Anatomi dan Fisiologi tulang
a. Pengertian tulang.
Tulang terdiri dari materi intra
sel, baik berupa sel yang hidup ataupun sel yang tidak hidup. Bahan-bahan tersebut
berasal dari embriohialin tulang rawan melalui osteogenesis kemudian menjadi
tulang, proses ini oleh sel-sel yang disebut osteoblas. Kualitas kerasnya
tulang merupakan hasil deposit kalsium.
b. Fungsi
tulang
1). Membentuk rangka badan.
2). Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot.
3). Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan
alat-alat dalam, seperti otak, sum-sum tulang belakang, jantung, dan paru-paru.
4). Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam.
5). Sebagai organ yang mempunyai fungsi tambahan lain yaitu sebagai
jaringan hemopoietik untuk memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih
dan trombosit.
c.
Klasifikasi tulang
1). Tulang panjang (femur, homerus, dan tibia).
2). Tulang pendek (carpals).
3). Tulang ceper (tulang tengkorak).
4). Tulang yang tidak beraturan : vertebrae (sama dengan tulang
pendek).
5). Tulang sesamoid.
Tulang
kecil terpendek sekitar tulang persendian dan didukung oleh tendon dan jaringan
fasial. Misalnya patella.
d. Struktur tulang femur (tulang panjang)
Tulang panjang mempunyai 3 bagian yaitu :
1). Diafisis/batang
Bagian tengah tulang yang berbentuk
silinder, bagian ini tersusun dari bagian kortikal yang memiliki kekuatan yang
besar, disusun oleh tulang trabekuler atau tulang spongiosa yang mengandung
sum-sum merah.
2). Metafisis
Metafisis
menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlengketan tendon
dan ligamen pada epifisis.
3). Epifisis
Letaknya
dekat sendi tulang panjang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan
memanjang tulang berhenti.
Tulang femur
merupakan tulang terpanjang, ujung proksimalis merupakan kepala yang disebut
caput femoris, bentuk bulat mengarah ke atas dan ke atasnya bersambungan dengan
asetabulum untuk artikulasi. Di bawah caput femoris terdapat collum femoris
(leher dan caput femoris). Pada ujung
proksimal terdapat dua penonjolan yaitu trochanter mayor dan trochanter minor.
Ujung distal femur melebar dengan adanya condylus lateralis dan keduanya masuk
ke dalam pembentukan sendi lutut.
tulang tersusun menjadi 3 jenis sel yaitu :
a. Osteoblas
Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan
osteoid melalui suatu proses yang disebut osfiksasi.
b. Osteosit
Sel-sel tulang dewasa yang bertindak
sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c. Osteoklas
Sel-sel besar berinti yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi, osteoklas ini mengikis tulang.
3. Etiologi
1). Trauma
(a). Langsung (kecelakaan lalu lintas).
(b). Tidak langsung (jatuh dari
ketinggian dengan posisi duduk / berdiri sehingga terjadi fraktur tulang
belakang
2). Patologis metastase dari tulang
3). Degenerasi
4). Spontan : terjadi tarikan otot yang sangat kuat
4. Insiden
a). Faktor ekstrinsik
adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu dan arah tekananyang dapat menyebabkan fraktur
b). Faktor
instrinsik
beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas arbsobsi dari tekanan elastisitas,
kelelahan dan kepadatan atau kekerasan tulang.
5.
Manifestasi klinis
Tanda – tanda klasik fraktur
a.
Nyeri
b.
Deformitas
c.
Krepitasi
d.
Bengkak
e.
Peningkatan temperatur lokal
f.
echymosis
g.
Pergerakan abnormal
h.
Kehilangan fungsi
6.
Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup
mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang maka terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
(Carpnito, Lynda juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak. Pendarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma dirongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
kebagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respons inflamasi yang ditandai dengan Vasudilatasi, eksudasi plasma
dan leukosit dan infiltrasi sel darah putih. kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya. (Black, J. M, dan rekan-rekannya
1993).
7. Klasifikasi fraktur
a. Menurut jumlah garis fraktur
1). simple
fraktur (terdapat satu garis fraktur)
2). Multiple
fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
3). Comminutife fraktur (banyak garis fraktur /
fragmen kecil yang lepas)
b.
Menurut luas garis fraktur
1). Fraktur
inkoplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
2). Fraktur
komplit (tulang terpotong secara total)
3). Hair line fraktur (garis fraktur hampir
tidak nampak, sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang)
c.
Menurut bentuk fragmen
1). Fraktur
transfersal (bentuk fragmen melintang)
2). Fraktur
obligue (bentuk fragmen miring)
3). Fraktur
spiral (bentuk fragmen melingkar)
d.
Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar
1). Fraktur
terbuka (fragmentulang menembus kulit)
(a). Pecahan tulang menembus kulit,
kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka ˂ ˃1 cm
(b). Kerusakan jaringan sedang, resiko
infeksi lebih besar, luka ˃1 cm
(c). Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran
otot, kerusakan neurovaskuler, kontaminasi besar
2). Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak
berhubungan dengan dunia luar)
8. Proses penyembuhan tulang
Proses
penyembuhan tulang pada fraktur terbagi atas 4 bagian tulang :
a). Penyembuhan fraktur pada tulang
kortikal terdiri dari 5 fase, yaitu :
(1). Fase hematoma
Apabila
terjadi fraktur, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam
sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk
hematoma di antara kedua sisi fraktur.
(2).Fase proliferasi seluler sub periosteal dan endosteal.
Terjadi
reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi.
Penyembuhan-penyembuhan fraktur sekitar terjadi karena adanya sel-sel
osteogenik yang berfroliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna
serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktivitas seluler
dalam kanalis modularis.
(3).Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis). Setelah pembentukan jaringan seluler yang
bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan
kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh
matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam
kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai
woven bone. Pada pemeriksaan radiologis kalus sudah terlihat dan merupakan
indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
(4). Fase konsolidasi (fase union secara
radiologi).
Woven
bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-perlahan diubah menjadi
tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar
dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
(5). Fase remodeling
Bilamana
union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai
bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorbsi secara osteoklastik dan tetap
terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara
perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak
dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan
untuk membentuk ruang sum-sum.
b). Penyembuhan fraktur pada tulang spongiosa.
Penyembuhan terutama oleh aktivitas endosteum dalam trabekula. Bila
vaskularisasi atau kontak baik, maka penyembuhannya cepat.
c). Penyembuhan fraktur pada lempeng epifisis.
Fraktur
epifisis sangat cepat penyembuhannya, oleh karena epifisis aktif dalam
pembentukan tulang.
d). Penyembuhan
fraktur pada tulang rawan sendi
Penyembuhan
sulit (vaskularisasi kurang/tidak ada). Bila ada celah fraktur akan diisi oleh
jaringan ikat. Penyembuhan kembali menjadi tulang rawan hialin dimungkinkan
bila dilakukan reposisi anatomis dan fiksasi interna khusus dengan CPM
(Continous Passive Movement).
9. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang sering
dilakukan pada fraktur adalah :
a). X-ray
- Menentukan lokasi / luasnya fraktur
b). Scan tulang
- Memperlihatkan fraktur lebih jelas,
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c). Arteriogram
- Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya
kerusakan vaskuler
d). Hitung darah lengkap
- Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun
pada pendarahan peningkatan lekosit sebagai respons terhadap peradangan
e). Kretinin
- Trauma otot meningkatkan beban kretinin
untuk klires ginjal
f). Profi koagulasi
- Perubahan dapat terjadi padakehilangan
darah, transfusi atau cidera hati
10. Penatalaksanaan
Yang harus
diperhatikan pada waktu mengenal fraktur adalah :
a). Recognisi/pengenalan.
Dimana
riwayat kecelakaannya atau riwayat terjadi fraktur harus jelas.
b). Reduksi/manipulasi.
Usaha untuk manipulasi fragmen yang patah sedapat mungkin dapat
kembali seperti letak asalnya.
c). Retensi/memperhatikan reduksi.
Merupakan
suatu upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen
d). Traksi
Suatu
proses yang menggunakan kekuatan tarikan pada bagian tubuh dengan memakai
katrol dan tahanan beban untuk menyokong tulang.
e). Gips
Suatu
teknik untuk mengimobilisasi bagian tubuh tertentu dalam bentuk tertentu dengan
mempergunakan alat tertentu.
f). Operation/pembedahan
Saat ini
metode yang paling menguntungkan, mungkin dengan pembedahan. Metode ini disebut
fiksasi interna dan reduksi terbuka. Dengan tindakan operasi tersebut, maka
fraktur akan direposisi kedudukan normal, sesudah itu direduksi dengan
menggunakan orthopedi yang sesuai
11.
Fraktur femur dengan tindakan skeletal traksi
Sesuai dengan judul yang penulis angkat pada
penyusunan karya tulis ini, maka penulis membahas khusus tentang fraktur femur a. Fraktur femur
Fraktur femur
mempunyai insiden yang cukup tinggi antara jenis-jenis patah tulang, tujuan
dari pengobatan fraktur, termasuk fraktur femur ialah untuk mendapatkan kembali
fungsi sebaik-baiknya dalam waktu yang secepat-cepatnya. Tipe
fraktur yang penulis bahas dalam karya tulis ini tipe fraktur terbuka yang
diklasifikasikan lagi menjadi tiga (3) tipe berdasarkan adanya luka.
1). Pengertian fraktur terbuka.
Dikatakan
fraktur terbuka bila tulang yang patah menembus jaringan lunak di sekitarnya
dan terjadi hubungan antara tulang dengan udara.
2). Tipe fraktur berdasarkan adanya luka.
(a). Tipe I : Luka
tembus dengan diameter 1 cm atau kurang dan keadaan luka relatif bersih, tidak
disertai dengan adanya kontusio otot atau jaringan lunak di sekitarnya.
Penyebabnya energi ringan.
(b). Tipe II : Terdapat
luka laserasi lebih dari 1 cm tanpa disertai kerusakan jaringan lunak yang luas, flap atau luka avulsi.
(c). Tipe III : Patah tulang yang disertai dengan kerusakan
jaringan lunak yang luas, termasuk otot, kulit dan sistem neurovaskuler.
Penyebabnya energi yang besar dan patah tulangnya mempunyai fragmen
yang besar (fragmented), dibagi lagi menjadi :
(1). Tipe IIIA : Bagian
tulang terbuka masih dapat ditutupi oleh jaringan lunak.
(2). Tipe
IIIB : Terdapat
kehilangan jaringan lunak yang luas dengan terkelupasnya periosteum dan bone
exposure, biasanya terdapat kontaminasi yang masif.
(3). Tipe
IIIC : Disertai
dengan kerusakan arteri yang memerlukan
perbaikan.
3). Tipe fraktur berdasarkan posisinya
Sebatang tulang
panjang terbagi menjadi 3 bagian yaitu :
(a). 1/3 proximal (1/3 bagian atas).
(b). 1/3 medial (1/3 bagian tengah).
(c). 1/3 distal (1/3 bagian bawah).
4). Pengobatan/penanganan
(a). Pengobatan
1. Cara
konservasif.
2. Cara operatif.
(b). Penanganan
Penanganan pada
fraktur femur yang penulis bahas sama dengan penanganan fraktur secara femur.
b. Tindakan skeletal traksi.
Daya penarikan
langsung mengena pada tulang maka penarikannya kuat. Paku kawat baja (Qirsuk
wire) dipakai dalam cara ini. Karena daya penarikannya kuat, dilakukan pada
patah tulang orang dewasa yang pergeserannya besar dan patah tulang yang sudah
lama.
1). Perawatan traksi khusus untuk skeletal traksi :
(a). Observasi
- Pada fraktur
terbuka : keadaan luka.
(b). Cek fungsi
saraf
- Rasa nyeri,
gerakan bengkak, necrosis.
(c). Penarikan harus
tepat.
- Arah
penarikannya tetap.
- Daya tariknya tetap.
(d).Rasa nyaman pasien harus dipertahankan setiap waktu.
-
Mendengarkan
keluhan pasien.
-
Pakai
kasur yang keras agar badan tidak tenggelam ke dalam tempat tidur.
(e). Mencegah kerusakan kulit.
-
Hati-hati
infeksi dan nekrosis.
-
Kulit
di bagian tusukan lewat mengalami nekrosis karena penarikan.
-
Bagian
tusukan kawat perlu ditutup dengan kasa steril.
-
Qirsuk
wire sangat tajam ujungnya maka perlu ditutup dengan kain kasa agar tidak
terluka waktu menggerakkan kaki yang sehat waktu merawat.
2). Fungsi dari pemasangan traksi.
Untuk
mempersatukan fragmen tulang yang patah dan untuk mempertahankan posisi tulang
hingga terjadi pertumbuhan
dan
penyambungan tulang.
Fungsi lain,
sebagai berikut :
(a). Mempertahankan kesinambungan dan kestabilan tulang.
(b). Memperbaiki dan menjaga terjadi deformitas.
(c). Imobilisasi sendi yang sakit.
(d). Penanganan sakit seperti arthritis, kerusakan otot, atau ligamen, dislokasi.
3). Komplikasi
Terdapat
beberapa komplikasi yang harus diwaspadai :
(a). Pada anak-anak terutama plester traksi dan pembalut melingkar dapat
menghambat sirkulasi.
(b). Pada orang yang lebih tua traksi kaki dapat menyebabkan
predisposisi untuk cedera saraf dan mengakibatkan kaki jatuh.
(c). Komplikasi yang sering kali dtemukan adalah sindrom kompartemen
Yaitu terjadi
bila pembengkakan akibat fraktur atau tekanan dalam suatu ruang yang dibatasi
oleh kompartemen karena adanya kerusakan dan membukanya jaringan dan
memungkinkan pembuluh darah dan saraf memasuki dan keluar dari kompartemen atau
inflamasi yang mengakibatkan peningkatan dari dalam.
Gejalanya : Nyeri dalam area kompartemen : meningkat
tidak menjalar dan tidak hilang dengan penggunaan narkotik, pembengkakan dan
kemerahan setempat. Nyeri dengan gerakan pasif parestesia, tidak teraba
denyutan, kehilangan fungsi motorik progresif.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.
Pada asuhan keperawatan ini dilaksanakan
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah
suatu proses pemecahan masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki dan
memelihara pasien sampai optimal melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk
membantu pasien.
Proses
keperawatan terdiri dari 4 tahap yaitu :
1. Pengkajian
Pengkajian
merupakan pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya
sehingga diketahui kebutuhan pasien tersebut. Hasil analisis data merupakan
pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan. Dalam
pengkajian data perlu dikaji pada pasien yang patah tulang sebagai berikut :
a. Pengumpulan
data Merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk menggali data dari erbagai sumber yang mendukung dan
mempengaruhi timbulnya masalah. Sumber data tersebut berasal dari pasien,
keluarga, perawat, dan tim kesehatan lainnya. Status serta pemeriksaan
laboratorium dan radiology.
Data yang dikumpulkan :
1). Identitas pasien : Nama, umur, jenis
kelamin, status perkawinan, agama, suku atau bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.
2). Identitas penanggung : Nama, alamat, status perkawinan, agama,
pendidikan, pekerjaan, umur, jenis
kelamin, suku atau bangsa, alamat, hubungan keluarga.
3). Riwayat kesehatan antara lain :
(a). Keluhan utama : Keluhan yang
dirasakan pasien ketika dikaji
(b). Riwayat keluhan utama : Pada riwayat keluhan utama akan nampak apa
yang dirasakan klien saat itu seperti nyeri akibat fraktur. Sifat nyeri,
lokasi, dan penyebaran, hal-hal yang meringankan atau memperberat. Keluhan lain
yang menyertai : demam, kelemahan, nyeri dada dan batuk, konstipasi.
(c). Riwayat keluhan masa lalu akan
memberikan informasi tentang kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah
diderita.
4). Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, terhadap berbagai
sistem tubuh, maka akan ditemukan hal-hal sebagai berikut :
(a). Keadaan umum :
Pada klien dengan
imobilisasi dengan fraktur femur perlu dilihat dalam hal keadaan umumnya
meliputi : penampilan, postur tubuh, kesadaran, dan gaya bicara, karena klien
yang diimobilisasi biasanya akan mengalami kelemahan, kebersihan diri kurang,
bentuk tubuh kurus akibat adanya penurunan BB, tapi gaya bicaranya masih
normal, kesadarannya komposmentis.
(b). Sistem pernafasan
Immobilisasi
pasien dengan fraktur berpengaruh pada pengembangan paru dan imobilisasi sekret
pada jalan nafas. Kurangnya pergerakan, kurang rangsang batuk kurang dalam
ventilasi menyebabkan lendir akan berkumpul pada bronchus dan broncheolus
menyebabkan tachipnea.
(c). Sistem kardiovaskuler
Mulai dikaji dari warna
konjungtiva, warna bibir ada tidaknya peningkatan tekanan vena jugularis dengan
auskultasi dapat dikaji bunyi jantung. Pada daerah dada dan pengukuran tekanan
darah dengan palpasi dapat dihitung frekuensi denyut nadi. Hipertensi
(kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas), hipotensi
(kehilangan darah). Nadi disertai tidak teraba bagian yang cedera, pengisian
kapiler lambat.
(d). Sistem pencernaan
Tujuan pengkajian
ini untuk mengetahui secara dini penyimpangan pada sistem ini seperti
konstipasi merupakan komplikasi yang sering akibat imobilisasi, perubahan
makanan dan minum yang normal, kurang kegiatan.
(e). Sistem genitourinari
Dapat dikaji dari
ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi
pada daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji
tentang keadaan alat-alat genetalianya bagian luar mengenai bentuknya ada
tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta bagaimana pengeluaran urinenya, lancar
atau ada nyeri waktu miksi, serta bagaimana warna urine.
(f). Sistem muskuloskeletal
Yang perlu dikaji pada sistem ini adalah
:
Otot : Inspeksi mengenai ukuran otot pada daerah
fraktur yaitu adanya kelemahan, atropi karena tidak digunakan. Amati otot dan
tendon untuk mengetahui kemungkinan mengalami kontraktur. Palpasi pada otot
saat istirahat untuk mengetahui tonus otot. Palpasi otot pada saat bergerak
secara aktif dan pasif untuk mengetahui adanya kelemahan (flasiditas) kekuatan
otot dinilai dalam 5 tingkatan gradasi
Skala
|
Kenormalan/ Kekuatan %
|
Ciri-ciri
|
0
1 2
3 4
5
|
0 10 25
50
75
100
|
Paralisis total
Tidak ada gerakan teraba Gerakan otot
penuh menentang grafitasai dengan sokongan gerakan normal Geraknya normal
menentang grafitasi Gerakan normal penuh menentang grafitasi dengan sedikit
penahanan
Gerakan normal penuh menentang grafitasi dengan tekanan penuh
|
Tulang : Kenormalan susunan tulang dan deformitas. Palpasi
tulang adanya edema atau nyeri tekan
Persendian : Palpasi adanya nyeri tekan, gerakan, bengkak, krepitasi, rentang gerak (range of motion).
(g). Sistem integumen
Kehilangan integritas kulit
(abrasi, decubitus) disebabkan karena
gesekan, tekanan jaringan bergeser satu dengan yang lain, berkeringat, kenaikan
suhu pada perabaan.
(h). Sistem neurosensori
Hilangnya gerakan atau sensasi, kesemutan atau kebas (parestesi).
Spasme otot.
5). Pola aktivitas sehari-hari pada pasien yang mengalami fraktur
meliputi : frekuensi makan, porsi makan, kwantitas minum, eliminasi yang
meliputi BAB serta BAK, personal hygiene (frekuensi mandi, mencuci rambut,
gosok gigi, ganti pakaian, menyisir rambut, dan menggunting kuku, olahraga dan
istirahat).
6). Data psikososial
Pengkajian
yang dilakukan pada pasien immobilisasi pada dasarnya sama dengan pengkajian
psikososial pada gangguan sistem yang lain yaitu mengenai konsep diri (gambaran
diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri). Dan hubungan
atau interaksi pasien baik dengan anggota keluarganya maupun dengan lingkungan
di mana ia berada.
7). Data spiritual
Pasien dengan fraktur perlu dikaji tentang
agama dan kepribadiannya, keyakinan-keyakinan, harapan, serta semangat yang
terkandung dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhannya.
Apakah klien masih bisa melakukan ibadah shalat seperti biasanya.
8). Data penunjang
(a). Pemeriksaan diagnostik.
1. Pemeriksaan rontgen untuk menentukan lokasi atau luasnya
fraktur.
2. Scan tulang, tomogram, scan CT atau MRI : memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram dilakukan
bila kerusakan vaskuler dicurigai.
(b). Pemeriksaan laboratorium.
1. Hitung darah lengkap, Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal setelah trauma.
Hb bila
kurang dari 10 mg % menandakan anemia dan jumlah leukosit bila lebih dari
10.000/mm3 menandakan adanya infeksi.
2. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klirens dan ginjal.
3. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, transfusi multipel, atau cedera hati.
b. Analisa data
Dengan melihat data subjektif dan data objektif dapat menentukan
permasalahan yang dihadapi klien dengan memperhatikan masalah dapat diketahui
penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah
dapat ditentukan diagnosa keperawatan yang muncul.
c. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan yang aktual atau
potensial di mana perawat pendidikan dan pengalamannya mampu mengatasinya.
Diagnosa
keperawatan pada klien dengan fraktur femur dapat tersusun sebagai berikut :
1). Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan dengan
fraktur (kehilangan integritas tulang).
2). Nyeri berhubungan dengan otot, pergerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi, stress, ansietas.
3). Resiko tinggi terhadap disfungsi perifer berhubungan dengan
penurunan/interupsi aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan
trombus, hipovolemia.
4). Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan aliran darah/emboli lemak, perubahan membran alveolar/kapiler.
5). Gangguan mobilitas berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri/ketidaknyamanan.
6). Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan
berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan
traksi, pen, kawat, sekrup dan mobilisasi.
7). Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan primer ; kerusakan kulit, trauma jaringan, prosedur
invasif, traksi tulang.
8). Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan salah informasi/tidak mengenal sumber informasi.
9). Gangguan pemenuhan ADL : berhubungan dengan immobilisasi.
10). Gangguan konsep diri (body image) berhubungan dengan fraktur ;
tindakan traksi.
11). Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
2. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka
intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi,
menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien, maka langkah selanjutnya
adalah memenuhi kebutuhan tersebut melalui suatu perencanaan yang baik.
a). Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan dengan
fraktur.
(1). Tujuan :
a. Mempertahankan
stabilisasi dan posisi fraktur.
b. Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada
sisi fraktur.
c. Menunjukkan pembentukan kalus/mulai penyatuan fraktur dengan
tepat.
(2). Tindakan atau intervensi :
a. Pertahankan tirah baring
atau ekstremitas sesuai indikasi.
Berikan sokongan sendi di atas dan di bawah fraktur.
Rasional : Meningkatkan stabilitas, menurunkan
kemungkinan gangguan posisi atau penyembuhan.
b. Letakkan papan di bawah tempat tidur
atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik
Rasional : Tempat tidur empuk atau lentur dapat membuat
deformasi gips yang masih basah, mematahkan gips yang sudah kering atau
mempengaruhi dengan penarikan traksi.
c. Sokong fraktur dengan bantal/gulungan
selimut, pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir,
pembebat, gulungan tronkanter, papan kaki.
Rasional : Mencegah
gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi-posisi yang tepat dari bantal dan juga dapat mencegah tekanan
deformitas pada gips yang kering.
d.
Pertahankan posisi/integritas traksi.
Rasional : Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang
fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot atau pemendekan untuk memudahkan
posis atau penyatuan.
e. Pertahankan katrol tidak terhambat dengan
beban bebas menggantung : hindari mengangkat atau menghilangkan berat.
Rasional : Jumlah beban traksi optimal dipertahankan,
catatan memasukkan gerakan bebas beban selama mengganti posisi pasien menghindari
penarikan berlebihan tiba-tiba pada fraktur yang menimbulkan nyeri dan spasme
otot.
f.
Kaji ulang tahanan yang mungkin timbul karena terapi.
Contoh
pergelangan tidak menekuk/duduk dengan traksi buck atau tidak memutar di bawah
pergelangan dengan traksi Russel.
Rasional : Mempertahankan integritas tarikan traksi
sehingga traksi berfungsi tepat untuk menghindari interupsi penyambungan
fraktur
g. Kaji ulang foto/evaluasi.
Rasional : Memberikan bukti visual mulainya pembentukan
kalus/proses penyembuhan untuk menentukan tingkat aktivitas dan kebutuhan
perubahan/tambahan terapi.
b). Nyeri berhubungan dengan otot, gerakan fragmen tulang, alat traksi.
(1). Tujuan :
a. Menyatakan nyeri hilang.
b. Menunjukkan tindakan santai : mampu
berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan cepat.
c. Menunjukkan penggunaan keterampilan
relaksasi.
(2). Intervensi :
a.
Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
gips, pembebat, traksi.
Rasional : Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan
posisi tulang/tegangan jaringan yang cedera.
b.
Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan
edema, menurunkan nyeri.
c.
Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Mempertahankan kekuatan/mobilitas otot yang
sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera.
d.
Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh perubahan posisi.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum ; menurunkan area
tekanan lokal dan kelelahan otot.
e.
Berikan obat sesuai indikasi narkotik dan analgetik non narkotik.
Rasional : Menghambat reseptor nyeri dan menurunkan
ambang nyeri atau spasme otot.
c). Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer.
(1). Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan.
(2). Intervensi :
a. Kaji aliran kapiler, warna kulit dan
kehangatan distal pada fraktur.
Rasional : Kembalinya warna cepat (3 – 5 detik), warna
kulit putih menunjukkan gangguan arterial, sianosis diduga ada gangguan vena.
b.
Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan fungsi
motorik/sensori.
Rasional : Gangguan perasaan bebas, kesemutan,
peningkatan/ penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi syaraf tidak adekuat atau
syaraf rusak.
c.
Tes sensasi syaraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput antara
ibu jari pertama dan kedua dan kaji kemampuan untuk dorsofleksi ibu jari bila
diindikasikan.
Rasional : Panjang dan posisi syaraf parineal
meningkatkan resiko cedera pada adanya fraktur kaki, edema/sindrom
kompartement, atau melapisi alat traksi.
d.
Kaji keseluruhan panjang ekstremitas yang cedera untuk
pembengkakan/pembentukan edema. Ukur ekstremitas yang cedera dan bandingkan
dengan yang tak cedera.
Rasional : Peningkatan lingkar ekstremitas yang cedera
dapat diduga ada pembengkakan jaringan/edema umum tetapi menunjukkan
perdarahan.
e.
Awasi tanda vital, perhatikan tanda-tanda pucat, cyanosis, kulit
dingin.
Rasional : Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan
mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
f.
Berikan kompres es sekitar
fraktur sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan edema atau pembentukan hematoma yang
dapat mengganggu sirkulasi.
g.
Awasi Hb/Ht, pemeriksaan koagulasi.
Rasional :
Membantu dalam kalkulasi kehilangan darah dan membutuhkan keefektifan terapi
penggantian.
d). Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan aliran darah/emboli lemak.
(1). Tujuan : Mempertahankan fungsi pernafasan yang adekuat.
(2). Intervensi : Awasi frekuensi pernafasan.
Rasional : Takipnea, dispnea dan insufisiensi
pernafasan.
a. Auskultasi bunyi nafas perhatikan
terjadinya, dan inspeksi mengorok/sesak nafas ketidaksamaan bunyi hiperesonan,
juga adanya gemericik, ronchi, mengi. Rasional : Perubahan dalam
atau adanya bunyi adventisius menunjukkan terjadinya komplikasi pernafasan.
b. Observasi sputum untuk tanda adanya
darah.
Rasional : Hemodialisa dapat terjadi dengan emboli paru.
c. Inspeksi kulit untuk petekie di atas
garis puting pada aksilla meluas ke abdomen/tubuh, mukosa mulut kantong
konjungtiva dan retina.
Rasional : Ini adalah karakteristik yang paling nyata
dari tanda emboli lemak,. Yang tampak dalam 2 – 3 hari setelah cedera.
d. Berikan tambahan oksigen bila
diindikasikan.
Rasional : Meningkatkan sediaan O2 untuk
oksigenasi optimal jaringan.
e. Berikan obat sesuai indikasi, heparin
dosis rendah.
Rasional : Blok siklus pembekuan dan mencegah
bertambahnya pembekuan tromboplebitis.
e). Gangguan mobilitas berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri/ketidaknyamanan.
(1). Tujuan : Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada
tingkat paling tinggi yang mungkin mempertahankan posisi fungsional.
(2). Intervensi
a. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan
oleh cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap mobilitas.
Rasional : Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan atau persepsi
diri tentang keterbatasan fisik aktual memerlukan intervensi/informasi untuk
meningkatkan kemajuan kesehatan.
b. Dorong penggunaan latihan isometrik mulai
dengan tungkai yang tidak sakit.
Rasional : kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi
atau menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan massa otot.
c. Tempatkan dalam posisi terlentang secara
periodik bila mungkin, bila traksi digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai
bawah.
Rasional : Menurunkan resiko kontraksi fleksi pinggul.
d. Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan
kursi roda, kruk tongkat, sesegera mungkin, instruksikan keamanan dalam
menggunakan alat mobilitas.
Rasional : Mobilisasi dini merupakan komplikasi tirah
baring/contoh decubitus.
e. Berikan diet tinggi protein, karbohidrat,
vitamin dan mineral, pertahankan penurunan kandungan protein sampai setelah
defekasi pertama.
Rasional : pada cedera muskuloskeletal, nutrisi yang
diperlukan untuk penyembuhan berkurang dengan cepat. Sering mengakibatkan
penurunan BB, selama traksi tulang ini dapat mempengaruhi massa otot, tonus dan
kekuatan.
f. Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi
dan atau rehabiltasi spesialis.
Rasional : Untuk membuat aktivitas individual/program
latihan pasien dapat memerlukan bantuan jangka panjang dengan gerakan, kekuatan
dan aktivitas yang mengandalkan BB.
f). Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan fraktur
terbuka.
(1). Tujuan : Mencapai
penyembuhan luka sesuai waktu.
(2). Intervensi
a. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda
asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna.
Rasional : Berikan informasi tentang sirkulasi kulit dan
masalah yang mungkin disebabkan oleh alat dan atau pemasangan Ubah posisi
dengan sering, dorong penggunaan trapeze bila mungkin.
b. Bersihkan kelebihan plester dari kulit
saat masih basah, bila mungkin.
Rasional : Plester yang
kering dapat melekat ke dalam gips yang telah lengkap menyebabkan kerusakan
kulit.
c.
Gunakan plester traksu kulit dengan memanjang pada posisi tungkai
yang sakit.
Rasional : Plester traksi melingkari tungkai dapat
mempengaruhi pada sirkulasi.
d. Letakkan bantalan pelindung di bawah kaki
dan di atas tonjolan tulang.
Rasional : meminimalkan tekanan pada area ini.
g). Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan primer ; kerusakan kulit, , prosedur invasif, traksi
tulang.
(1). Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi untuk mencapai
penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam.
(2). Intervensi
a. Infeksi kulit akibat adanya iritasi atau
robekan kontinuitas jaringan.
Rasional : Pen
atau kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan atau
abrasi.
b.
Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protokol dan latihan
mencuci tangan.
Rasional : Dapat mencegah kontaminasi silang dan
kemungkinan terjadinya infeksi silang.
c.
Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi perubahan warna
kulit kecoklatan, bau drainage yang tak sedap atau asam.
Rasional : Tanda perkiraan infeksi gas gangren.
d.
Selidiki nyeri tiba-tiba atau keterbatasan gerakan dengan edema
lokal/eritema ekstremitas cedera.
Rasional : Dapat mengidentifikasikan adanya
osteomielitis.
e.
Berikan obat sesuai indikasi, contoh antibiotik IV/topikal.
Rasional : Antibiotik spektrum luas dapat digunakan
secara profilaktik atau dapat ditujukan pada mikroorganisme.
h). Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan salah informasi.
(1). Tujuan : Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan
pengobatan.
(2). Intervensi
a.
Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien
dapat membuat pilihan informasi. Catatan :fiksasi internal dapat mempengaruhi
kekuatan tulang dan intramedulla atau
piringan mungkin diangkat beberapa hari kemudian.
b.
Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi
dengan terapis fisik bila diindikasikan.
Rasional : Banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau
penjepit selama proses perlambatan penyembuhan dapat terjadi sekunder terhadap
ketidaktepatan penggunaan alat ambulasi.
c.
Buat daftar aktivitas di mana pasien dapat melakukannya secara
mandiri dan yang memerlukan bantuan.
Rasional : Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan yang
dapat bantuan.
d.
Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas
dan di bawah fraktur.
Rasional : Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan
kelelahan otot meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari.
e.
Kaji ulang perawatan pen atau luka yang tepat.
Rasional : Menurunkan resiko trauma tulang atau jaringan
dan infeksi yang dapat berlanjut menjadi ostemielitis.
f.
Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik,
contoh : nyeri berat, demam tinggi, bau tak enak.
Rasional : Intervensi cepat menurunkan beratnya
komplikasi seperti infeksi atau gangguan sirkulasi.
i). Gangguan pemenuhan ADL : Berhubungan dengan immobilisasi.
(1). Tujuan : Kebutuhan rawat diri terpenuhi.
(2). Intervensi
a.
Kaji tingkat kemampuan klien dalam merawat dirinya.
Rasional :
Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam merawat dirinya.
b.
Bantu pasien memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan anjurkan pasien
agar dapat mengerjakan sebanyak mungkin untuk dirinya (memandikan pasien).
Rasional : Perawatan ini membantu
memelihara harga diri dan kembali untuk hidup tanpa tergantung
kepada orang lain.
c.
Sediakan waktu pasien dalam melakukan aktivitas dengan segenap
kemampuannya.
Rasional : Mengurangi frustasi yang sering menyertai kesulitan
yang dihadapi bila belajar.
d.
Berikan pujian terhadap kemampuan yang dicapai oleh pasien dalam
menolong dirinya.
Rasional
: Untuk
memotivasi agar mematuhi program rehabilitasi
secara kontinyu.
j). Gangguan konsep diri (body image) berhubungan dengan fraktur
(1). Tujuan : Pasien dapat melakukan interaksi dengan orang lain
tanpa merasa rendah diri
(2). Intervensi
a.
Kaji derajat dukungan yang ada untuk pasien.
Rasional : Dukungan yang cukup dari orang terdekat dan
teman dapat membantu proses rehabilitasi.
b.
Diskusikan persepsi pasien tentang diri dan hubungannya dengan
perubahan dan bagaimana pasien melihat dirinya dalam pola/peran fungsi yang
biasanya.
Rasional : Membantu mengartikan masalah sehubungan
dengan pola hidup sebelumnya dan membantu pemecahan masalah.
c.
Perhatikan prilaku menarik diri, membicarakan diri tentang hal
negatif, penggunaan penyangkalan atau terus menerus melihat perubahan
nyata/yang diterima.
Rasional :
Dibutuhkan pada masalah ini untuk membantu adaptasi lanjut yang optimal dan
rehabilitasi.
k). Kecemasan berhubungan
dengan perubahan status kesehatan. (1). Tujuan : Mewujudkan kemampuan mengatasi
masalah
(2). Intervensi
a. Berikan informasi akurat dan konsisten
mengenai prognosis.
Rasional : Dapat mengurangi kecemasan dan ketidak mampuan pasien
untuk membuat keputusan atau pilihan berdasarkan realita.
b. Berikan lingkungan terbuka di mana pasien
akan merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menahan diri
untuk
berbicara.
Rasional : Membantu pasien untuk merasa diterima pada
kondisi sekarang tanpa perasaan dihakimi dan meningkatkan perasaan harga diri
dan kontrol.
c. Berikan informasi yang dapat dipercaya
dan konsisten, juga dukungan untuk orang terdekat.
Rasional : menciptakan interaksi interpersonal yang
lebih baik dan menurunkan ansietas dan rasa takut.
d. Libatkan orang terdekat sesuai petunjuk
pada pengambilan keputusan bersifat mayor.
Rasional : Menjamin adanya sistem pendamping bagi pasien
dan memberikan kesempatan orang terdekat untuk berpartisipasi dalam kehidupan
pasien.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan
adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang
direncakan oleh perawat.
Dalam
melaksanakan proses keperawatan harus kerjasama dengan tim kesehatan-kesehatan
yang lain keluarga pasien dan dengan pasien sendiri, yang meliputi 3 hal :
a). Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan kode
etik dengan standar praktek dan sumber-sumber yang ada.
b). Mengidentifikasi respon pasien
c). Mendokumentasikan atau mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan
dan respon pasien.
Faktor-faktor
yang perlu diperhatikan :
a). Kebutuhan pasien
b). Dasar dari tindakan.
c). Kemampuan perseorangan dan keahlian atau keterampilan dari
perawat.
d). Sumber-sumber
dari keluarga dan pasien sendiri.
e). Sumber-sumber dari instansi.
4. Evaluasi.
Evaluasi
adalah merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan pasien. tahap Berikan lingkungan terbuka di mana pasien akan
merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menahan diri evaluasi merupakan
kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan.
Adapun evaluasi pasien dengan
fraktur femur dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya
dan asuhan keperawatan dikatakan berhasil apabila dalam evaluasi terlihat
pencapaian kriteria tujuan perencanaan yang diberikan pada pasien dengan
gangguan sistem musc uloskeletal dengan fraktur femur.
PENYIMPANGAN KDM
(Menurut Barbara C. Long 1989)
Interupsi
|
Terputusnya kontinuitas jaringan tulang
|
Keterbatasan gerak
|
Resiko
gangguan integritas kulit
|
Ketidak-seimbangan
|
Resiko tinggi trauma tambahan
|
Kerusakan
jaringan lunak sekitar
fraktur
|
Robeknya
pembuluh darah
|
Kulit robek/jaringan kulit terputus
|
Resiko infeksi
|
Defisit volume cairan
|
Mempercepat pertumbuhan bakteri
|
Resiko infeksi
|
Nyeri
|
Perdarahan
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar