Sabtu, 17 Juni 2017

Anatomi dan Fisiologi tulang



Anatomi dan Fisiologi tulang
      a. Pengertian tulang.    
   Tulang terdiri dari  materi intra sel, baik berupa sel yang hidup ataupun sel yang tidak hidup. Bahan-bahan tersebut berasal dari embriohialin tulang rawan melalui osteogenesis kemudian menjadi tulang, proses ini oleh sel-sel yang disebut osteoblas. Kualitas kerasnya tulang merupakan hasil deposit kalsium.
b. Fungsi tulang
1).  Membentuk rangka badan.
2). Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot.
3). Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam, seperti otak, sum-sum tulang belakang, jantung, dan paru-paru.
4). Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam.
5). Sebagai organ yang mempunyai fungsi tambahan lain yaitu sebagai jaringan hemopoietik untuk memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit.
c.   Klasifikasi tulang
1). Tulang panjang (femur, homerus, dan tibia).
2). Tulang pendek (carpals).
3). Tulang ceper (tulang tengkorak).
4). Tulang yang tidak beraturan : vertebrae (sama dengan tulang pendek).
5). Tulang sesamoid.
Tulang kecil terpendek sekitar tulang persendian dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial. Misalnya patella.
d.  Struktur tulang femur (tulang panjang)                                                                      Tulang panjang mempunyai 3 bagian yaitu :
1). Diafisis/batang                                                                    
Bagian tengah tulang yang berbentuk silinder, bagian ini tersusun dari bagian kortikal yang memiliki kekuatan yang besar, disusun oleh tulang trabekuler atau tulang spongiosa yang mengandung sum-sum merah.
2). Metafisis
Metafisis menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlengketan tendon dan ligamen pada epifisis.
3). Epifisis
Letaknya dekat sendi tulang panjang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang berhenti.
Tulang femur merupakan tulang terpanjang, ujung proksimalis merupakan kepala yang disebut caput femoris, bentuk bulat mengarah ke atas dan ke atasnya bersambungan dengan asetabulum untuk artikulasi. Di bawah caput femoris terdapat collum femoris (leher dan caput femoris).  Pada ujung proksimal terdapat dua penonjolan yaitu trochanter mayor dan trochanter minor. Ujung distal femur melebar dengan adanya condylus lateralis dan keduanya masuk ke dalam pembentukan sendi lutut.
tulang tersusun menjadi 3 jenis sel yaitu :
a.    Osteoblas
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osfiksasi.
b.    Osteosit
Sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c.    Osteoklas
Sel-sel besar berinti yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi, osteoklas ini mengikis tulang.

3.     Etiologi
1). Trauma
(a). Langsung (kecelakaan lalu lintas).
(b). Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi duduk / berdiri sehingga terjadi fraktur tulang belakang
2). Patologis metastase dari tulang
3). Degenerasi
4). Spontan : terjadi tarikan otot yang sangat kuat
4.     Insiden
a). Faktor ekstrinsik
adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu dan arah tekananyang dapat menyebabkan fraktur
b). Faktor instrinsik                                                                                                              beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas arbsobsi dari tekanan elastisitas, kelelahan dan kepadatan atau kekerasan tulang.

5.     Manifestasi klinis                                                                                      Tanda – tanda klasik fraktur
a.    Nyeri
b.    Deformitas
c.    Krepitasi
d.    Bengkak
e.    Peningkatan temperatur lokal
f.      echymosis
g.    Pergerakan abnormal
h.    Kehilangan fungsi
6.     Patofisiologi
              Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas  untuk menahan tekanan. (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. (Carpnito, Lynda juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Pendarahan terjadi karena kerusakan tersebut  dan terbentuklah hematoma dirongga medula  tulang. Jaringan tulang segera berdekatan kebagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respons inflamasi yang ditandai dengan Vasudilatasi, eksudasi plasma dan leukosit dan infiltrasi sel darah putih. kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya. (Black, J. M, dan rekan-rekannya 1993).
7.  Klasifikasi fraktur
a. Menurut jumlah garis fraktur
1). simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
2). Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
3). Comminutife fraktur (banyak garis fraktur / fragmen kecil yang lepas)
b.  Menurut luas garis fraktur
1). Fraktur inkoplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
2). Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
3). Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak nampak, sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang)

c.   Menurut bentuk fragmen
1). Fraktur transfersal (bentuk fragmen melintang)
2). Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
3). Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
d.  Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar
1). Fraktur terbuka (fragmentulang menembus kulit)
(a). Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka ˂ ˃1 cm
(b). Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka ˃1 cm
(c). Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar
2). Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)
8.  Proses penyembuhan tulang
Proses penyembuhan tulang pada fraktur terbagi atas 4 bagian tulang :
a). Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri dari 5 fase, yaitu :
(1). Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur.
(2).Fase proliferasi seluler sub periosteal dan endosteal.
Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi. Penyembuhan-penyembuhan fraktur sekitar terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berfroliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktivitas seluler dalam kanalis modularis.
(3).Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis).      Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologis kalus sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
(4). Fase konsolidasi (fase union secara radiologi).
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-perlahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
(5). Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorbsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sum-sum.
b). Penyembuhan fraktur pada tulang spongiosa.
Penyembuhan terutama oleh aktivitas endosteum dalam trabekula. Bila vaskularisasi atau kontak baik, maka penyembuhannya cepat.
c). Penyembuhan fraktur pada lempeng epifisis.
Fraktur epifisis sangat cepat penyembuhannya, oleh karena epifisis aktif dalam pembentukan tulang.
d). Penyembuhan fraktur pada tulang rawan sendi
Penyembuhan sulit (vaskularisasi kurang/tidak ada). Bila ada celah fraktur akan diisi oleh jaringan ikat. Penyembuhan kembali menjadi tulang rawan hialin dimungkinkan bila dilakukan reposisi anatomis dan fiksasi interna khusus dengan CPM (Continous Passive Movement).
9.  Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada fraktur adalah :
a). X-ray
-  Menentukan lokasi / luasnya fraktur
b). Scan tulang
-  Memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c). Arteriogram
-  Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
d). Hitung darah lengkap
-  Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada pendarahan peningkatan lekosit sebagai respons terhadap peradangan
e). Kretinin
-  Trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klires ginjal
f). Profi koagulasi
-  Perubahan dapat terjadi padakehilangan darah, transfusi atau cidera hati
10.  Penatalaksanaan
Yang harus diperhatikan pada waktu mengenal fraktur adalah :
a). Recognisi/pengenalan.
Dimana riwayat kecelakaannya atau riwayat terjadi fraktur harus jelas.
b). Reduksi/manipulasi.
Usaha untuk manipulasi fragmen yang patah sedapat mungkin dapat kembali seperti letak asalnya.
c). Retensi/memperhatikan reduksi.
Merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen
d). Traksi                                                      
Suatu proses yang menggunakan kekuatan tarikan pada bagian tubuh dengan memakai katrol dan tahanan beban untuk menyokong tulang.
e). Gips
Suatu teknik untuk mengimobilisasi bagian tubuh tertentu dalam bentuk tertentu dengan mempergunakan alat tertentu.
f). Operation/pembedahan
Saat ini metode yang paling menguntungkan, mungkin dengan pembedahan. Metode ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Dengan tindakan operasi tersebut, maka fraktur akan direposisi kedudukan normal, sesudah itu direduksi dengan menggunakan orthopedi yang sesuai
11.      Fraktur femur dengan tindakan skeletal traksi
Sesuai dengan judul yang penulis angkat pada penyusunan karya tulis ini, maka penulis membahas khusus tentang fraktur femur                 a. Fraktur femur
Fraktur femur mempunyai insiden yang cukup tinggi antara jenis-jenis patah tulang, tujuan dari pengobatan fraktur, termasuk fraktur femur ialah untuk mendapatkan kembali fungsi sebaik-baiknya dalam waktu yang secepat-cepatnya. Tipe fraktur yang penulis bahas dalam karya tulis ini tipe fraktur terbuka yang diklasifikasikan lagi menjadi tiga (3) tipe berdasarkan adanya luka.
1). Pengertian fraktur terbuka.
Dikatakan fraktur terbuka bila tulang yang patah menembus jaringan lunak di sekitarnya dan terjadi hubungan antara tulang dengan udara.
2). Tipe fraktur berdasarkan adanya luka.
(a). Tipe I        : Luka tembus dengan diameter 1 cm atau kurang dan keadaan luka relatif bersih, tidak disertai dengan adanya kontusio otot atau jaringan lunak di sekitarnya. Penyebabnya energi ringan.
(b). Tipe II       : Terdapat luka laserasi lebih dari 1 cm tanpa disertai kerusakan jaringan lunak yang luas, flap atau luka avulsi.
(c). Tipe III       :   Patah tulang yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak yang luas, termasuk otot, kulit dan sistem neurovaskuler. Penyebabnya energi yang besar dan patah tulangnya mempunyai fragmen yang besar (fragmented), dibagi lagi menjadi :
(1). Tipe IIIA         : Bagian tulang terbuka masih dapat ditutupi oleh jaringan lunak.
           (2). Tipe IIIB          : Terdapat kehilangan jaringan lunak yang luas dengan terkelupasnya periosteum dan bone exposure, biasanya terdapat kontaminasi yang masif.
       (3). Tipe IIIC       : Disertai dengan kerusakan arteri yang    memerlukan perbaikan.
3). Tipe fraktur berdasarkan posisinya
Sebatang tulang panjang terbagi menjadi 3 bagian yaitu :
(a). 1/3 proximal (1/3 bagian atas).
(b). 1/3 medial (1/3 bagian tengah).
(c). 1/3 distal (1/3 bagian bawah).
4). Pengobatan/penanganan
(a). Pengobatan
1.    Cara konservasif.
2.    Cara operatif.
(b). Penanganan
Penanganan pada fraktur femur yang penulis bahas sama dengan penanganan fraktur secara femur.
b. Tindakan skeletal traksi.
Daya penarikan langsung mengena pada tulang maka penarikannya kuat. Paku kawat baja (Qirsuk wire) dipakai dalam cara ini. Karena daya penarikannya kuat, dilakukan pada patah tulang orang dewasa yang pergeserannya besar dan patah tulang yang sudah lama.
1). Perawatan traksi khusus untuk skeletal traksi :
(a). Observasi
 - Pada fraktur terbuka : keadaan luka.
(b).  Cek fungsi saraf
 - Rasa nyeri, gerakan bengkak, necrosis.
(c).  Penarikan harus tepat.
 - Arah penarikannya tetap.
 - Daya tariknya tetap.
(d).Rasa nyaman pasien harus dipertahankan setiap waktu.
-         Mendengarkan keluhan pasien.
-         Pakai kasur yang keras agar badan tidak tenggelam ke dalam tempat tidur.
(e). Mencegah kerusakan kulit.
-         Hati-hati infeksi dan nekrosis.
-         Kulit di bagian tusukan lewat mengalami nekrosis karena penarikan.
-         Bagian tusukan kawat perlu ditutup dengan kasa steril.
-         Qirsuk wire sangat tajam ujungnya maka perlu ditutup dengan kain kasa agar tidak terluka waktu menggerakkan kaki yang sehat waktu merawat.
2). Fungsi dari pemasangan traksi.
Untuk mempersatukan fragmen tulang yang patah dan untuk mempertahankan posisi tulang hingga terjadi pertumbuhan
dan penyambungan tulang.
Fungsi lain, sebagai berikut :
(a). Mempertahankan kesinambungan dan kestabilan tulang.
(b). Memperbaiki dan menjaga terjadi deformitas.
(c). Imobilisasi sendi yang sakit.
(d). Penanganan sakit seperti arthritis, kerusakan otot, atau  ligamen, dislokasi.


3). Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang harus diwaspadai :
(a). Pada anak-anak terutama plester traksi dan pembalut melingkar dapat menghambat sirkulasi.
(b). Pada orang yang lebih tua traksi kaki dapat menyebabkan predisposisi untuk cedera saraf dan mengakibatkan kaki jatuh.
(c). Komplikasi yang sering kali dtemukan adalah sindrom  kompartemen
Yaitu terjadi bila pembengkakan akibat fraktur atau tekanan dalam suatu ruang yang dibatasi oleh kompartemen karena adanya kerusakan dan membukanya jaringan dan memungkinkan pembuluh darah dan saraf memasuki dan keluar dari kompartemen atau inflamasi yang mengakibatkan peningkatan dari dalam.
Gejalanya      :   Nyeri dalam area kompartemen : meningkat tidak menjalar dan tidak hilang dengan penggunaan narkotik, pembengkakan dan kemerahan setempat. Nyeri dengan gerakan pasif parestesia, tidak teraba denyutan, kehilangan fungsi motorik progresif.

B.    Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.

Pada asuhan keperawatan ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu proses pemecahan masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki dan memelihara pasien sampai optimal melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk membantu pasien.
Proses keperawatan terdiri dari 4 tahap yaitu :
1.    Pengkajian
            Pengkajian merupakan pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga diketahui kebutuhan pasien tersebut. Hasil analisis data merupakan pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan. Dalam pengkajian data perlu dikaji pada pasien yang patah tulang sebagai berikut :
a. Pengumpulan data                                                            Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menggali data dari erbagai sumber yang mendukung dan mempengaruhi timbulnya masalah. Sumber data tersebut berasal dari pasien, keluarga, perawat, dan tim kesehatan lainnya. Status serta pemeriksaan laboratorium dan radiology.
Data yang dikumpulkan :
1). Identitas pasien                         : Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku atau bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2). Identitas penanggung                 :  Nama, alamat, status perkawinan, agama, pendidikan,  pekerjaan, umur, jenis kelamin, suku atau bangsa, alamat, hubungan keluarga.
3). Riwayat kesehatan antara lain :
(a). Keluhan utama : Keluhan yang dirasakan pasien ketika dikaji
(b). Riwayat keluhan utama     : Pada riwayat keluhan utama akan nampak apa yang dirasakan klien saat itu seperti nyeri akibat fraktur. Sifat nyeri, lokasi, dan penyebaran, hal-hal yang meringankan atau memperberat. Keluhan lain yang menyertai : demam, kelemahan, nyeri dada dan batuk, konstipasi.
(c). Riwayat keluhan masa lalu akan memberikan informasi tentang kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita.
4).  Pemeriksaan fisik
             Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, terhadap berbagai sistem tubuh, maka akan ditemukan hal-hal sebagai berikut :
(a). Keadaan umum :
           Pada klien dengan imobilisasi dengan fraktur femur perlu dilihat dalam hal keadaan umumnya meliputi : penampilan, postur tubuh, kesadaran, dan gaya bicara, karena klien yang diimobilisasi biasanya akan mengalami kelemahan, kebersihan diri kurang, bentuk tubuh kurus akibat adanya penurunan BB, tapi gaya bicaranya masih normal, kesadarannya komposmentis.

(b). Sistem pernafasan
             Immobilisasi pasien dengan fraktur berpengaruh pada pengembangan paru dan imobilisasi sekret pada jalan nafas. Kurangnya pergerakan, kurang rangsang batuk kurang dalam ventilasi menyebabkan lendir akan berkumpul pada bronchus dan broncheolus menyebabkan tachipnea.
(c). Sistem kardiovaskuler
              Mulai dikaji dari warna konjungtiva, warna bibir ada tidaknya peningkatan tekanan vena jugularis dengan auskultasi dapat dikaji bunyi jantung. Pada daerah dada dan pengukuran tekanan darah dengan palpasi dapat dihitung frekuensi denyut nadi. Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas), hipotensi (kehilangan darah). Nadi disertai tidak teraba bagian yang cedera, pengisian kapiler lambat.
(d). Sistem pencernaan
            Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui secara dini penyimpangan pada sistem ini seperti konstipasi merupakan komplikasi yang sering akibat imobilisasi, perubahan makanan dan minum yang normal, kurang kegiatan.
(e). Sistem genitourinari
            Dapat dikaji dari ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang keadaan alat-alat genetalianya bagian luar mengenai bentuknya ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri waktu miksi, serta bagaimana warna urine.
(f). Sistem muskuloskeletal
Yang perlu dikaji pada sistem ini adalah :
Otot                   :   Inspeksi mengenai ukuran otot pada daerah fraktur yaitu adanya kelemahan, atropi karena tidak digunakan. Amati otot dan tendon untuk mengetahui kemungkinan mengalami kontraktur. Palpasi pada otot saat istirahat untuk mengetahui tonus otot. Palpasi otot pada saat bergerak secara aktif dan pasif untuk mengetahui adanya kelemahan (flasiditas) kekuatan otot dinilai dalam 5 tingkatan gradasi
Skala
Kenormalan/ Kekuatan %
Ciri-ciri
0      1                   2

3                    4

5
0                       10                             25
                                  50                                75                                                                   

100
Paralisis total                                                             Tidak ada gerakan teraba                                          Gerakan otot penuh menentang grafitasai dengan sokongan gerakan normal Geraknya normal menentang grafitasi Gerakan normal penuh menentang grafitasi dengan sedikit penahanan                                 Gerakan normal penuh menentang grafitasi dengan tekanan penuh

Tulang            :    Kenormalan susunan tulang dan deformitas. Palpasi tulang adanya edema atau nyeri tekan
Persendian    : Palpasi adanya nyeri tekan, gerakan, bengkak,     krepitasi, rentang gerak (range of motion).
(g). Sistem integumen
              Kehilangan integritas kulit (abrasi, decubitus) disebabkan     karena gesekan, tekanan jaringan bergeser satu dengan yang lain, berkeringat, kenaikan suhu pada perabaan.
(h). Sistem neurosensori
Hilangnya gerakan atau sensasi, kesemutan atau kebas (parestesi). Spasme otot.
5). Pola aktivitas sehari-hari pada pasien yang mengalami fraktur meliputi : frekuensi makan, porsi makan, kwantitas minum, eliminasi yang meliputi BAB serta BAK, personal hygiene (frekuensi mandi, mencuci rambut, gosok gigi, ganti pakaian, menyisir rambut, dan menggunting kuku, olahraga dan istirahat).
6). Data psikososial
Pengkajian yang dilakukan pada pasien immobilisasi pada dasarnya sama dengan pengkajian psikososial pada gangguan sistem yang lain yaitu mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri). Dan hubungan atau interaksi pasien baik dengan anggota keluarganya maupun dengan lingkungan di mana ia berada.
7). Data spiritual
 Pasien dengan fraktur perlu dikaji tentang agama dan kepribadiannya, keyakinan-keyakinan, harapan, serta semangat yang terkandung dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhannya. Apakah klien masih bisa melakukan ibadah shalat seperti biasanya.
8). Data penunjang
(a). Pemeriksaan diagnostik.
1. Pemeriksaan rontgen untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur.
2. Scan tulang, tomogram, scan CT atau MRI :  memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3.   Arteriogram dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
(b). Pemeriksaan laboratorium.
1. Hitung darah lengkap, Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal setelah trauma.
Hb bila kurang dari 10 mg % menandakan anemia dan jumlah leukosit bila lebih dari 10.000/mm3 menandakan adanya infeksi.
2. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens dan ginjal.
3. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cedera hati.
b. Analisa data
           Dengan melihat data subjektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi klien dengan memperhatikan masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan yang muncul.
c. Diagnosa
          Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan yang aktual atau potensial di mana perawat pendidikan dan pengalamannya mampu mengatasinya.
Diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur femur dapat tersusun sebagai berikut :
1). Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan dengan fraktur (kehilangan integritas tulang).
2). Nyeri berhubungan dengan otot, pergerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi, stress, ansietas.
3). Resiko tinggi terhadap disfungsi perifer berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.
4). Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak, perubahan membran alveolar/kapiler.
5). Gangguan mobilitas berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri/ketidaknyamanan.
6). Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup dan mobilisasi.
7). Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer ; kerusakan kulit, trauma jaringan, prosedur invasif, traksi tulang.
8). Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah informasi/tidak mengenal sumber informasi.
9). Gangguan pemenuhan ADL : berhubungan dengan immobilisasi.
10). Gangguan konsep diri (body image) berhubungan dengan fraktur ; tindakan traksi.
11). Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
2.     Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien, maka langkah selanjutnya adalah memenuhi kebutuhan tersebut melalui suatu perencanaan yang baik.
a). Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan dengan fraktur.
(1). Tujuan :
a.   Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur.
b. Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada sisi fraktur.
c. Menunjukkan pembentukan kalus/mulai penyatuan fraktur dengan tepat.



(2). Tindakan atau intervensi :
a.  Pertahankan tirah baring atau ekstremitas sesuai   indikasi. Berikan sokongan sendi di atas dan di bawah fraktur.
Rasional        :  Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi atau  penyembuhan.
b. Letakkan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik
Rasional        :  Tempat tidur empuk atau lentur dapat membuat deformasi gips yang masih basah, mematahkan gips yang sudah kering atau mempengaruhi dengan penarikan traksi.
c. Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut, pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat, gulungan tronkanter, papan kaki.
Rasional            :   Mencegah gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi-posisi yang tepat  dari bantal dan juga dapat mencegah tekanan deformitas pada gips yang kering.


d.  Pertahankan posisi/integritas traksi.
Rasional         : Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot atau pemendekan untuk memudahkan posis   atau penyatuan.
e.  Pertahankan katrol tidak terhambat dengan beban bebas menggantung : hindari mengangkat atau menghilangkan berat.
Rasional         : Jumlah beban traksi optimal dipertahankan, catatan memasukkan gerakan bebas beban selama mengganti posisi pasien menghindari penarikan berlebihan tiba-tiba pada fraktur yang menimbulkan nyeri dan spasme otot.
f.    Kaji ulang tahanan yang mungkin timbul karena terapi.
Contoh pergelangan tidak menekuk/duduk dengan traksi buck atau tidak memutar di bawah pergelangan dengan traksi Russel.
Rasional         : Mempertahankan integritas tarikan traksi sehingga traksi berfungsi tepat untuk menghindari interupsi penyambungan fraktur


g.  Kaji ulang foto/evaluasi.
Rasional      :    Memberikan bukti visual mulainya pembentukan kalus/proses penyembuhan untuk menentukan tingkat aktivitas dan kebutuhan perubahan/tambahan terapi.
b). Nyeri berhubungan dengan otot, gerakan fragmen tulang, alat traksi.
(1). Tujuan :
a.     Menyatakan nyeri hilang.
b.     Menunjukkan tindakan santai : mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan cepat.
c.      Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi.
(2). Intervensi :
a.     Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips, pembebat, traksi.
Rasional      :  Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan jaringan yang cedera.
b.     Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
Rasional      :  Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, menurunkan nyeri.

c.      Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional              :   Mempertahankan kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera.
d.     Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh perubahan posisi.
Rasional              :   Meningkatkan sirkulasi umum ; menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.
e.     Berikan obat sesuai indikasi narkotik dan analgetik non narkotik.
Rasional              :   Menghambat reseptor nyeri dan menurunkan ambang nyeri atau spasme otot.
c). Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer.
(1). Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan.
(2). Intervensi :
a.  Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur.
Rasional       :   Kembalinya warna cepat (3 – 5 detik), warna kulit putih menunjukkan gangguan arterial, sianosis diduga ada gangguan vena.
b.     Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan fungsi motorik/sensori.
Rasional   :   Gangguan perasaan bebas, kesemutan, peningkatan/ penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi syaraf tidak adekuat atau syaraf rusak.
c.      Tes sensasi syaraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput antara ibu jari pertama dan kedua dan kaji kemampuan untuk dorsofleksi ibu jari bila diindikasikan.
Rasional   :   Panjang dan posisi syaraf parineal meningkatkan resiko cedera pada adanya fraktur kaki, edema/sindrom kompartement, atau melapisi alat traksi.
d.     Kaji keseluruhan panjang ekstremitas yang cedera untuk pembengkakan/pembentukan edema. Ukur ekstremitas yang cedera dan bandingkan dengan yang tak cedera.
Rasional   :   Peningkatan lingkar ekstremitas yang cedera dapat diduga ada pembengkakan jaringan/edema umum tetapi menunjukkan perdarahan.
e.     Awasi tanda vital, perhatikan tanda-tanda pucat, cyanosis, kulit dingin.
Rasional   :   Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
f.     Berikan kompres es sekitar fraktur sesuai indikasi.
Rasional    : Menurunkan edema atau pembentukan hematoma yang dapat mengganggu sirkulasi.
g.     Awasi Hb/Ht, pemeriksaan koagulasi.
Rasional    : Membantu dalam kalkulasi kehilangan darah dan membutuhkan keefektifan terapi penggantian.
d). Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak.
(1). Tujuan : Mempertahankan fungsi pernafasan yang adekuat.
(2). Intervensi : Awasi frekuensi pernafasan.
Rasional         :   Takipnea, dispnea dan insufisiensi pernafasan.
a.     Auskultasi bunyi nafas perhatikan terjadinya, dan inspeksi mengorok/sesak nafas ketidaksamaan bunyi hiperesonan, juga adanya gemericik, ronchi, mengi.                                         Rasional : Perubahan dalam atau adanya bunyi adventisius menunjukkan terjadinya komplikasi pernafasan.
b.    Observasi sputum untuk tanda adanya darah.
Rasional   :   Hemodialisa dapat terjadi dengan emboli paru.
c.    Inspeksi kulit untuk petekie di atas garis puting pada aksilla meluas ke abdomen/tubuh, mukosa mulut kantong konjungtiva dan retina.
Rasional   :   Ini adalah karakteristik yang paling nyata dari tanda emboli lemak,. Yang tampak dalam 2 – 3 hari setelah cedera.
d.    Berikan tambahan oksigen bila diindikasikan.
Rasional   :   Meningkatkan sediaan O2 untuk oksigenasi optimal jaringan.


e.    Berikan obat sesuai indikasi, heparin dosis rendah.
Rasional : Blok siklus pembekuan dan mencegah bertambahnya pembekuan  tromboplebitis.
e). Gangguan mobilitas berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri/ketidaknyamanan.
(1). Tujuan : Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin mempertahankan posisi fungsional.
(2). Intervensi
a.  Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap mobilitas.
Rasional    :   Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan atau persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual memerlukan intervensi/informasi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
b.    Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tidak sakit.
Rasional         :   kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi atau menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan massa otot.
c.    Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodik bila mungkin, bila traksi digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
Rasional   :   Menurunkan resiko kontraksi fleksi pinggul.
d.    Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk tongkat, sesegera mungkin, instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas.
Rasional   :   Mobilisasi dini merupakan komplikasi tirah baring/contoh decubitus.
e.    Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral, pertahankan penurunan kandungan protein sampai setelah defekasi pertama.
Rasional   :   pada cedera muskuloskeletal, nutrisi yang diperlukan untuk penyembuhan berkurang dengan cepat. Sering mengakibatkan penurunan BB, selama traksi tulang ini dapat mempengaruhi massa otot, tonus dan kekuatan.
f.      Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau rehabiltasi spesialis.
Rasional   :   Untuk membuat aktivitas individual/program latihan pasien dapat memerlukan bantuan jangka panjang dengan gerakan, kekuatan dan aktivitas yang mengandalkan BB.
f). Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka.
(1). Tujuan  : Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
(2). Intervensi
a.  Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna.
Rasional       :   Berikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat dan atau pemasangan Ubah posisi dengan sering, dorong penggunaan trapeze bila mungkin.


b.  Bersihkan kelebihan plester dari kulit saat masih basah, bila mungkin.                                                         
  Rasional : Plester yang kering dapat melekat ke dalam gips yang telah lengkap menyebabkan kerusakan kulit.
c.    Gunakan plester traksu kulit dengan memanjang pada posisi tungkai yang sakit.
Rasional           :   Plester traksi melingkari tungkai dapat mempengaruhi pada sirkulasi.
d.    Letakkan bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang.
Rasional           :   meminimalkan tekanan pada area ini.
g). Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer ; kerusakan kulit, , prosedur invasif, traksi tulang.
(1). Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi untuk mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam.
(2). Intervensi
a.  Infeksi kulit akibat adanya iritasi atau robekan kontinuitas jaringan.
  Rasional     :   Pen atau kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan atau abrasi.
b.    Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protokol dan latihan mencuci tangan.
Rasional    :   Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan terjadinya infeksi silang.
c.    Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi perubahan warna kulit kecoklatan, bau drainage yang tak sedap atau asam.
Rasional   :   Tanda perkiraan infeksi gas gangren.
d.    Selidiki nyeri tiba-tiba atau keterbatasan gerakan dengan edema lokal/eritema ekstremitas cedera.
Rasional   :   Dapat mengidentifikasikan adanya osteomielitis.
e.    Berikan obat sesuai indikasi, contoh antibiotik IV/topikal.
Rasional   :   Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktik atau dapat ditujukan pada mikroorganisme.
h). Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah informasi.
(1). Tujuan : Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
(2). Intervensi
a.    Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.
Rasional   :   Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi. Catatan :fiksasi internal dapat mempengaruhi kekuatan tulang   dan intramedulla atau piringan mungkin diangkat beberapa hari kemudian.
b.    Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapis fisik bila diindikasikan.
Rasional   :   Banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama proses perlambatan penyembuhan dapat terjadi sekunder terhadap ketidaktepatan penggunaan alat ambulasi.
c.    Buat daftar aktivitas di mana pasien dapat melakukannya secara mandiri dan yang memerlukan bantuan.
Rasional   :   Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan yang dapat bantuan.
d.    Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dan di bawah fraktur.
Rasional   :   Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari.
e.    Kaji ulang perawatan pen atau luka yang tepat.
Rasional   :   Menurunkan resiko trauma tulang atau jaringan dan infeksi yang dapat berlanjut menjadi ostemielitis.
f.      Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh : nyeri berat, demam tinggi, bau tak enak.
Rasional   :   Intervensi cepat menurunkan beratnya komplikasi seperti infeksi atau gangguan sirkulasi.

i). Gangguan pemenuhan ADL : Berhubungan dengan immobilisasi.
(1). Tujuan : Kebutuhan rawat diri terpenuhi.
(2). Intervensi
a.    Kaji tingkat kemampuan klien dalam merawat dirinya.
Rasional    : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam merawat dirinya.
b.    Bantu pasien memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan anjurkan pasien agar dapat mengerjakan sebanyak mungkin untuk dirinya (memandikan pasien).
Rasional : Perawatan ini membantu memelihara harga diri dan kembali untuk hidup tanpa tergantung
kepada orang lain.
c.      Sediakan waktu pasien dalam melakukan aktivitas dengan segenap kemampuannya.
Rasional    :   Mengurangi frustasi yang sering menyertai kesulitan yang dihadapi bila belajar.
d.     Berikan pujian terhadap kemampuan yang dicapai oleh pasien dalam menolong dirinya.
  Rasional    :   Untuk memotivasi agar mematuhi program  rehabilitasi secara kontinyu.
j). Gangguan konsep diri (body image) berhubungan dengan fraktur
(1). Tujuan : Pasien dapat melakukan interaksi dengan orang lain tanpa merasa rendah diri
(2). Intervensi
a.    Kaji derajat dukungan yang ada untuk pasien.
Rasional    : Dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses rehabilitasi.
b.    Diskusikan persepsi pasien tentang diri dan hubungannya dengan perubahan dan bagaimana pasien melihat dirinya dalam pola/peran fungsi yang biasanya.
Rasional    :   Membantu mengartikan masalah sehubungan dengan pola hidup sebelumnya dan membantu pemecahan masalah.
c.    Perhatikan prilaku menarik diri, membicarakan diri tentang hal negatif, penggunaan penyangkalan atau terus menerus melihat perubahan nyata/yang diterima.
Rasional : Dibutuhkan pada masalah ini untuk membantu adaptasi lanjut yang optimal dan rehabilitasi.
k).  Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan. (1). Tujuan : Mewujudkan kemampuan mengatasi masalah
(2). Intervensi
a.  Berikan informasi akurat dan konsisten mengenai prognosis.
Rasional : Dapat mengurangi kecemasan dan ketidak mampuan pasien untuk membuat keputusan atau pilihan berdasarkan realita.
b.    Berikan lingkungan terbuka di mana pasien akan merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menahan diri
untuk berbicara.
Rasional       :   Membantu pasien untuk merasa diterima pada kondisi sekarang tanpa perasaan dihakimi dan meningkatkan perasaan harga diri dan kontrol.
c.       Berikan informasi yang dapat dipercaya dan konsisten, juga dukungan untuk orang terdekat.
Rasional   :   menciptakan interaksi interpersonal yang lebih baik dan menurunkan ansietas dan rasa takut.
d.       Libatkan orang terdekat sesuai petunjuk pada pengambilan keputusan bersifat mayor.
Rasional   :   Menjamin adanya sistem pendamping bagi pasien dan memberikan kesempatan orang terdekat untuk berpartisipasi dalam kehidupan pasien.
3.    Pelaksanaan
            Pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang direncakan oleh perawat.
Dalam melaksanakan proses keperawatan harus kerjasama dengan tim kesehatan-kesehatan yang lain keluarga pasien dan dengan pasien sendiri, yang meliputi 3 hal :
a). Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan kode etik dengan standar praktek dan sumber-sumber yang ada.
b). Mengidentifikasi respon pasien
c). Mendokumentasikan atau mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan dan respon pasien.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :
a). Kebutuhan pasien
b). Dasar dari tindakan.
c). Kemampuan perseorangan dan keahlian atau keterampilan dari perawat.
d). Sumber-sumber dari keluarga dan pasien sendiri.
e). Sumber-sumber dari instansi.
4.    Evaluasi.
            Evaluasi adalah merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. tahap Berikan lingkungan terbuka di mana pasien akan merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menahan diri evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan.
            Adapun evaluasi pasien dengan fraktur femur dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dan asuhan keperawatan dikatakan berhasil apabila dalam evaluasi terlihat pencapaian kriteria tujuan perencanaan yang diberikan pada pasien dengan gangguan sistem musc uloskeletal dengan fraktur femur.


PENYIMPANGAN KDM
(Menurut Barbara C. Long 1989)
Interupsi
Terputusnya kontinuitas jaringan tulang
Keterbatasan gerak
Resiko gangguan integritas kulit
Ketidak-seimbangan
Resiko tinggi trauma tambahan
Kerusakan jaringan lunak sekitar fraktur
Robeknya pembuluh darah
Kulit robek/jaringan kulit terputus
Resiko infeksi
Defisit volume cairan
Mempercepat pertumbuhan bakteri
Resiko infeksi
Nyeri
Perdarahan












Tidak ada komentar:

Posting Komentar