A.
Konsep Dasar Medis Broncitis
1. Pengertian
Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi
pada broncus yang dapat bersifat akut maupun kronis (Santa Manurung, 2010 ).
Bronchitis adalah hipersekresi mukus dan batuk
produktif kronis berulang-ulang minimal selama tiga bulan pertahun atau paling
sedikit dalam dua tahun berturut-urut pada pasien tidak diketahui tidak
terdapat penyebab lain (Brunner, 2002).
Bronchitis adalah berkaitan dengan produksi
mucus take obronchial yang berlebihan. (Irman Somantri, 2010).
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan adanya dilatasi/ektasis (pelebaran) bronkus lokal yang bersifat
patologis dan berjalan kronik.Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh
perubahanperubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen
elastis dan otot-otot polos bronkus.Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil
(medium size), sedangkan bronkus besar jarang terjadi.Hal ini dapat memblok
aliran udara ke paru-paru dan dapat merusaknya.(Gunawan , 2008).
Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit
yang ditanda oleh inflamasi bronkus.Secara klinis pada ahli mengartikan
bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk
merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan
penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi
bronkitis ikut memegang peran.(Jazeela Fayyas,2010)
2.
Anatomi
Gambar 1

3. fisiologi System Pernafasan Bagian Atas Terdiri Dari:
a. Hidung
terdiri dari hidung eksterna
dan interna (rongga hidung), kedua rongga hidung dipisahkan oleh septum.
Didalam hidung terdapat konkha superior, inferior dan mediayang merupakan tiga
buah tulang yang melengkung lembut melekat pada dinding lateral dan menonjol
kedalam rongga hidung. Selain konkha terdapat sinus paranasal yaitu sphenoid,
Ethmoid, frontalis dan maksilaris Sinus
b. Paranasal
merupakan ruang pada tulang kranial yang
berhubungan melalui ostium kedalam rongga hidung. Sinus tersebit ditutupi oleh
membram mukosa yang berlanjut dengan rongga hidung.
c. Faring
atau tenggorok adalah struktur
seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Faring
dibagi menjadi tiga region ; nasal, oral dan taring. Nasofaring terletak
disebelah belakang rongga hidung, di bawah dasar dari tengkorak dan disebelah
depan vetebra servikalis ke satu dan kedua.
d. Laring
merupakan struktur yang
lengkap dari kartilago; kartilago tiroid, epiglotis, kartilago krikoid dan
kartilago aritenoid 2 buah. Laring terletak pada garis tengah bagian depan
leher, terbenam dalam kulit, kelenjar tiroid dan beberapa otot kecil, serta
pada bagian depan Taring ofaringeus, dan bagian alas osefagus. Fungsi utama laring
adlah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan
nfas bawah dari obstruksi Benda asing dan memudahkan batuk.
e. Trakea
merupakan tuba yang lentur
atau fleksibel dengan panjang sekitar 10 cm dan lebar 2,5 cm.Trakhea menjalar
dari kartilago krikoid ke bawah depan leher dan ke belakang manubrium sternum,
untuk berakhir pada sudut dekat sternum. Dimana trakea tersebut berakhir dengan
membagi kedalam bronchus kanan dan kiri. Dileher trakea disilangi pada bagian
depannya oleh istmus dari kelenjar tyroid dan beberapa vena.Trakea terbentuk
dari 16-20 helai kartigo yang berbentuk dihubungkan satu sama lainnya dengan jaringan
vibrosa dengan konsep yang demikian membuatnya tetap terbuka bagaimana pun
posisi dan kepala leher. Permukaan posterior trakea agak pipihkarena cincin
tulang rawan disitu tidak sempurna
Anatomi fisiologi system pernafasan bawah terdiri dari:
1) Bronckhus: Terdiri dan
bronchus lobaris ; tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri dan bronkhus
segmentalis yang dibagi menjadi tiga bronkhus subsegmental.
2) Bronkhiolus: Bronciolus membentuk percabangan menjadi bronciolus
terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan cilia. Bronchiolus
terminalis kemudian menjadi bronciolus serviratori yang dianggap menjadi
saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran
gas. Sampai pada titik inijalan udara konduksi mengandun sekitar 150 mludara
dalam percabangan trakeobroncial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas,
ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronciolus respiratori kemudian
mengarah kedalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli.
Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli.
3) Alveolus: Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang
tersusun dalam klaster antara 15-20 alveoli. Begitu banyaknyaalveoli ini
sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70
meter persegi.
Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar type II,sel-sel
yang aktif secara metabolik, mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang melapisi
permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar type tiga
adlah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda
asing (lendir, bakteri, dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting. (Jazeela
Fayyas,20100)
4.
Fisiologi sistem Pernafasan
Pernafasan mencakup dua proses yaitu :
a.
Pernafasan luar
yaitu proses penyerapan
oksigen dan mengeluarkan carbon dioksida secara keseluruhan
b.
Pernafasan dalam
yaitu proses pertukaran gas
antara sel jaringan dengan cairan disekitarnya
Proses fisiologi pernafasan dalam menjalankan fungsinya mencakup
empat proses yaitu :
a. Ventilasi ; gerakan udara masuk dan keluar dari paru-paru.Gerakan dalam
pernafasan adalah ekspansi dan ispirasi.
b. Difusi : gerakan diantara udara dan karbondioksida didalam alveoli
dan darah didalam kapiler sekitarnya.Gas-gas melewati hampir secara seketika
diantara alveoli dan darah dengan cara difusi. Dalam cara difusi ini gas
mengalir dan tempat yang tinggi tekanan partialnya ketempat lain yang lebih
rendah tekanan parsialnya.
c. Transport : pengangkutan oksigen dan karbondioksida oleh darah.
d. Metabolisme jaringan : pertukaran oksigen dan karbondioksida
diantara darah dan jaringan. (Santa Manurung,2010 )
5.
Etiologi
Terdapat 3 faktor utama yang mempengaruhi
timbulnya bronchitisyaitu. (Yasmin dan Effendi, 2010) adalah :
a. Rokok
Menurut buku Refort of The WHO Expres Comite on Smoking Control,
rokok adalah penyebab utama bronchitis.Terdapat hubungan yang erat antara
merokok dan penurunan VEP (Volume Ekspirasi Paksa ).
b. Infeksi
Eksase basi Bronchitis disangka paling sering diawali dengan
infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri.Bakteri yang
diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan Stereptococus pneumonia
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor
penyebab,tetapi bila ditambah merokok resikonya lebih tinggi. Zat-zat kimia
yang juga dapat menyebabkan Bronchtis adalah zat-zat pereduksi O2,
zat-zat pengoksidasi N2O, hidrokarbon, aldehil, ozon.
d. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau
tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa 1-antitrypsin yangmerupakan suatu
problem dimana kelainan ini di turunkan secara autosom. Kerja enzim ini
menetralisis enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan
merusak jaringan, termasuk jaringan pare.
e. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada Bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan
social ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang
lebih buruk. (Suratun, dkk., 2010 )
6.
Patofisiologi
Penemuan patologis dari bronchitis adalah
hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet
disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu
batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus
tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil-kecil sedemikian rupa sampai
bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah
merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi
tersebut dapat memperlambat aktifitas silia dan pagositosis, sehingga timbunan
mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah.
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia.
Sel-sel penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus
mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistemeskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit
dikeluarkan dan saluran nafas.(Carolin, E.J, 2008)
7.
Manifestasi Klinik
Keluhan dan gejala-gejala klinis bronhitis (Yasmin
dan Effendi, 2010) adalah :
1)
Batuk, mulai batuk-batuk pagi hari
dan makin lama batuk makin berat, timbul siang hari dan malam hari
2)
Dahak, sputum putih/mukoid, bila
ada infeksi sputum menjadi purulen, atau mukopuruen
3)
Sesak nafas, sesak bersifat
progresif dan makin berat pada saat beraktifitas
4)
Nyeri dada
5)
Demam
8.
Komplikasi
Komplikasi bronkitis adalah:
1) terjadinya korpulmonale,
2) gagal jantung kanan
3) gagal pernafasan
,(Suratun,
dkk., 2010 )
9.
Test Diagnostik
a. Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang
paralel, keluar dan hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronchus yang menebal.
Corak paru bertambah.
b. Laboratorium : Leukosit > 17.500.
Pemeriksaan lainnya yang biasa
dilakukan:
a.Tes fungsi paru-paru
b.Gas darah arteri
Analisa gas darah
Pa 02 : rendah (normal 25 - 100 mmHg)
PaCO2 : tinggi (normal 36 - 44 mmHg).
Saturasi hemoglobin menurun.
Eritropoesis bertambah.
c.Rontgen dada
(Santa Manurung,2010 )
10. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan umum pada bronkitis kronik
bertujuan untuk memperbaiki kondisi tubuh penderita, mencegah perburukan
penyakit, menghindari faktor resiko dan mengenali sifat penyakit secara lebih
baik. Disamping itu tujuan utama pengobatan adalah untuk menjaga agar
bronkiolus terbuka dan berfungsi, sehingga memudahkan pembuangan sekresi
bronkial, mencegah infeksi dan kecacatan. Perubahan pola sputum (sifat warna,
jumlah dan ketebalan ) dan pola bentuk merupakan hal yang perlu diperhatikan.
Infeksi bakteri kambuh diobati dengan terapi antibiotika berdasarkan hasil
pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
Terapi bronkodilator berguna untuk
menghilangkan bronkospasme dan mengurangi obtruksi jalan nafas sehingga oksigen
lebih banyak didistribusikan keseluruh bagian paru dan ventilasi alveolar
diperbaiki. Drainase postular dan perkusi dada setelah pengobatan biasanya
sangat membantu terutama jika terdapat bronkiektasis.
Pemberian cairan peroral maupun parenteral jika
terjadi bronkospasme berat merupakan tindakan yang sangat penting. Pemberian
terapi cairan sangat membantu dalam mengencerkan sekresi sehingga mudah
dikeluarkan dengan membatukkan. Pemberian kortikosteroid diberikan jika tidak
ada tanda-tanda yang menunjukan keberhasilan terhadap pengobatan konservativ.
Klien hares berhenti merokok, karena rokok dapat menyebabkan bronkokontriksi,
melumpuhkan silia yang berperan dalam membuang partikel yang mengiritasi serta
menginaktifkan surfaktan yang berfungsi untuk mengembangkan pare. Perokok jugs
lebih rentan terhadap infeksi bronkial.(Soeparman,dkk. 2011)
B.
Konsep Asuhan Keperawatan Bronchitis
1.
Pengkajian
Dalam pengkajian, data yang perlu dikaji pada
penyakit bronchitis adalah :
a. Aktifitas/ istirahat
Gejala :
keletihan/kelemahan
Ketidak mampuan untuk tidur
Dispnoe pada saat istirahat
Tanda : keletihan,
gelisah,insomnia
Sirkulasi
Gejala :
Pembengkakan pada ekstremitas
bawah
Tanda :peningkatan tekanan
darah,peningkatan frekuensijantung/takikardi berat
Bunyi jantung redup
Edema dependen
Sianosis
Pucat, dapat menunjukkan
anemia
Distensi vena leher
b. Integritas ego
Gejala : peningkatan faktor
resiko
Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan.
Peka terhadap rangsangan
c. Makanan / cairan
Gejala : mual/ muntah
Anoreksia
Ketidakmampuan untuk makan
karena distress pernafasan
Penurunan berat badan,
peningkatan berat badan
Palvitasi abdominal dapat
menyatakan hepatomegali
Tanda : turgor kulit biruk,
berkeringat
d. Hygiene
Gejala ; Penurunan kemampuan
kebutuhan melakukan aktifitas Kebersihan buruk, bau badan
e. Pernafasan
Gejala : batuk menetap dengan
produksi sputum tiap hari selama minimum 3 bulan berturut turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun Episode batuk hilang timbul
Tanda : Pernafasan biasa cepat
Penggunaan otot Bantu
pernafasan
Bunyi nafas ronchi
Warna pucat dengan sianosis
bibir dan dasar kuku, abu-abu keseluruhan. Perkusi hyperresonan pada area paru
f. Keamanan
Gejala :
riwayat reaksi alergi terhadap
zat / faktor lingkungan
Adanya/ berulangnya infeksi
g. Seksualitas
Gejala : penurunan libido
h. Interasi sosial
Gejala : hubungan
ketergantungan
i. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : penyalahgunaan obat
pernafasan
Kesulitan menghentikan rokok
Penggunaan alkohol secara
teratur
Kegagalan untuk membaik
2. Penyimpangan KDM
![]() |
||||||
|
|
3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
asuhan keperawatan Bronchitis adalah :
a.
Bersihkan jalan nafas tidak efektif
b/d dengan peningkatan produksi secret
b.
Gangguan pertukaran gas berhubungan
perubahan suplai oksigen
c.
perubahan nurisi kurang dari
kebutuhan berhubungan intake yang tidak adekuat
d.
pola pernafasan yang tidak efektif
berhubungan obstruksi jalan nafas
e.
Resiko terjadinya infeksi
berhubungan dengan penurunan kerja siliaka,menetapnya secret,kerusakan jaringan
f.
kurang pengetahuan tentang penyakit
bronchitis berhubungan dengan kurang informasi.
g.
Anxietas berhubungan dengan
perubahan status kesehatan (Doenges Marlyn,2001)
4.
Rencana keperawatan
Rencana keperawatan yang mungkin muncul pada
asuhan keperawatan Bronchitis (Doengus Marlyn,2001), sebagai Berikut
:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatanproduksi secret
Tujuan: Bersihan jalan nafas
efektif dengan kriteria hasil :
-
Sekret berkurang
-
Sesak dan batuk hilang atau
berkurang
-
Bunyi nafas vesikuler
Tabel 1. Intervensi diagnosa I
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kaji bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas
tambahan
|
Beberapa derajat spasme bronchus terjadi
dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan karena adanya bunyi
nafas.
|
2.
|
Observasi tanda-tanda vital
|
Untuk memudahkan dalam intervensi selanjutnya
|
3.
|
Atur 1 posisi yang nyaman bagi
klien misalnya posisi semi fowler
|
Peninggian kepala mempermudah fungsi
pernafasan
|
4.
|
Ajarkan klien batuk efektif
|
Aktifitas ini meningkatkan pengeluaran secret
|
5.
|
Anjurkan masukan cairan yang
adekuat
|
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret
|
6.
|
Kolaborasi dengan dokter untuk
memberikan mukolitik
|
Untuk membantu dalam mengencerkan dahak
|
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplay
oksigen
Tujuan:
Gangguan pertukaran gas
teratasi dengan kriteria :
-
Bebas distress pernafasan
-
Nilai AGD dalam batas normal
-
Sianosis tidak ada
-
Tanda vital dalam batas normal
Tabel 2 Intervensi diagnosa II
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kaji frekuensi, kedalaman
pernapasan
|
Berguna dalam evaluasi derajat
distress pernapasan atau kronis
penyakitnya
|
2.
|
1.
Bantu klien untuk memilih
posisi yang mudah untuk bernafas, misalnya posisi semi powler
|
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan
kepala lebih tinggi
|
3.
|
2.
Kaji kulit dan warna membran
mukosa
|
Untuk memantau kemungkinan terjadinya
sianosis yang mengidentifikasikan beratnya hipoksemia
|
4.
|
3.
Kaji tingkat kesadaran
|
Gelisah dan ansietas merupakan manifestasi
umum pada hipoksia
|
5.
|
4.
Auskultasi bunyi nafas
|
Bunyi pernafasan redup karena penurunan
aliran udara ke paru-paru
|
6.
|
5.
Ajarkan klien batuk efektif
|
Dengan batuk efektif klien akan mengeluarkan
sputum dengan mudah
|
7.
|
6.
Awasi tanda-tanda vital dan
irama jantung
|
Takikardia, distrimia dan perubahan tekanan
darah dapat menunjukkan efek hipoksemia
|
c. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria :
-
Nafsu makan mulai meningkat
-
Porsi makan dihabiskan
-
Berat badan klien meningkat
-
Turgor kulit elstik
Tabel 3
Intervensi Diagnosa III
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kaji intake nutrisi klien
|
Pasien distress pernafasan akut sering
anoreksia karena dispnoe, produksi sputum, dan obat
|
2.
|
7.
Anjurkan makan makanan dalam
keadaan hangat
|
Dapat meningkatkan nafsu makan
|
3.
|
8.
Timbang berat badan
|
Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori
|
4.
|
9.
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan komposisi diet
|
Kebutuhan kalori yang didasarkan pada
kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal
|
d. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan penurunan kerja
siliaka, menetapnya secret,kerusakan jaringan
Tujuan : infeksi teratasi
dengan kritria :
Suhu dalam batas normal
Sputum tidak ada
Tabel 4 Intervensi Diagnosa IV
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Pantau suhu klien
|
Demam dapat terjadi karena infeksi atau
dehidrasi
|
2.
|
10. Observasi karakter sputum
|
Secret berbau busuk, warna kuning atau
kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru
|
3.
|
11. Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
|
Menurunkan kebutuhan oksigen dan memperbaiki
pertahanan klien terhadap infeksi
|
4.
|
12. Berikan nutrisi yang adekuat sesuai dengan giatnya
|
Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan
secara umum dan menurunkan pertahanan terhadap infeksi
|
5.
|
13. Kolaborasi dalam pemeriksaan sputum
|
Untuk mengidentifikasi organisme sebagai
penyebab infeksi
|
e. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
Tujuan : pola nafas efektif
dengan kriteria :
-
Frekuensi nafas normal
-
Suara pare jelas dan bersih
-
Klien berpartisipasi dalam
aktifitas / perilaku peningkatan fungsi paru
Tabel 5 Intervensi Diagnosa V
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kaji frekuensi, kedalaman dan ekspansi dada
|
Kecepatan peningkatan pada klien dispnoe,
atelaksis
|
2.
|
14. Auskultasi dan catat adanya bunyi nafas krekels, weezing,
gesekan pleura
|
Bunyi nafas menurun/tak ada bila jalan nafas obstruksi sekunder
terhadap perdarahan
|
3.
|
15. Atur posisi semi powler
|
Posisi semi powler memungkinkan ekspansi paru
dan memudahkan pernafasan
|
4.
|
16. Observasi pola batuk dan karakteristik batuk
|
Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering
dan iritasi
|
5.
|
17. Anjurkan klien nafas dalam
|
Nafas dalam menguatkan otot pernafasan
membantu meminimalkan kolaps jalan nafas
|
6.
|
18. Kolaborasi dalam pemberian inhalasi
|
Memaksimalkan pemenuhan kebutuhan oksigen
|
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : anxietas akan
teratasi dengan kriteria :
-
Klien memahami penyakitnya
-
Klien dapat mengungkapkan
perasaannya
-
Koping positif
Tabel 6 Intervensi Diagnosa VI
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kaji derajat ansietas
|
Pemahaman
perasaan membantu klien meningkatkan beberapa perasaan kontrol emosi
|
2.
|
19. Jelaskan proses penyakitnya
|
Menghilangkan ansietas karena ketidaktahuan
|
3.
|
20. Bantu klien untuk mengidentifikasi, posisi yang nyaman, dan
tehnik relaksasi
|
Tindakan tersebut dapat menurunkan ansietas
dan tegangan otot
|
4.
|
21. Dukung klien untuk menerima realita situasi khususnya program
pengobatan
|
Mekanisme koping dan partisipasi dalam
program pengobatan
|
5.
|
22. Alihkan perhatian klien dengan pijatan punggung atau perubahan
posisi
|
Pengalihan perhatian dapat meningkatkan
relaksasi dan kemampuan koping individu
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar