari berat ringannya dehidrasi yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
Cara memberikan cairan :
(1)  Belum ada dehidrasi
Peroral sampai anak masih mau minum atau 1 gelas setiap defekasi.
(2)  Dehidrasi ringan
(a)  1 jam pertama     : 25-50 ml/kg BB peroral
(b)  selanjutnya         : 125 ml/kg BB/hari ad. Libitum.
(3)  Dehidrasi sedang
(a)  1 jam pertama     : 50-100 ml/kg peroral/intra gastric (sonde).
(b)  Selanjutnya        : 125 ml/kg BB/hari ad. Libitum.
(4)  Dehidrasi berat
(a)  Untuk anak berumur 1 bulan sampai 2 tahun, BB : 3-10 kg 1 jam pertama : 40 ml/kg BB/jam = 10 tetes/kg BB/menit. (set infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13 tetes//kg BB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
7 jam berikutnya : ml/kg BB/jam = 3 tetes/kg BB/menit (set infus 1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/kg/menit (set infus 1 ml = 20 tetes). 16 jam berikutnya : 125 ml/kg BB oralit peroral atau intragastrik.
(b)  Untuk anak umur 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg.
1 jam pertama : 30 ml/kg BB/jam atau 18 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 10 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes). 7 jam berikut : 10 ml/kg BB/jam atau 3 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/kg BB/menit (1 ml=20 tetes).
16 jam berikutnya 125 ml/kg BB oralit peroral atau intragastrik.
(c)  Untuk anak umur 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg.
1 jam pertama : 20 ml /kg BB/jam atau 5 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 7 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes).
7 jam berikut : 10 ml/kg BB/ jam atau 2 ½ tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes).
16 jam berikutnya 105 ml/kg BB oralit peroral atau bila anak tidak mau minum dapat diberikan DG aa intravena 1 tetes/kg BB/menit.(1 ml = 15 tetes) atau 1 ½ tetes/kg BB/menit ( 1 ml = 20 tetes).
(d)  Untuk bayi yang baru lahir neonatus dengan BB : 2-3 kg.
Kebutuhan cairan : 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg BB/24 jam.
Jenis cairan, cairan 4 : 1 (4 bagian gukosa 5 % + 1 bagian NaHCO3 1 ½ %)
Kecepatan :
4 jam pertama : 25 ml/kg BB/jam atau 6 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 8 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes).
20 jam berikutnya 150 ml/kg BB/20 jam atau 2 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 2 ½ tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes).
(e)  Untuk BBLR dengan berat badan kurang 2 kg kebutuhan cairan : 250 ml/kg BB/24 jam. Jenis cairan : 4 : 1
(f)   Kecepatan cairan : sama dengan pada bayi baru lahir.
(g)  Cairan untuk MEP sedang dan berat dengan diare dehidrasi berat.
Misalnya anak umur 1 bulan - 2 tahun dengan berat badan 3–10 kg.
Jenis cairan DG aa dan jumlah cairan 250 ml/kg BB/24 jam.
Kecepatan :
4 jam pertama : 60 ml/kg BB/jam atau 15 ml/kg BB/jam atau 4 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 5 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes).
2)    Penanganan dietatik ( makanan )
Untuk anak di bawah satu tahun dan anak di atas satu tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg jenis makanannya :
a)    Susu (ASI atau susu formula yang rendah laktosa, dan rendah asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron).
b)    Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak mau minum susu.
c)    Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu rendah laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh.
3)    Prinsip pengobatan diare
Pemeriksan spesifik terhadap etiologi diare yang secara rutin dilakukan dilaboratorium tidak praktis. Disamping itu, gejala klinis diare juga tidak spesifik, sehingga pengobatan yang diberikan kepada penderita diare juga harus berdasarkan gejala utama penyakit dan pengertian dasar tentang mekanisme patogenesisnya. Prinsip pengobatan diare adalah:
1.  Diare cair membutuhkan penggantiancairan dan elektrolit tanpa menimbang etiologinya
2.  Makanan harus diberikan,bahkan bahkan harus ditingkatkan selama diare untuk menhindarkan efek buruk pada status gizi.
3.  Antibiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin karena tidak bermanfaat pada kebanyakan kasus, termasuk dalam hal ini paada diare berat dan diare dengan panas, kecuali pada:
a.      Disentri harus diobati dengan antimokroba yang efektif untuk shigella. Penderita yang tidak berespon terhadap pengobatan ini harus dikaji lebih lanjut atau diobati untuk kemungkinan amoebiasis
b.      Suspek kolore dengan dehidrasi berat
c.       Diare persisten, jika ditemukan tropozoit atau kista G,lamblia atau cairan usus, atau bila bakteri patogen usus ditemukan dalamkultur feses.

10. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, dan memulihkan kesehatan.
Proses keperawatan adalah susunan metode pemecahan masalah yang meliputi pengkajian keperawatan, identifikasi/analisa masalah (diagnosa keperawatan), perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Doenges, Marilynn E, 2000) yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan profesional tenaga keperawatan.


1.    Pengkajian
            Pengkajian merupakan tahap awal dan merupakan dasar proses keperawatan, dimana diperlukan pengkajian yang cermat untuk masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian.
Data yang lazim ditemukan pada pengkajian klien dengan diare meliputi :
a.    Sering defekasi :
1)    Warna kuning kehijauan.
2)    Mungkin mukoid.
3)    Mungkin mengandung darah.
b.    Penurunan berat badan atau kegagalan untuk meningkatkan berat badan.
c.    Penurunan nafsu makan.
d.    Nyeri dan/atau kram abdomen.
e.    Distensi abdomen.
f.     Hyperaktif bising usus.
g.    Muntah.
h.    Demam.
i.      Peka rangsang.
j.      Letargi meningkat.
k.    Dehidrasi :
1)    Depresi fontanel anterior.
2)    Mata cekung.
3)    Turgor kulit buruk.
4)    Selaput lendir kering.
5)    Tak ada air mata saat menangis.
6)    Berat jenis urine tinggi.
7)    Oliguria.
l.      Ketidakseimbangan elektrolit.
m.   Hiponatremia atau hipernatremia.
n.    Hipokalemia atau hiperkalemia.
o.    Asidosis metabolik.
p.    Pemeriksaan penunjang
Untuk kasus diare biasanya dilakukan pemeriksaan :
1)    Usapan dubur untuk biakan kuman, biasanya ditemukan E. coli, Shygella, selain sebagai biakan kuman juga berfungsi untuk mendeteksi apakah klien intoleransi terhadap makanan lemak atau karbohidrat.
2)    Pemeriksaan darah rutin : Hb, leukosit, eritrosit, trombosit, biasanya terjadi leukositosis bila diare disebabkan kuman.
3)    Analisa gas darah, untuk mengetahui tingkat asidosis akibat dehidrasi.
4)    Kimia darah, untuk mengetahui tingkat elektrolit dalam darah, biasanya kalium dan natrium di bawah normal.
5)    Pemeriksaan urinalisa : kepekatan dan berat jenis urine.
2.     Diagnosa  keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis terhadap respon aktual dan potensial dari individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/ proses kehidupan (Doenges, Marilyn E , 1998). Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien diare, baik aktual maupun potensial adalah sebagai berikut :
a.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah atau diare.
b.    Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah atau diare.
c.    Diare berhubungan dengan iritasi usus, proses infeksi, atau malabsorbsi usus.
d.    Perubahan intergitas kulit berhubungan dengan seringnya defekasi dengan iritasi pada daerah anal dan bokong.
e.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai perawatan di rumah.
f.     Kecemasaan orang tua berhubungan dengan kondisi anaknya


3.    Perencanaan
Adapun rencana tindakan keperawan pada klien dengan diare, adalah sebagai berikut :
a.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah atau diare
Tujuan     :   Status volume cairan kembali normal, dengan kriteria membran mukosa lembab, turgor kulit normal,  penambahan berat badan, haluaran urine sesuai usia.
Intervensi :
1)    Monitor intake dan output
Rasional  :   Catatan mengenai intake dan output dapat mendeteksi dini adanya ketidakseimbangan cairan.
2)    Timbang BB tiap hari
Rasional  :   Penimbangan berat badan harian yang tepat dapat mendeteksi kehilangan cairan.
3)    Pantau tanda dan gejala dehidrasi seperti ; turgor kulit, warna kulit, keadaan ubun-ubun, membran mukosa, haus.
Rasional  :   Adanya turgor kulit yang jelek, ubun-ubun yang cekung, membran mukosa kering mengindikasikan adanya dehidrasi.
4)    Beri cairan parenteral dengan pemberian cairan elektolit sesuai pesanan.
Rasional  :  Pemberian cairan parenteral sangat dibutuhkan jika klien telah mengalami dehidrasi atau resiko terjadinya dehidrasi.
5)    Beikan cairan peroral kepada klien
Rasional  :   Pemberian cairan peroral dapat mengembalikan cairan dan elektrolit yang hilang melalui muntah dan defekasi.
b.    Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah atau diare.
Tujuan   :   Nutrisi dapat terpenuhi melalui intake yang adekuat dengan kriteria adanya penambahan berat badan.
Intervensi :
1)    Timbang berat badan tiap hari.
Rasional  :   Dengan menimbang berat badan tiap hari dapat diketahui status nutrisi klien.
2)    Pantau intake dan output
Rasional  :   Untuk mengetahui apakah sudah terjadi keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran.
3)    Beri makan sedikit-sedikit dan makanan tambahan yang tepat
Rasional  :   Dilatasi gaster akan terjadi bila pemberian makanan terlalu cepat setelah periode puasa.
4)    Beri HE tentang manfaat gizi seimbang
Rasional  :   Gizi seimbang dapat mempercepat proses penyembuhan dan sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan.
5)    Kolaborasi pemberian diet yang tepat sesuai dengan program pengobatan dan indikasi.
Rasional  :   Pemberian diet yang tepat dapat memenuhi kebutuhan klien akan nutrisi serta mencegah terjadinya malnutrisi.
c.    Diare berhubungan dengan iritasi usus, proses infeksi atau malabsorbsi usus.
Tujuan   :   Pola defekasi klien dapat kembali normal seperti sebelum dirawat di rumah sakit.
Intervensi :
1)    Pertahankan status puasa sampai frekuensi dan volume difekasi menurun.
Rasional  :   Untuk mencegah terjadinya iritasi gastrik lebih lanjut.
2)    Kaji fekuensi, karakteristik dan warna faeces
Rasional  :   Agar dapat diketahui secara dini adanya perubahan yang terjadi pada pola defekasi..
3)    Berikan cairan dalam porsi sedikit tapi sering.
Rasional  :   Dapat menggantikan cairan yang hilang pada diare dan muntah.
4)    Tingkatkan diet dari cair menjadi lebih padat.
Rasional  :   Agar kebutuhan diet klien dapat terpenuhi dan untuk memantau volume defekasi.
d.    Perubahan integritas kulit berhubungan dengan seringnya defekasi dengan iritasi pada daerah anal dan bokong.
Tujuan : Klien dapat menunjukkan tidak terjadi kerusakan integritas kulit, dengan kriteria warna kulit daerah anal dan bokong sama dengan daerah sekitarnya dan tidak terjadi lecet serta kemerahan.
Intervensi :
1)    Jaga daerah pemasangan popok agar tetap bersih dan kering
Rasional  :   Agar daerah perineal tidak lembab yang memudahkan terjadinya lecet.
2)    Bersihkan daerah perineal setiap kali selesai defekasi, bilas dengan air dan keringkan dengan tissue.
Rasional  :   Daerah perineal yang bersih mencegah terjadinya lecet dan iritasi pada daerah perianal.
3)    Ganti popok / alat tenun setiap kali basah
Rasional  :   Menghindari pertumbuhan dan perkembangan mikoorganisme.
4)    Berikan salep pelindung setiap mengganti popok / pakaian.
Rasional  :   Salep pelindung kulit mengurangi kontak kulit perineal dengan asam dan cairan faeces.
5)    Cuci tangan sebelum dan setelah mengganti popok / pakaian.
Rasional  :   Untuk mencegah terjadinya infeksi silang dari keluarga kepada klien.
e.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai perawatan di rumah.
Tujuan : Orang tua / keluarga dapat memahami tentang perawatan di rumah serta diet yang harus dijalankan .
Intervensi :
1)    Ajarkan tehnik cuci tangan yang baik sebelum dan setelah mengganti popok / pakaian.
Rasional  :   Agar orang tua / keluarga dapat mengetahui tehnik mencuci tangan yang baik sehingga dapat diterapkan di rumah.
2)    Jelaskan kepada orang tua untuk selalu memonitor adanya muntah atau diare pada anak dan denyut nadi yang tidak teratur serta langsung melaporkan kepada dokter.
Rasional  :   Adanya tanda-tanda muntah dan diare merupakan gejala ketidakseimbangan cairan.
3)    Ajarkan kepada orang tua bagaimana penanganan diare di rumah
Rasional  :   Dengan mengetahui cara penanganan diare di rumah memudahkan orang tua memberi tindakan sebelum membawa klien ke rumah sakit.
4)    Diskusikan pentingnya masukan ciaran yang adekuat serta kebutuhan diet.
Rasional  :   Mempercepat penyembuhan dan normalisasi fungsi usus.
f.    Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi anaknya
Tujuan : menurunkan rasa takut dan cemas orang tua terhadap   kondisi anaknya
Intervensi :
1)    Berikan informasi tentang proses penyakitnya dan antisipasi tindakan
Rasional : mengetahui apa yang di harapkan dapaat menurunkan ansietas.
2)    Kaji ulang proses penyakit dasar dan harapan untuk sembuh
Rasional : memberikan dasar pengetahuan bagi pasien yang memunkingkan membuat pilihan berdasarakan informasi.
3)    Dorong menyatakan perasaan berikan umpan balik
Rasional : membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien/orang terdekat dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress.
4)    Akui bahwa ansietas dan mirip dengan yang di ekspresikan orang lain. Tingkatkan perhatian mendengar pasien.
Rasional : validasi bahwa perasaan normal dan dapat membantu menurunkan stress.
5)    Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang apa yang dilakukan.
Rasional : keterlibatan klien atau keluarga dalam perencanaan perawatan memberiakn rasa kontrol dan membantu menurunkan ansietas.
6)    Bantu untuk mengidentifikasi atau memerlukan perilaku koping yang digunakan pada masa lalu.
Rasional : perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah atau stress saat ini.
4.    Pelaksanaan / implementasi
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan .Untuk memperoleh pelaksanaan yang efektif, dituntut pengetahuan dan keterampilan yang luas dari tenaga perawat untuk memberikan pelayanan perawatan yang baik dan bermutu yang telah ditentukan dan direncanakan.
a.    Melaksanakan rencana keperawatan
Segala informasi yang tercakup dalam rencana keperawatan merupakan dasar atau pedoman dalam intervensi perawatan.
b.    Mengidentifikasikan reaksi / tanggapan klien
Dalam mengidentifikasikan reaksi / tanggapan klien dituntut upaya yang tidak tergesa-gesa, cermat dan teliti, agar menemukan reaksi klien sebagai akibat tindakan perawatan yang diberikan. Dengan melihat akan sangat membantu perawat dalam mengidentifikasikan reaksi klien yang mungkin menunjukkan adanya penyimpangan – penyimpangan.
c.    Mengevaluasi tanggapan / reaksi klien
Dengan cara membandingkan terhadap syarat-syarat dengan hasil yang diharapkan. Langkah ini merupakan syarat yang pertama yang dipenuhi bila perawat telah mencapai tujuan.Syarat yang kedua adalah intervensi perawatan dapat di terima oleh klien.
5.    Evaluasi
Merupakan proses yang kontinyu untuk menjamin kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan, dilakukan dengan meninjau respons pasien untuk menentukan keefektifan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Yang perlu dievaluasi adalah sebagai berikut :
a.    Apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum.
b.    Apakah masalah yang ada sudah terpecahkan atau belum.
c.    Apakah perlu pengkajian kembali.

DAFTAR PUSTAKA

Sodikin.(2011). Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta :      EGC.
Suriadi & Rita yuliani.(2010) Asuhan Keperawatan Pada Anak.     Jakarta:CV,Sagung Seto
Andra saferi wijaya & yessie mariza putri (2013). Teori dan Contoh            askep.yogyakarta : Nuha Medika
Depkes RI.(2009). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang                  Kesehatan 2005 – 2025. Jakarta: Depkes RI
Dongoes Marilyn E. 2000. Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. EGC. Jakarta.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar