Sabtu, 17 Juni 2017

BRONCITIS



A.   Konsep Dasar Medis Broncitis
1.    Pengertian
Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada broncus yang dapat bersifat akut maupun kronis (Santa Manurung, 2010 ).
Bronchitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama tiga bulan pertahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-urut pada pasien tidak diketahui tidak terdapat penyebab lain (Brunner, 2002).
Bronchitis adalah berkaitan dengan produksi mucus take obronchial yang berlebihan. (Irman Somantri, 2010).
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi/ektasis (pelebaran) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik.Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan­perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus.Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar jarang terjadi.Hal ini dapat memblok aliran udara ke paru-paru dan dapat merusaknya.(Gunawan , 2008).
Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus.Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran.(Jazeela Fayyas,2010)

2.    Anatomi
Gambar 1


3.     fisiologi System Pernafasan Bagian Atas Terdiri Dari:
a.    Hidung
terdiri dari hidung eksterna dan interna (rongga hidung), kedua rongga hidung dipisahkan oleh septum. Didalam hidung terdapat konkha superior, inferior dan mediayang merupakan tiga buah tulang yang melengkung lembut melekat pada dinding lateral dan menonjol kedalam rongga hidung. Selain konkha terdapat sinus paranasal yaitu sphenoid, Ethmoid, frontalis dan maksilaris Sinus
b.    Paranasal
 merupakan ruang pada tulang kranial yang berhubungan melalui ostium kedalam rongga hidung. Sinus tersebit ditutupi oleh membram mukosa yang berlanjut dengan rongga hidung.
c.    Faring
atau tenggorok adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region ; nasal, oral dan taring. Nasofaring terletak disebelah belakang rongga hidung, di bawah dasar dari tengkorak dan disebelah depan vetebra servikalis ke satu dan kedua.
d.    Laring
merupakan struktur yang lengkap dari kartilago; kartilago tiroid, epiglotis, kartilago krikoid dan kartilago aritenoid 2 buah. Laring terletak pada garis tengah bagian depan leher, terbenam dalam kulit, kelenjar tiroid dan beberapa otot kecil, serta pada bagian depan Taring ofaringeus, dan bagian alas osefagus. Fungsi utama laring adlah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan nfas bawah dari obstruksi Benda asing dan memudahkan batuk.
e.    Trakea
merupakan tuba yang lentur atau fleksibel dengan panjang sekitar 10 cm dan lebar 2,5 cm.Trakhea menjalar dari kartilago krikoid ke bawah depan leher dan ke belakang manubrium sternum, untuk berakhir pada sudut dekat sternum. Dimana trakea tersebut berakhir dengan membagi kedalam bronchus kanan dan kiri. Dileher trakea disilangi pada bagian depannya oleh istmus dari kelenjar tyroid dan beberapa vena.Trakea terbentuk dari 16-20 helai kartigo yang berbentuk dihubungkan satu sama lainnya dengan jaringan vibrosa dengan konsep yang demikian membuatnya tetap terbuka bagaimana pun posisi dan kepala leher. Permukaan posterior trakea agak pipihkarena cincin tulang rawan disitu tidak sempurna
Anatomi fisiologi system pernafasan bawah terdiri dari:
1)     Bronckhus: Terdiri dan bronchus lobaris ; tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri dan bronkhus segmentalis yang dibagi menjadi tiga bronkhus subsegmental.
2)     Bronkhiolus: Bronciolus membentuk percabangan menjadi bronciolus terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan cilia. Bronchiolus terminalis kemudian menjadi bronciolus serviratori yang dianggap menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai pada titik inijalan udara konduksi mengandun sekitar 150 mludara dalam percabangan trakeobroncial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas, ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronciolus respiratori kemudian mengarah kedalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli.
3)     Alveolus: Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam klaster antara 15-20 alveoli. Begitu banyaknyaalveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi.
Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar type II,sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar type tiga adlah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing (lendir, bakteri, dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting. (Jazeela Fayyas,20100)

4.     Fisiologi sistem Pernafasan
Pernafasan mencakup dua proses yaitu :
a.         Pernafasan luar
yaitu proses penyerapan oksigen dan mengeluarkan carbon dioksida secara keseluruhan
b.        Pernafasan dalam
yaitu proses pertukaran gas antara sel jaringan dengan cairan disekitarnya
Proses fisiologi pernafasan dalam menjalankan fungsinya mencakup empat proses yaitu :
a.     Ventilasi ; gerakan udara masuk dan keluar dari paru-paru.Gerakan dalam pernafasan adalah ekspansi dan ispirasi.
b.     Difusi : gerakan diantara udara dan karbondioksida didalam alveoli dan darah didalam kapiler sekitarnya.Gas-gas melewati hampir secara seketika diantara alveoli dan darah dengan cara difusi. Dalam cara difusi ini gas mengalir dan tempat yang tinggi tekanan partialnya ketempat lain yang lebih rendah tekanan parsialnya.
c.     Transport : pengangkutan oksigen dan karbondioksida oleh darah.
d.     Metabolisme jaringan : pertukaran oksigen dan karbondioksida diantara darah dan jaringan. (Santa Manurung,2010 )

5.    Etiologi
Terdapat 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitisyaitu. (Yasmin dan Effendi, 2010) adalah :
a.    Rokok
Menurut buku Refort of The WHO Expres Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama bronchitis.Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (Volume Ekspirasi Paksa ).
b.    Infeksi
Eksase basi Bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri.Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan Stereptococus pneumonia
c.    Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab,tetapi bila ditambah merokok resikonya lebih tinggi. Zat-zat kimia yang juga dapat menyebabkan Bronchtis adalah zat-zat pereduksi O2, zat-­zat pengoksidasi N2O, hidrokarbon, aldehil, ozon.
d.    Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa 1-antitrypsin yangmerupakan suatu problem dimana kelainan ini di turunkan secara autosom. Kerja enzim ini menetralisis enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan pare.
e.    Faktor sosial ekonomi
Kematian pada Bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan social ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih buruk. (Suratun, dkk., 2010 )
6.    Patofisiologi
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil-kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia dan pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah.
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel-sel penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistemeskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dan saluran nafas.(Carolin, E.J, 2008)
7.    Manifestasi Klinik
Keluhan dan gejala-gejala klinis bronhitis (Yasmin dan Effendi, 2010) adalah :
1)        Batuk, mulai batuk-batuk pagi hari dan makin lama batuk makin berat, timbul siang hari dan malam hari
2)        Dahak, sputum putih/mukoid, bila ada infeksi sputum menjadi purulen, atau mukopuruen
3)        Sesak nafas, sesak bersifat progresif dan makin berat pada saat beraktifitas
4)        Nyeri dada
5)        Demam
8.    Komplikasi
Komplikasi bronkitis adalah:
1)     terjadinya korpulmonale,
2)     gagal jantung kanan
3)     gagal pernafasan
,(Suratun, dkk., 2010 )


9.    Test Diagnostik
a.    Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dan hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang menebal.
Corak paru bertambah.
b.    Laboratorium : Leukosit > 17.500.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
                a.Tes fungsi paru-paru
                b.Gas darah arteri
Analisa gas darah
Pa 02 : rendah (normal 25 - 100 mmHg)
PaCO2 : tinggi (normal 36 - 44 mmHg).
Saturasi hemoglobin menurun.
Eritropoesis bertambah.
                 c.Rontgen dada
                                                                              (Santa Manurung,2010 )
10. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan umum pada bronkitis kronik bertujuan untuk memperbaiki kondisi tubuh penderita, mencegah perburukan penyakit, menghindari faktor resiko dan mengenali sifat penyakit secara lebih baik. Disamping itu tujuan utama pengobatan adalah untuk menjaga agar bronkiolus terbuka dan berfungsi, sehingga memudahkan pembuangan sekresi bronkial, mencegah infeksi dan kecacatan. Perubahan pola sputum (sifat warna, jumlah dan ketebalan ) dan pola bentuk merupakan hal yang perlu diperhatikan. Infeksi bakteri kambuh diobati dengan terapi antibiotika berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
Terapi bronkodilator berguna untuk menghilangkan bronkospasme dan mengurangi obtruksi jalan nafas sehingga oksigen lebih banyak didistribusikan keseluruh bagian paru dan ventilasi alveolar diperbaiki. Drainase postular dan perkusi dada setelah pengobatan biasanya sangat membantu terutama jika terdapat bronkiektasis.
Pemberian cairan peroral maupun parenteral jika terjadi bronkospasme berat merupakan tindakan yang sangat penting. Pemberian terapi cairan sangat membantu dalam mengencerkan sekresi sehingga mudah dikeluarkan dengan membatukkan. Pemberian kortikosteroid diberikan jika tidak ada tanda-tanda yang menunjukan keberhasilan terhadap pengobatan konservativ. Klien hares berhenti merokok, karena rokok dapat menyebabkan bronkokontriksi, melumpuhkan silia yang berperan dalam membuang partikel yang mengiritasi serta menginaktifkan surfaktan yang berfungsi untuk mengembangkan pare. Perokok jugs lebih rentan terhadap infeksi bronkial.(Soeparman,dkk. 2011)
B.   Konsep Asuhan Keperawatan Bronchitis
1.    Pengkajian
Dalam pengkajian, data yang perlu dikaji pada penyakit bronchitis adalah :
a.    Aktifitas/ istirahat
Gejala :
keletihan/kelemahan
Ketidak mampuan untuk tidur
Dispnoe pada saat istirahat
Tanda : keletihan, gelisah,insomnia
Sirkulasi
Gejala :
Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :peningkatan tekanan darah,peningkatan frekuensijantung/takikardi berat
Bunyi jantung redup
Edema dependen
Sianosis
Pucat, dapat menunjukkan anemia
Distensi vena leher
b.    Integritas ego
Gejala : peningkatan faktor resiko
Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan. Peka terhadap rangsangan
c.    Makanan / cairan
Gejala : mual/ muntah
Anoreksia
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan
Penurunan berat badan, peningkatan berat badan
Palvitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali
Tanda : turgor kulit biruk, berkeringat
d.    Hygiene
Gejala ; Penurunan kemampuan kebutuhan melakukan aktifitas Kebersihan buruk, bau badan
e.    Pernafasan
Gejala : batuk menetap dengan produksi sputum tiap hari selama minimum 3 bulan berturut turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun Episode batuk hilang timbul
Tanda : Pernafasan biasa cepat
Penggunaan otot Bantu pernafasan
Bunyi nafas ronchi
Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku, abu-abu keseluruhan. Perkusi hyperresonan pada area paru
f.     Keamanan
Gejala :
riwayat reaksi alergi terhadap zat / faktor lingkungan
Adanya/ berulangnya infeksi
g.    Seksualitas
Gejala : penurunan libido
h.    Interasi sosial
Gejala : hubungan ketergantungan
i.      Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : penyalahgunaan obat pernafasan
Kesulitan menghentikan rokok
Penggunaan alkohol secara teratur
Kegagalan untuk membaik


2.    Penyimpangan KDM










Gangguan pola nafas
 

Kerusakan pertukaran gas
 
 






















3.    Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada asuhan keperawatan Bronchitis adalah :
a.         Bersihkan jalan nafas tidak efektif b/d dengan peningkatan produksi secret
b.        Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan suplai oksigen
c.         perubahan nurisi kurang dari kebutuhan berhubungan intake yang tidak adekuat
d.        pola pernafasan yang tidak efektif berhubungan obstruksi jalan nafas
e.         Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan penurunan kerja siliaka,menetapnya secret,kerusakan jaringan
f.         kurang pengetahuan tentang penyakit bronchitis berhubungan dengan kurang informasi.
g.        Anxietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (Doenges Marlyn,2001)
4.    Rencana keperawatan
Rencana keperawatan yang mungkin muncul pada asuhan keperawatan Bronchitis (Doengus Marlyn,2001), sebagai Berikut :
a.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatanproduksi secret
Tujuan: Bersihan jalan nafas efektif dengan kriteria hasil :
-          Sekret berkurang
-          Sesak dan batuk hilang atau berkurang
-          Bunyi nafas vesikuler
Tabel 1. Intervensi diagnosa I
No.
Intervensi
Rasional
1.
Kaji bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas tambahan
Beberapa derajat spasme bronchus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan karena adanya bunyi nafas.
2.
Observasi tanda-tanda vital
Untuk memudahkan dalam intervensi selanjutnya
3.
Atur 1 posisi yang nyaman bagi klien misalnya posisi semi fowler
Peninggian kepala mempermudah fungsi pernafasan
4.
Ajarkan klien batuk efektif
Aktifitas ini meningkatkan pengeluaran secret
5.
Anjurkan masukan cairan yang adekuat
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret
6.
Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan mukolitik
Untuk membantu dalam mengencerkan dahak

b.    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplay oksigen
Tujuan:
Gangguan pertukaran gas teratasi dengan kriteria :
-          Bebas distress pernafasan
-          Nilai AGD dalam batas normal
-          Sianosis tidak ada
-          Tanda vital dalam batas normal
Tabel 2 Intervensi diagnosa II
No.
Intervensi
Rasional
1.
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan  atau kronis penyakitnya 
2.
1.        Bantu klien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas, misalnya posisi semi powler
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan kepala lebih tinggi
3.
2.        Kaji kulit dan warna membran mukosa
Untuk memantau kemungkinan terjadinya sianosis yang mengidentifikasikan beratnya hipoksemia
4.
3.        Kaji tingkat kesadaran
Gelisah dan ansietas merupakan manifestasi umum pada hipoksia
5.
4.        Auskultasi  bunyi nafas
Bunyi pernafasan redup karena penurunan aliran udara ke paru-paru
6.
5.        Ajarkan klien batuk efektif
Dengan batuk efektif klien akan mengeluarkan sputum dengan mudah
7.
6.        Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung
Takikardia, distrimia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia

c.    Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria :
-          Nafsu makan mulai meningkat
-          Porsi makan dihabiskan
-          Berat badan klien meningkat
-          Turgor kulit elstik


                                     Tabel 3 Intervensi Diagnosa III
No.
Intervensi
Rasional
1.
Kaji intake nutrisi klien
Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnoe, produksi sputum, dan obat
2.
7.        Anjurkan makan makanan dalam keadaan hangat
Dapat meningkatkan nafsu makan
3.
8.        Timbang berat  badan
Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori
4.
9.        Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diet
Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal

d.    Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan penurunan kerja siliaka, menetapnya secret,kerusakan jaringan
Tujuan : infeksi teratasi dengan kritria :
Suhu dalam batas normal
Sputum tidak ada



Tabel 4 Intervensi Diagnosa IV
No.
Intervensi
Rasional
1.
Pantau suhu klien
Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi
2.
10.     Observasi karakter sputum
Secret berbau busuk, warna kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru
3.
11.     Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
Menurunkan kebutuhan oksigen dan memperbaiki pertahanan klien terhadap infeksi
4.
12.     Berikan nutrisi yang adekuat sesuai dengan giatnya
Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan secara umum dan menurunkan pertahanan terhadap infeksi
5.
13.     Kolaborasi dalam pemeriksaan sputum
Untuk mengidentifikasi organisme sebagai penyebab infeksi

e.    Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
Tujuan : pola nafas efektif dengan kriteria :
-          Frekuensi nafas normal
-          Suara pare jelas dan bersih
-          Klien berpartisipasi dalam aktifitas / perilaku peningkatan fungsi paru
Tabel 5 Intervensi Diagnosa V
No.
Intervensi
Rasional
1.
Kaji frekuensi, kedalaman dan ekspansi dada
Kecepatan peningkatan pada klien dispnoe, atelaksis
2.
14.     Auskultasi dan catat adanya bunyi nafas krekels, weezing, gesekan pleura
Bunyi nafas menurun/tak ada  bila jalan nafas obstruksi sekunder terhadap perdarahan
3.
15.     Atur posisi semi powler
Posisi semi powler memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan
4.
16.     Observasi pola batuk dan karakteristik batuk
Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering dan iritasi
5.
17.     Anjurkan klien nafas dalam
Nafas dalam menguatkan otot pernafasan membantu meminimalkan kolaps jalan nafas
6.
18.     Kolaborasi dalam pemberian inhalasi
Memaksimalkan pemenuhan kebutuhan oksigen

f.     Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : anxietas akan teratasi dengan kriteria :
-          Klien memahami penyakitnya
-          Klien dapat mengungkapkan perasaannya
-          Koping positif
Tabel 6 Intervensi Diagnosa VI
No.
Intervensi
Rasional
1.
Kaji derajat ansietas
Pemahaman  perasaan membantu klien meningkatkan beberapa perasaan kontrol emosi
2.
19.     Jelaskan proses penyakitnya
Menghilangkan ansietas karena ketidaktahuan
3.
20.     Bantu klien untuk mengidentifikasi, posisi yang nyaman, dan tehnik relaksasi
Tindakan tersebut dapat menurunkan ansietas dan tegangan otot
4.
21.     Dukung klien untuk menerima realita situasi khususnya program pengobatan
Mekanisme koping dan partisipasi dalam program pengobatan
5.
22.     Alihkan perhatian klien dengan pijatan punggung atau perubahan posisi
Pengalihan perhatian dapat meningkatkan relaksasi dan kemampuan koping individu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar